Buktinya.disamping kedai kami,disebelah kiri,tinggal ONE Â yang berasal dari Pariaman,suaminya pak Udin dan putrinya Fatima,serta kedua adiknya. Didepannya ada pak Pidik,yang juga asal Pariaman.Sementara didepan kedai kami ,ada Ko put On,asal dari pulau Telok.
Persis didepan kedai kami,berjejeran ibu ibu yang jualan sayur dan sorenya ,barang dagangan yang tidak terjual,dititip dikedai kami. Hanya 4 langkah dari sana,ada Ncek Sampelo,yang jualan daging babi.
Nah,ini hanya sebagai secuil gambaran saja,tentang kondisi ,ketika kami tinggal di Pasar Tanah Kongsi. Belasan tahun berlalu, wanita  Minang ,tetap saja mengenakan sarung dan kerudung,sementara wanita Tionghoa yang Kong Hu Cu atau Budha,tetap saja setiap hari pasang hio di depan kedainya. Tak ada yang pindah agama dari kedua belah pihak.Padahal selama belasan tahun,tinggal hanya berbataskan dinding yang sudah lapuk.
Bahkan ONE ,sudah mengangap kami sebagai keluarganya,Ketika saya tergolek sakit, selalu menyempatkan diri datang dan bawa bubur untuk saya,padahal hidupnya sendiri, tidak lebih baik dari kami.
Rekaman Pembicaraan Antara Penjual dan Pembeli di Pasar
Kalau kita berbelanja di toko atau di supermarket, mana pula pake nanya nanya nama segala, Yang penting ,tunjuk barang,bungkus dan bayar ,selesai, Tapi di Pasar Rakya,yang berbelanja ,umumnya dari tahun ketahun,orangnya  dari keluarga yang itu itu juga,sehingga terjalin komunikasi,bagaikan antar sahabat,Bukan lagi antara pembeli dan penjual.Saya coba menuangkan beberapa rekaman pembicaraan :
"Nia,mama koq nggak datang hari ini? tanya saya sebagai penjual kelapa kepada anak pelanggan ,
"Mama sakit Om" Jawab sianak
"Haa,sakit apa?' Salam sama mama,bilang cepat sembuh ya" jawab saya.
Nah,bayangkan itu adalah rekaman percakapan antar penjual dan Pembeli di pasar rakyat yang bernama Tanah Kongsi
Dilain waktu,ketika saya tergelak sakit dan istri saya menggantikan jualan kelapa.giliran Pembeli yang nanya:" Koko mana ? tanyanya kepada istri sayaÂ