Tidak Saling Mengenal,Tapi Saling Menjaga
Kebiasaan yang sudah turun temurun ,kalau berpergian,apalagi dalam kondisi yang rawan bahaya,maka seluruh perhatian kita,semata mata adalah anggota keluarga kita.Sementara orang lain,kita anggap tanggung jawab keluarganya untuk mengawasi. Hal ini tentu saja tidak ada yang salah,karena prisinp hidup kita adalah :"family is the first"
Tetapi kemarin ,saya mendapatkan pelajaran baru ,yang sangat mendalam,yakni kendati sama sekali tidak saling mengenal,namun orang saling menjaga,keselamatan orang orang disekitarnya.Hal ini ,saya saksikan dan alami sendiri ,ketika berada dalam rombongan perburuan Abalone,hari Minggu ,tanggal 5 Maret 2017,yang baru saja berlalu.
Seperti artikel yang sudah saya postingkan, saya dan istri ,serta putra kami,ikut dalam kegiatan olah raga berburu Abalone.Tapi tentu saja tulisan ini ,tidak akan mengulas hal yang sama.Hanya saja ada hubungannya,yang belum disentuh kemarin dalam tulisan .
Ada ratusan orang yang ikut ambil bagian dalam olah raga lintas alam ini,Sebagian besar dari Asia,yakni Singapore,Malaysia,Jepang,Korea .China, India dan hanya beberapa orang yang berkulit putih. Kami sama sekali tidak saling mengenal.Tapi ada beberapa hal yang saya catat dalam hati,karena sangat menyentuh,antara lain:
- tidak ada satupun yang saling mendahulukan
- tidak ada yang berebut tempat
- ketika ada yang sedang merangkak naik,maka yang lain memperhatikan
- mereka siap untuk membantu ,bilamana ada yang terpeleset atau hampir jatuh
- semua menunggu dengan sabar
- walaupun berkompetisi,namun setiap orang menomor satukan keselamatan dan etika
- perburuan bersifat bebas,tapi siapa yang pertama menemukan ,maka ia yang akan dapat'
- tidak pernah ada yang mau merebut
- ketika kaki terperosok kelubang,saya ditolong,seseorang,yang sama sekali tidak kenal
Menurut, salah seorang Petugas disana,memang sengaja kondisi arena olah raga lintas alam ini, sama sekali tidak tersentuh oleh bangunan dari tangan tangan manusia,untuk menjaga keasrian nya. Karena itu ,pada setiap sudut jalan,ada papan yang mengingatkan agar berhati hati dan memastikan,bahwa kondisi alam ,cukup aman untuk berburu Abalone.
Bersyukur,selama acara berburu Abalone ini, tidak ada yang cidera setahu saya,kecuali luka luka ringan,akibat tergesek karang tajam ataupun terinjak batu karang runcing.
Menurut saya ,olah raga lintas alam ,yang dikemas dalam acara berburu Abalone ini ,cukup menantang.Bagi yang nyalinya tidak kuat, hanya sebatas sampai di batuan karang terjal dan kemudian duduk duduk menonton.Hal ini tentu lebih baik,bagi dirinya,karena bilamana terjatuh ketika memanjat tebing karang atau dihempaskan ombak dan terkena kedinding batu karang,tidak dapat dibayangkan apa yang akan terjadi.
Ada puluhan orang,kendati masih muda,yang dengan perasaan kecewa,harus duduk sebagai penonton,walaupun lisensi sudah ada di tangan,karena hingga mendekati jam 7.00 pagi waktu lomba dimulai,air laut bukannya menyurut,malahan semakin tinggi.
Saya bersyukur,didampingi putra kami,sementara istri saya memilih duduk dibatu karang dan menonton dari kejauhan. Merangkak perlahan lahan dan menapakkan kaki dengan sangat hati hati,agar jangan sampai terperosok kedalam lubang,bagi saya diusia memasukki ke 74 tahun,sejujurnya bukan masalah enteng, Tapi saya yakin akan mampu melalui semuanya ,tentu dengan sangat hati hati dan dikawal oleh putra kami.
Inilah pengalaman berharga bagi saya pribadi. Disamping merupakan kompetisi berburu Abalone pertama kali yang saya  ikuti,sekaligus pelajaran berharga ,bahwa kendati tidak saling kenal,tapi kami saling menjaga keselamatan rombongan.Walaupun secara hukum,tidak ada tanggung jawab,namun  semuanya dilakukan dengan ikhlas.Sekali lagi terbukti,beda suku bangsa,beda budaya dan beda agama,tidak menjadi halangan untuk saling tolong menolong.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H