Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Budaya Syukuran Jelang Imlek, Sudah Hampir Punah

23 Januari 2017   17:05 Diperbarui: 23 Januari 2017   17:15 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya Syukuran Jelang Imlek,Sudah Hampir Punah Ditelan Zaman

Sehari menjelang Tahun Baru Imlek,merupakan hari khusus untuk acara syukuran keluarga. Bagi yang kondisi ekonomi pas pasan,maka acara syukuran cukup dengan mempersembahkan buah buahan yang dibalut dengan kertas berwarna merah .Kemudian menjelang tengah malam, di nyalakan lilin berwarna merah. Setiap anggota keluarga,tampil di depan altar (meja sembahyang) dan mengucapkan rasa syukurnya. Atas segala anugerah yang telah diperoleh sepanjang tahun.Baik berupa kesehatan sembuh dari sakit, melahirkan anak dan karunia lainnya.

Sementara yang mendapatkan hokki lumayan, mempersembahkan kambing dan babi bulat,serta buahan untuk dipersembahkan.sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan

Foto pernikahan ponakan cucu,yang kami hadiri di Payahkumbuh ,tahun lalu, masih melangsungkan pernikahan dengan adat Tionghoa, Suatu hal yang kini,sudah amat jarang ditemui, Umumnya,generasi muda ,melangsungkan pernikahan dengan meniru gaya pernikahan barat. /fofo.koleksi pribadi
Foto pernikahan ponakan cucu,yang kami hadiri di Payahkumbuh ,tahun lalu, masih melangsungkan pernikahan dengan adat Tionghoa, Suatu hal yang kini,sudah amat jarang ditemui, Umumnya,generasi muda ,melangsungkan pernikahan dengan meniru gaya pernikahan barat. /fofo.koleksi pribadi
Uniknya

Uniknya adalah buahan ,berupa tebu ,jeruk dan buahan,harus langsung dibeli dikebunnya dan masih dalam kondisi ,bertangkai dan berdaun.Tidak boleh dilangkahi. Bila sudah dilangkahi,maka tidak sah lagi sebagai persembahan kepada Thien (Langit -Tuhan). Tebu harus sepasang dan dicabut bersama akar akarnya dan berdaun lengkap. Di tempatkan dikiri dan kanan ,meja sembahyang ,dengan diikat ,menggunakan pita berwarna merah.

Tidak Boleh Ditawar

ketilka membeli tebu, Jeruk Bali dan buah Srikaya atau Jambu,pantangannya adalah selain tidak boleh dilangkahi ,baik oleh manusia ,maupun hewan, juga tidak boleh ditawar. Jadi kalau ditanya berapa harganya,kalau mau beli ya  dibeli atau cari yang lain,bila dianggap terlalu mahal.

Saya termasuk ,satu satunya orang yang menjual tebu dan buahan di daerah kami di Pulau karam. Karena memang sengaja kami menanam tebu dan pohon buah Srikaya,serta jeruk Bali ,yang ditanam oleh kakek kami. Khusus sehari sebelum Tahun Baru Imlek,adalah masa Panen Raya.Saking larisnya,bahkan tebu yang tingginya baru semeteran sudah dibeli orang.

Namun, sebagai Penjual,juga ada tata kramanya,yakni ,tidak boleh menjual dengan harga terlalu mahal,karena tidak akan  menjadi berkat bagi keluarga

Keluarga Harus Begadang

Malam jelang Tahun Baru Imlek ini,dinamakan "Tahun Baru Kecil'.Tidak boleh ada yang menyapu rumah,karena menurut tradisi,akan tersapu semua rejeki. Kemudian seluruh anak mantu cucu, tidak boleh tidur pada malam itu,dalam upaya mendoakan kedua orang tua,agar berusia panjang.

Momentum ini,merupakan kesempatan emas bagi seluruh anggota keluarga,baik yang masih tinggal satu atap,maupun yang sudah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri untuk datang dan berkumpul bersama sama. Makan malam bersama dan sekaligus saling memaafkan, antar sesama anggota keluarga, menyongsong Tahun Baru Imlek.

Kini, momentum untuk pertemuan akbar dengan seluruh anggota keluarga besar,sudah hampir tidak pernah terdengar lagi.Bahkan  tidak jarang, untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek kepada orang tua, ada yang merasa cukup,hanya via telpon saja, Sebuah kehilangan besar dari adat keturunan Tionghoa,karena justru hal ini merupakan sebuah pelajaran budi pekerti,yakni menghormati dan menghargai ,serta menunjukkan rasa bhakti dari anak,terhadap orang tua,yang sudah melahirkan dan bersusah payah membesarkannya.

Tapi, ya begitulah. walaupun pahit rasanya,tapi ini adalah fakta yang tak terbantahkan, bahwa lambat laun, waktu telah mengubah pandangan terhadap falsafah hidup dan budaya yang dulunya dikawal dengan penuh hormat.

Tepat Tengah Malam

Diawali dari yang paling utama kedudukannya dalam rumah tangga, yakni kakek nenek ,kalau masih hidup,kemudian menyusul ayah dan ibu,baru diikuti oleh anak mantu sesuai levelnya.

Membakar hio dan kemudian berdoa ,untuk menyatakan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus memohonkan perlindungan dan rejeki untuk tahun baru.Walaupun tradisi ini merupakan tradisi dari Pemeluk aliran Khong Hu Cu, tapi anak mantu yang walaupun sudah beragama Katholik, biasanya ikut juga berdoa. Karena walaupun cara berbeda,tapi tujuannya untuk bersyukur kepada Tuhan.

Ketika ayah ibu dan nenek saya masih hidup, sebagai orang yang terlahir dari keturunan Tionghoa, tidak dapat membedakan ,antara agama  Budha atau Pemeluk Khong Hu Cu.

Selesai Acara Syukuran

Selesai acara syukuran,maka tengah malam itu juga, babi dan kambing ,dipotong potong dan dibagikan kepada para tetangga,baik yang merayakan Imlek,maupun tidak,selama mereka mau menerimanya. Jadi disini,kita tengok,bahwa sesungguhnya,sejak tempo doeloe,sudah ada tradisi hidup berbagi.

Kalau tetangga yang akan dibagikan ,daging persembahan cukup banyak,maka Tuan rumah ,mengenyampingkan jatah untuk, rumahnya sendiri.Karena menurut kepercayaan,semakin banyak yang dibagikan,maka akan semakin banyak rejeki yang akan diperoleh.Seirama dengan hukum tabur tuai ,dijaman kini.

Tradisi yang Mulai Punah

Tetapi tradisi yang cukup unik dan menarik,karena menyirat pesan moral,yakni:

  1. tahu bersyukur
  2. tahu hidup berbagi
  3. untuk Tuhan ,memilih yang terbaik
  4. Begadang,petanda cinta pada orang tua

Acara Terima Soja

Soja adalah cara memberikan hormat kepada orang yang tingkatannya lebih tua. Jadi walaupun usianya mungkin saja lebih muda ,tapi karena levelnya dalam keluarga adalah lebh tinggi,misalnya adik kandung ibu atau adik kandung ayah,maka adalah wajib memberikan ucapan selamat Tahun Baru Imlek dengan jalan Soja. Yakni merangkapkan kedua belah tangan dan memberikan hormat.

Soja ini,juga sudah mulai tergerus waktu,apalagi generasi muda keturunan Tionghoa,kini main tabrak saja,yakni besar kecil,tua muda ,hanya disalami, Kalau tempo doeloe,dianggap tidak tahu aturan, Tapi ya ,gitulah,zaman sudah berubah, dan selangkah lagi,mungkin saja Imlek akan kehilangan marwahnya.

Apalagi,seiring, para tetua,satu demi satu sudah dipanggil Tuhan dan dalam rumah tangga sudah tidak ada lagi orang tua,yang mengingatkan ,maka tradisi unik ini,pelan pelan tergerus oleh zaman dan hampir tidak lagi terdengar.

Generasi muda tidak lagi mau direpotkan dengan segala ritual,yang dianggapnya tidak lagi penting, Ditambah lagi,dengan semakin banyaknya, yang memeluk agama lain,dan meninggalkan aliran Khong Hu Cu ini.

Yang masih tersisa,hanyalan :" Gong Xie Fat Choy"  dan pesta makan disana sini. Inti dari perayaan Tahun Baru Imlek sendiri,semakin lama ,semakin mengabur .Dikuatirkan,kelak anak anak cucu ,generasi keturuan Tionghoa ,kedepannya sudah tidak lagi memahami apapun tentang Tahun Baru Imlek,kecuali pesta makan dan Angpau

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun