Generasi Muda Tionghoa,Kehilangan Jejak Leluhur,Karena Alasan Agama
Tempo doeloe, seluruh kerabat ,teman dan sanak famili, hampir pasti akan saling berkunjung ,bila Tahun Baru Imlek Tiba. Aturannya adalah yang "peringkatnya " lebih rendah,wajib mengunjungi yang lebih tinggi. "Peringkat " disini,dimaksudkan adalah bila ada sanak keluarga yang merupakan saudara ayah atau ibu,maka walaupun mungkin dalam usia,lebih muda,tetap saja harus dikunjungi.Â
Dan dalam kunjungan tersebut, tidak boleh menyalami ,seperti orang bersalaman antara sesama teman,melainkan harus memberikan hormat dengan :"soja" .Yakni merangkapkan kedua belah telapak tangan dan mengayunkannya beberapa kali,sambil mengucapkan :"Sin Cun Kiong Hi" Tapi lama kelamaan, ketika sekolah Belanda di didirikan di Indonesia, yang kemudian bertransformasi,menjadi sekolah Katholik ,maka sebagian dari generasi muda ,memilih masuk agama Katholik. Dan sebagian lagi memilih masuk Islam dan Kristen. Yang masih tetap memilih Buddhis,hanya beberapa persen saja.
Karena perlu dipahami,pada waktu itu, para orang tua,sesungguhnya sebagian besar ,sama sekali tidak memahami dasar dasar dari agama Buddha . Karena antara ajaran Taoisme dan Kongfusius dan Buddhis,sudah terjadi pembauran ,sehingga sebagai orang awam,masyarakat Tionghoa, hanya sekedar menjalankan ritual agama secara turun temurun.
 Kehilangan Jejak Leluhur,Karena Alasan AgamaÂ
Lama kelamaan,tradisi kunjung mengunjung ini,secara perlahan,menyurut. Semakin lama,semakin sedikit yang masih menjalani tradisi kunjungan Imlek, karena memahami,bahwa Imlek adalah bagian dari ajaran Buddhisme. Sebagai orang yang terlahir di zaman Jepang,kami sangat merasakan kehilangan tersebut. Imlek tahun ini,kami hanya mendapatkan ucapan Selamat Tahun Baru Imlek ,selain dari putra putri kami ,mantu dan cucu cucu kami., hanya beberapa orang ponakan ,yang masih menelpon ,untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru ImlekÂ
Karena itu .dalam komunikasi dengan salah seorang Ponakan saya yang paling sulung di Padang,sempat saya utarakan hal ini. Bahwa generasi muda Tionghoa ,sudah kehilangan jejak leluhurnya,karena alasan agama. Dikirimkan What.sApp dari Romo Jeffrey LieÂ
Saya dapatkan kirman dari Ponakan saya,yang isinya : Ijin Copas dari Romo Jeffrey LieÂ
Yang esensialnya ,menceritakan bahwa sesungguhnya ,setiap orang keturunan Tionghoa,apapun agamanya,boleh merayakan Tahun Baru Imlek. Dalam tulisannya,Romo Jeffrey Lie,menulis ,intinya sebagai berikut : "Buddhist masuk ke China Mainland atau daratan China, orang China sudah sejak lama merayakan Imlek. Buddhisme masuk ke China pada tahun 65 Masehi dibawa oleh Bhiksu Kaisyapa Matangga dan Bhiksu Gobarana. Pada tahun 1952 tahun lalu (2017 - 65= 1952) Sesungguhnya sudah ada dua ajaran yang dianut oleh warga setempat ,yakni Taoisme dan Kongfusiusme. maka terjadilah pembauran ketika ajaran tersebut,yang disebut Sam KawÂ
Sebelum Buddhisme masuk ke daratan Tiongkok , masyarakat Tiongkok sudah merayakan Imlek selama 2763 tahun .Jadi Imlek yang tahun ini dirayakan sebagai tahun Ayam ,merupakan Imlek yang ke 4715 ."(sumber : Romo Jeffrey Lie)Â
