Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memperhitungkan Seorang Musuh

9 Maret 2017   19:21 Diperbarui: 9 Maret 2017   19:32 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : tjiptadinata effendi

Hidup dalam permusuhan,menyebabkan hidup kita tidak pernah merasa aman dan nyaman.,  Serasa sebuah batu raksasa ,siap untuk ditimpakan keatas kepala kita. Makan menjadi tidak enak,tidur selalu terganggu.,Bunyi gemersik di atas atap membuat kita terjaga dan siaga.Boleh jadi kita tidak takut mati,tapi pasti kita takut ,orang orang yang kita cintai terluka oleh musuh kita.

Memperhitungkan Seorang Musuh

Ungkapan :”Satu orang musuh ,sudah terlalu banyak” ,walaupun terkesan sudah kuno dan ketinggalan zaman,namun bila kita merenungkan dengan pikiran yang tenang dan membuka mata hati,sesungguhnya ungkapan tersebut tidak pernah basi ataupun out of date.

Katakanlah kita termasuk tipe orang yang tidaK takut mati . Siapapun berani kita hadapi. Tapi jangan lupa ,yang namanya musuh itu,belum tentu datangnya dari depan.Bisa jadi datang lewat pintu belakang atau melalui atap yang dibobol. Hanya musuh yang bodoh yang mau menyerang dikala kita dalam keadaan siaga . Yang namanya musuh,pasti mempelajari dengan seksama,apa saja kegiatan kita sehari harian. Kemana kita pergi dan kapan kita tidur dan dimana?

Kalau merasa diri kita terlalu kuat untuk dikalahkan,maka musuh akan mencari sasaran lain,yakni anak dan istri kita. Karena secara alami,wanita dan anak anak,akan lebih mudah ditaklukan ,ketimbang melawan seorang pria dewasa.

Nah,cobalah bayangkan.Setiap hari hati kita akan was was. Kita tidak takut mati.,tapi kita pasti tidak mau anak dan istri atau anggota keluarga kita,terluka.,lantaran ulah kita bermusuhan dengan seseorang.

Tarok kata ,uang kita banyak dan mampu membayar body guard,bagi anak istri.Tapi adalah mustahil seorang body guard  dapat bertugas 24 jam sehari mengawal anak dan istri kita. Lagi pula,.bukan tidak mungkin,salah satu dari body guard tersebut adalah orang upahan musuh kita.

Nah,ini baru seandainya kita punya satu musuh saja. Sudah ,membuat kita tidak enak makan dan tidur.Selalu was was.  Ingat anak dan istri lagi di Mall.ditelpon telpon,ngga menjawab,maka hati kita semakain was was,,jangan jangan......!

Lama kelamaan kita akan mengalami stress berkepanjangan ,untuk akhirnya terkapar sakit dan tidak berdaya. Nah,pada saat kita sedang tidaK berdaya,musuh datang dan menghabisi kita. !

Bukan Untuk Menakut Nakuti

Ilustrasi diatas bukan untuk menakut nakuti,tapi mengajak kita semua berpikiran jernih. Jangan sesumbar mengatakan :” Gua tidak takut pada siapapun!”  Mungkin saja benar,kita tidak taku pada siapapun,tapi pasti kita takut bila anak dan istri kita atau orang tua kita terluka oleh orang yang kita musuhi. Hati hati bukanlah berati kita penakut. Hati hati maksudnya,untuk apa mencari permusuhan ,padahal yang di pertentangkan tidak jelas. 

Musuh Tidak Dicari, tapi Kalau Datang Tidak Dielakkan

Perlu kita selalu mawas diri,untuk menghindari hal hal yang dapat menciptakan permusuhan dengan siapapun.  Karena menciptakan musuh itu sangat mudah,tetapi untuk menjalin persahabatan butuh waktu yang panjang.

Seandaiknya kita sudah menjaga diri  dan selalu menjauhkan diri dari hal hal yang dapat menyebabkan terjadinya permusuhan,tapi  ,masih juga ada yang datang mengganggu dab membahayakan keselamatan diri kita dan keluarga, ,maka tentu saja perlu dihadapi. Musuh tidak dicari,tapi kalau datang,tidak dielakkan.!

Pengalaman Pribadi

Pada tahun 1965-ketika saya masih bekerja di pabrik karet di desa Petumbak,deli serdang, tiba tiba ada yang menyuruh kami berdua lari. Karena dapat kabar,bahwa orang orang yang sama etnisnya dengan kami, mau dibunuh,karena dianggap PKI . Entah siapa yang mau membunuh kami,tidak dijelaskan.,Tapi karena yang memberitahu dan menyarankan kami untuk lari,adalah Pak Hutahuruk, seorang Pendeta,yang  sangat baik pada kami,maka kami percaya apa yang dikatakannya. Kalau menurutkan emosi,saya tidak akan mau lari., Mengingat pada waktu itu saya masih muda .Tapi saya tidak ingin istri saya terluka.Maka dengan menahan perasaan ,kami lari sejauh jauhnya kedalam hutan. Saya hanya sempat membekali diri,dengan sebilah pisau .

Selama tiga hari dan tiga malam,kami tidur dalam semak semak .Dengan menahan rasa letih,kantuk dan lapar,saya selalu berjaga jaga, Kuatir musuh akan datang., Syukurlah kemudian, pabrik dikuasai oleh TNI dan kami dijemput oleh pak pendeta dan tentara. Kami selamat. Bayangkan baru tiga hari.rasanya sudah sangat tersiksa., apalagi hidup dalam permusuhan seumur hidup

Seribu teman,masih terlalu sedikit,satu orang musuh ,sudah terlalu banyak.

Tjiiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun