Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hindari Hidup dengan Hati Mendua

21 Februari 2017   21:09 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:22 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi diri Agus sendiri,bekerja dengan perasaan keterpaksaan ,akan merusak dirinya,karena harus menanggung stress sepanjang hari dan sepanjang tahun.Disamping itu,hubungannya dengan Direktur Utama,sudah jelas tidak lagi mungkin seperti sediakala,sebelum tercipta rasa kekecewaannya.

Tapi Bila Masih Merasa Betah Tetap Kerja Disana

Bila masih tetap merasa  betah kerja disana,entah karena gajinya yang cukup memadai ataupun suasana yang sudah terlanjur akrab dan menyenangkan ,maka Agus seharusnya

  • melakukan introspeksi diri
  • mungkin selama ini sering datang terlambat
  • atau mungkin juga sering hasil kerja tidak sesuai harapan perusahaan
  • mungkin juga dinilai ,selama ini cara kerja tidak efisien
  • Baik dari sudut penggunaan waktu,maupun efisiensi dibidang keuangan
  • mungkin Agus dianggap tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya

Bila sudah memahami kelemahan dan kekeliruan yang mungkin dilakukan,maka masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri dan berharap kesempatan yang akan datang, dirinya dapat di promosikan

Hindari Kerja dengan Hati Mendua

Apapun yang sifatnya mendua,pasti tidak baik hasilnya. Baik dalam kehidupan berumah tangga,maupun dalam bekerja. Hati yang mendua,akan mendorong terciptanya sikap kepura puraan. kepura puraan adalah kemunafikan.Maka jalan terbaik adalah,kalau memang sudah tidak lagi betah,mengundurkan diri secara terhormat. Namun,bilamana memang masih betah,maka sikap mendua ,sudah harus dihapuskan.

Sifat peragu,akan membahayakan diri sendiri dan orang lain.Misalnya,ketika di jalan raya,kita ragu ragu mengendarai kendaraan,maka kalau bukan kita yang menabrak,maka orang lain yang mungkin menabrak kita,sehingga terjadi kecelakaan ,yang sesungguhnya tidak harus terjadi

Begitu juga dalam perkerjaan ,kita harus memilih,"terus " atau "mundur'.jangan setengah setengah hati.

Bagaimana keputusan Agus,tentu bukan hak saya untuk mendiktekannya,Tugas saya hanyalah sebatas memberikan padangan secara umum,karena saya sudah mengalami terlebih dulu.

Tulisan ini dipostingkan,tentu dengan harapan,dapat menjadi sebuah pandangan,bagi orang lain,yang mungkin saja,pada saat ini,hatinya sedang galau,karena mengalami hal yang sama.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun