Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jangan Menyerahkan Hidup Pada Nasib

12 Februari 2017   19:48 Diperbarui: 12 Februari 2017   19:58 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kebahagiaan yang tak ternilai,ketika kami bisa santap bersama,di hari ulang tahun cucu kami Giovani,pada tanggal 6 Februari 2017 yang baru lalu/foto :dokumentasi pribadi

Jangan Menyerahkan Hidup Pada Nasib,Karena Nasib Tidak Akan Mengubah Hidup Kita

Satu satunya kelebihan orang tua,yang tidak bisa dibantah oleh siapapun adalah bahwa orang tua, sudah pernah mengalami masa masa muda, Sedangkan orang muda,belum pernah merasakan menjadi tua. Nah, kelebihan inilah yang menyebabkan saya berani menuliskan artikel ini. Walupun jelas dalam banyak hal , saya kalah jauh dari orang orang muda, bahkan tidak jarang saya harus belajar dari anak dan cucu cucu kami.

Walaupun bukan pengamat sosial ,tetapi selama bertahun tahun berkeliling di hampir seluruh pelosok Nusantara untuk memimpin seminar, saya mencoba mencatat beberapa hal yang penting. Antara lain, tentang pertanyaan : "Kapan waktu terbaik, mempersiapkan hari tua kita?"

Karena bukan seorang Peneliti, maka saya tidak berani secara gegabah melakukan persentasi, tentang jawaban dari para respondens. Beberapa jawaban yang cukup mengejukan adalah:

  1. Belum memikirkan kearah sana
  2. boro boro mikir hari tua, hidup sekarang saja ,morat marit
  3. saya tidak mau neko neko,biarlah hidup bagaikan air mengalir saja
  4. Kalau dikasih usia panjang,yaa main main sama cucu cucu
  5. bagi saya ,yang penting masa depan anak anak

Apakah jawaban ini salah?

Tentu saja saya sama sekali tidak berhak untuk men justice,salah benarnya pendapat orang. Karena masing masing orang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Setiap orang boleh dan bebas memilih,hidup seperti apa yang ingin di jalaninya dan tak seorangpun berhak untuk mengintervensinya.

Belajar Dari Berbagai Peristiwa Hidup

Sesungguhnya ,tanpa perlu saya tuliskan contoh contoh peristiwa hidup , kita semua pasti sudah menyaksikan, betapa banyak para orang tua yang sudah memasuki masa pensiun dan mengandalkan anak anak ,harus  hidup dalam kepiluan hati.

Coba bayangkan,bila berkali kali cucu minta dibelikan mainan ataupun jajan, dan selalu Opa atau Oma menjawab:" Aduh,nggak ada duitnya" ,gimana rasa hati kita? Jangan lupa,bahwa anak anak ,tetap adalah anak anak,yang memahami,bahwa mencintai mereka,berarti memberikan sesuatu yang mereka minta.

Apalagi,bila cucu cucu mengetahui,bahwa setiap kali kita berkunjung kerumah orang tuanya ,yang nota bene adalah anak mantu kita, untuk minta atau minjam uang, maka sikap mereka akan berubah secara drastis. Seperti yang sudah pernah saya ceritakan, salah seorang sahabat lama saya,bercerita sambil menahan tangis ,karena hatinya amat terluka. Ketika berkunjung kerumah putrinya, cucunya yang lagi bermain dilaman depan rumah,bukannya berlari membukakan pintu pagar bagi dirinya ,sebagai Opa,malah lari kedalam dan berteriak:" Mamiii...tuh Opa datang,pasti minjam uang lagiiii"

Belajarlah Dari Kepahitan Hidup Orang Lain,Jangan  sampai Kita Mengalaminya

Dengan belajar dari setiap peristiwa pahit getir yang dialami oleh orang lain,semakin membuat kita mawas diri.Bahwa hidup itu tidak selalu manis,lemah lembut dan penuh tata krama.Tidak jarang hidup itu keras,tajam dan tidak berbelas kasih. Kalau menunggu sesudah pensiun ,baru mau menata hari hari tua kita,maka semuanya sudah terlambat.