Imlek dirayakan untuk menyambut datangnya musim semi,karena pada waktu tiba winter season,masyarakat di sana ,tidak dapat melakukan aktivitas diladang. Karena itu tibanya Spring atau musim semi,merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi mereka dan dirayakan dengan berbagai tari tarian tradisional. Karena itu ,dalam mengucapkan Selamat Imlek,orang saling mengucapkan:" Sin Chun Kiong Hi " yang berarti :"Welcome to Spring" atau Selamat datang Musim Semi.Â
Namun lama kelamaan ,generasi muda,sudah tidak tahu lagi makna dari ucapan ini,sehingga di singkat saja menjadi :"Kionghie" atau "selamat" Sumber dari Saudara kami yang menetap di Daratan Tiongkok dan kiriman dari sepupu saya dari Romo Jeffrey Lie. yang intinya ,menyayangkan ,bahwa generasi muda Tionghoa ,yang sudah memeluk agama lain,selain dari Buddhist ,tidak lagi ikut merayakan Imlek.Lantaran menganggap, Imlek adalah bagian dari agama Buddha.Â
Catatan Penulis
Bayangkan dari sekitar 200 orang sanak keluarga dekat kami,kemarin di hari Tahun Baru Imlek,kami hanya mendapatkan ucapan Selamat dari belasan orang saya. Malahan hampir 200 ucapan selamat Tahun Baru Imlek,justru datang dari teman teman kami ,yang beragama islam .Seperti yang dapat dibaca secara terbuka dilaman facebook saya. Tapi,yaa mau apa lagi? Sebuah kenyataan pahit memang,bahwa generasi muda ,melupakan tradisi leluhurnya,lantaran sudah memeluk agama lain. (Saya dan istri, masih tetap beragama Katholik,walaupun kami setiap tahun merayakan Tahun Baru Imlek)
Terputusnya mata rantai ,dari generasi muda Tionghoa untuk ikut merayakan Tahun Baru Imlek,berdampak,antara sesama anggota keluarga,yang selama ini setidaknya saling berkomunikasi setahun sekali, kini sudah tidak ada lagi, Mata rantai ,pertalian keluarga dan kekerabatan terputuslah sudah. Tidak jarang,saya memanggil sebutan :" mbak' pada ponakan kandung ,karena sudah tidak lagi saling berkomunikasi. Karena itu,November tahun lalu,ketika salah satu ponakan saya menikah di kota kecil Payahkumbuh dan bertepatan,kami sedang berada di indonesia,maka kami mengeser jadwal lainnya,agar dapat hadir dalam pesta pernikahan ponakan kami Ivana,Â
Ternyata disana,kami bertemu dengan sanak famili dan ponakan,yang sejak lahir belum pernah ketemu ,tiba tiba sudah menjadi orang dewasa. Kalaulah momentum itu kami lewatkan,maka kami akan kehilangan jejak ponakan kami,yakni anak anak kakak kandung sendiri. Betapa akan menjadi sesalan.Â
Lebih Baik Terlambat .dari pada Tidak Sama Sekali
Mungkin kondisi ini,sudah agak lama terbiarkan,Namun ,masih ada waktu untuk memperbaikinya.Better late than never. Terutama bagi generasi muda keurutann Tionghoa,saya informasikan,bahwa di Gereja ST, Mary di Whitford, Joondalup, secara resmi, Gereja mengadakan acara makan malam bersama umat dalam rangkan merayakan Tahun Baru Imlek. Padahal ,orang Tionghoa yang berada di Paroki ini,bisa dihitung dengan jari.namun sebagai refleksi,bahwa gereja tidak ingin,umatnya masuk agama katholik ,tapi kehillangan jejak leluhurnya.
Semoga menjadi renunganÂ
 Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H