Berbicara mengenai bangunan kuno,sesungguhnya,di negeri kita,tidak terhitung banyaknya. Bahkan usianya sudah lebih "kuno" bila dibandingkan dengan bangunan bersejarah ,yang dijadikan herritage building di Australia.
Saya masih ingat, dikampung halaman saya, misalnya di kota Padang,dulu ada kuburan Portugis di Pantai Padang. Ada Kuburan Belanda,yang setiap tahunnya ramai dikunjungi oleh anak cucu dan buyut nya. Berarti setidaknya ,Kuburan Belanda ,dapat dijadikan "selling point" untuk menarik wisawatan mancanegara.
Sayangnya. saking mengebu gebunya,rasa nasionalis yang kebablasan, semua yang berbau penjajahan,termasuk Kuburan Belanda di bongkar dan dijadikan terminal bus .
Disamping itu,sesungguhnya Lobang Japang (Lubang Jepang) tidak hanya ada di Bukittinggi,tapi juga terdapat di  Bukit Sentiong, yang lokasinya dipisahkan oleh Sungai Batang Arau dengan daratan kota Padang. Tapi sayang sekali, dibiarkan tertimbun dan sama sekali tidak dimanfaatkan. Ini baru catatan kecil ,yang saya tahu persis,karena dilahirkan di Padang ,pada zaman Dai Nippon.
Kurangnya perhatian untuk merawat dan melestarikan bangunan peninggalan sejarah dari zaman Jepang  dan Belanda ini, menjadi salah satu sebab,kebanyakan orang di luar negeri ,mengenal indonesia itu hanya lewat Pulau Bali
Di Australia, Bagunan khas Inggeris ,yang dibangun pada tahun 1937 dan lokasinya tepat di tengah tengah jantung kota Perth - ibu Kota Negara Bagian Barat Australia ,sudah sejak lama dijadikan herritage building. Tampak masih berdiri dengan gagah dan kokoh. Terawat secara apik dan terjaga rapi setiap sudut bangunan. Yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan bisnis. Tapi yang paling menonjol adalah gerai Money Changer,yang seingat saya berjumlah  5 gerai dalam satu bangunan tersebut. Wisatawan,yang membawa mata uang dari negara masing masing,tidak usah binggung kalau mau berbelanja,karena tinggal memilih ,gerai mana yang memberikan kurs terbaik. Disini,kita bisa tawar menawar,bukan hanya ketika berbelanja souvenir,tapi juga ketika menukar mata uang,dengan dolar Australia.
Dan tentunya cafe,yang siap melayani para wisatawan yang berkunjung kesini.Jalan jalan di pagi hari ,sampai disini duduk melepaskan lelah ,sambil menikmati secangkir kopi atau capucinno,kita boleh duduk berleha leha melepaskan lelah,sebelum menelusuri seluruh bangunan kuno ini.
jam Gadang ,bukan hanya ada di London atau di Bukittinggi,tapi disini juga ada Big Ben. Uniknya,setiap kali,jarum jam yang panjang,tepat berada di posisi angka 12,maka ada gerakan unik pada jarum jam ,yang tidak dapat saya lukiskan dengan kata kata.
Bangunan khas Inggris ini bertingkat 3 dan 4, namun yang dimanfaatkan hanyalah lantai paling bawah. Lokasi di Hay Street,yang merupakan kawasan pusat bisnis beragam jenis barang keperluan sehari-harian. Kalau membaca di dinding gedung, bangunan ini didirikan pada tahun 1937. Ada nama yang berbau Prancis, Claude de Bernales.
Para pedagang yang berbisnis disini,terdiri dari orang asal Jepang,India, Pakistan ,sementara yang di cafe ,kebanyakan orang asal Italia, yang khusus menawarkan ekspresso dan ice cream gelato.
Rumah rumah yang berada dalam komplek bangunan kuno ini, masih tampak kokoh dan utuh. Anak tangga, pintu besi ,bahkan lampu dinding,tampak dibiarkan sebagaimana aslinya,untuk melestarikan bangunan kuno ini. Yang tampak direnovasi hanyalah beberapa bagian bangunan yang terbuat dari kayu dan sudah rapuh dimakan zaman. Selainnya dijaga dan dilestarikan.
Selalu Ramai Dikunjungi  Wisatawan
Kami sudah beberapa kali berkunjung kesini,namun rasanya tidak mengalami kejenuhan.Karena di lokasi ini,kita bisa berjalan jalan dengan santai dan bebas polusi. Bersih,apik dan aman.
Setiap pagi,sekitar jam 10.00 hampir selalu kami temui rombongan turis ,baik dari Jepang,maupun dari China dan Singapore. Â Kalau sudah masuk rombongan turis,maka kita harus sabar,untuk mendapatkan tempat di cafe untuk menikmati secangkir kopi.Karena semua kursi sudah terisi. Maklum,mungkin mereka sudah berjalan kaki sejak dari stasiun kereta api dan merasa letih,sehingga memanfaatkan cafe sebagai tempat melepaskan lelah dan sekaligus melepaskan dahaga.
Menyaksikan begitu banyaknya wisatawan berkunjung, ada rasa "iri" dalam hati.Betapa tidak,dinegeri kita begitu banyak bangunan kuno,tapi hampir hampir tidak tersentuh oleh perhatian dari dinas pariwisata . Malahan tidak jarang, bangunan kuno dibongkar ,untuk dijadikan  supermarket atau terminal. Heran,mengapa kita mengorbankan bangunan bersejarah,yang tidak ternilai harganya,hanya untuk membangun supermarket atau terminal bus?
Tentu pertanyaan ini,hanya akan bergaung sedetik,untuk kemudian lenyap ditelan gemuruhnya kesibukan para pejabat yang berkompeten dalam hal ini. Kalaulah tidak ada yang peduli,maka lambat laun, kunjungan wisatawan mancanegara ke negeri kita,akan semakin menyurut . Kalau sudah begini, yang rugi adalah negeri kita sendiri
catatan: semua foto dokumentasi pribadi.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H