Kalau nasi sudah jadi bubur,masih tidak mengapa, Makan bubur juga enak. Yang lebih menyakitkan adalah, tidak ada beras yang mau ditanak,mau makan apa? Masih beruntung,bilamana kita sudah tidak lagi memiliki penghasilan atau uang masuk setiap bulan ,tapi anak anak kita sudah hidup mapan. Akan tetapi ,seperti kejadian pada anak anak sahabat saya,hidup mereka sendiri  pas pasan dan harus menyisihkan lagi untuk biaya hidup kita. Mungkin saja anak anak dengan ikhlas akan memberikannya kepada kita,tapi dengan demikian,kita sudah membebani hidup anak cucu kita.

Merancang pensiun

Merancang  bagaimana kelak ,menjalani hidup,setelah tidak lagi bekerja atau pensiun,tentu saja setiap orang memiliki angan angan masing masing,misalnya:

  • ingin pulang kampung dan hidup sederhana
  • mau menghabiskan masa tua saya dengan cucu cucu
  • ingin bercocok tanam dirumah saja
  • memperbanyak kegiatan sosial dan amal

Tapi jangan lupa, apapun aktivitas yang kita rancang,semuanya hanya dapat terlaksana,bilamana ada dana yang mencukupi.Tanpa dana,maka semuanya akan tetap merupakan angan angan yang tidak mungkin dapat diwujudkan.

Boleh boleh saja kita mengangankan seperti apa hidup yang ingin kita jalani ,bila sudah memasuki usia pensiun. Tidak seorangpun berhak untuk menentukan . Dalam bahasa yang keras,kita bisa mengatakan:” ini adalah hidup saya dan saya berhak menentukan pilihan saya".Tidak seoranpun berhak mendistorsi tentang bagaimana saya merencanakan akan menjalani hari hari tua saya kelak bersama istri .

Memutuskan sesuatu.apalagi hal itu tidak hanya menyangkut harkat hidup kita pribadi ,tetapi juga akan membawa dampak pada kehidupan keluarga dan anak cucu kita. Alangkah lebih baik,bila kita mempertimbangkan secara bijak. Kita boleh saja mengatakan,bahwa kita bukanlah tipe manusia yang hanya memikirkan uang semata.

Juga bisa mengatakan bahwa ketika pensiun,saya tidak akan memboroskan uang saya hanya untuk pesiar pesiar. Bagi saya uang bukan segala galanya.Semuanya benar,tapi jangan kita lupa,bahwa roda kehidupan tidak mungkin bisa berjalan dengan lancar kalau kita tidak memiliki uang.

Kegiatan sosial dalam bentuk apapun,pasti membutuhkan uang. Jadi idealisme kita hendaknya diselaraskan dengan kenyataan hidup,agar jangan jadi bumerang bagi diri kita. Memang uang bukan segala galanya,tetapi segalanya butuh uang.

Refleksi Diri

Niat untuk mengisi hari tua dengan kegiatan sosial dan amal,tentu saja sangat baik.Akan tetapi jangan lupa,perlu kita merenungkan,bagaimana mungkin:

  • menolong orang lain,bila hidup kita sendiri morat marit.
  • menolong orang sakit,bila kita sendiri terkapar dirumah sakit

Mempersiapkan Hari Tua,Sama Pentingnya  Mempersiapkan Masa Depan Anak

Sebagai orang yang pernah hidup melarat dan menderita belasan tahun, Jatuh bangun dalam usaha,maka saya sudah bertekad,agar jangan lagi menderita dihari tua kami. Makanya saya menyiasati usaha yang kami kumpulkan dengan kerja keras bersama istri, dengan sangat teliti dan hati hati.

Dengan pemikiran,bahwa bahwa segala sesuatu yang tidak diduga bisa saja terjadi.Sejak dini ,sudah mempersiapkan secara matang: “masa depan anak anak dan sekaligus masa tua kami”.

Dengan jalan:

  • senantiasa menjaga kesehatan
  • disiplin menabung sekecil apapun
  • biasakan hidup hemat
  • persiapkan pendidikan anak sebaik mungkin
  • persiapkan usaha mandiri bagi diri,bila kelak sudah pensiun
  • persiapkan usaha cadangan
  • jangan mengantungkan hidup pada orang lain

Jangan menyerahkan hidup pada nasib. 

Karena nasib tidak pernah akan mengubah hidup kita, sebaliknya kitalah yang harus mengubah nasib , agar dapat mengantarkan anak anak ke jenjang pendidikan yang tinggi dan sekaligus mengantarkan masa tua yang damai bagi diri kita sendiri.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun