Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Beda Negeri, Beda Rasa Kaya

5 Januari 2017   17:57 Diperbarui: 5 Januari 2017   18:09 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beda Negeri, Beda Rasa Kaya

Di  Negeri Kita Dianggap Makanan Murahan.,Ternyata di Negeri Orang Jadi Rebutan

Kalau kita berkunjung ke kampung kampung,maka adalah sangat wajar, bila disuguhkan pisang rebus, ubi rebus dan secangkir kopi pahit. Dan ketika pamitan pulang,garase mobil bisa jadi penuh dengan jagung, buah alpukat, pepaya dan lainnya,karena merupakan hasil kebun sendiri.

Akan tetapi bila di kota, ketika membezuk orang sakit atau melahirkan,maupun mengunjungi rumah teman atau kerabat, amat jarang orang membawa jagung  atau buah Alpukat ,sebagai buah tangan. Karena dianggap kampungan dan buah murahan. Biasanya ketoko buah yang menyediakan keranjang berisi : apel.buah anggur maupun buahan impor lainnya. Walaupun tidak ada aturan tertulis,tapi seakan sudah menjadi aturan masyarakat luas dan diterima sebagai sebuah kewajaran.

remis,kalau dikampung saya,bisa dibeli per onggok ,nggak perlu ditimbang,karena harganya sangat murah.silakan tengok label harga di gambar /dok ,pribadi
remis,kalau dikampung saya,bisa dibeli per onggok ,nggak perlu ditimbang,karena harganya sangat murah.silakan tengok label harga di gambar /dok ,pribadi
Mengundang Tamu Makan Dirumah

Begitu juga ,entah karena alasan apapdaun,mengundang tamu makan siang,maupun makan malam dirumah kita,mana mungkin kita menyediakan ikan teri atau remis,atau kacang panjang di meja makan. Karena disamping tidak lazim dilakukan, bisa bisa kita dinggap pelit atau kurang menghargai tamu... Karena bahan makanan yang disebutkan sudah mendapatkan stigma, sebagai makanan murahan atau makan rakyat kecil.

Kalau kita menyediakan menu seafood, setidaknya harus ada ikan kakap, Kerapu atau Ikan Tenggiri, yang merupakan jenis jenis ikan yang termasuk ikan elit,Kami pernah mengundang teman makan siang disalah satu restoran seafood di Mangga Besar.Pesan menu : ikan kakap satu ekor,berat 4 Ons, tahu dan sayuran, Kami makan berempat orang.

Selesai makan tengok tagihan, ternyata 815 ribu rupiah. Kaget pasti,tapi kan gengsi ,ada teman disana, jadi terpaksa bisik bisik saja pada istri ,Ternyata satu ekor ikan kakap dinilai Rp.475.000. plus nasi ,sayur dan minuman,sehingga total makan berempat hampir satu juta rupiah.

Terus gimana? Masa iya undang teman makan siang dan disuguhi ikan teri? Gengsi dong...

  1. Ada berbagai alasan,mengapa hal ini tidak dapat diubah dalam tata krama di masyarakat kita.. Antara lain:
     Risih rasanya ,tamu datang sesekali,koq cuma disuguhi ikan teri, remis atau kacang panjang
  2. Gengsi, karena kuatir ,dianggap tidak mampu membeli ikan Kakap atau Ikan Tenggiri
  3. Kuatir ,akan jadi buah pembicaraan ,bahwa undang orang,tapi disuguhi makanan murahan
  4. Terbiasa ,mengedepankan tampilan mewah,  manfaat makanan, tidak masuk hitungan.

Gengsi Belanjaan “Barang Murahan”

Gaya penyediaan makanan seperti ini, merembet kepada kebiasaan ibu ibu berbelanja ke pasar. Tengok yang beli sayur dan ikan teri atau remis, hanyalah orang orang yang kurang mampu.Sedangkan ibu ibu elit, lebih senang berbelaja bahan makanan elit,seperti udang, ikan kakap atau ikan Kerapu,maupun sayur mayur elit,

Beda Negeri ,Beda Rasa Kaya

Beda negeri ,beda rasa kaya.. Misalnya,kalau dikampung kita buah pepaya atau alpukat jambu,rambutan,manggis, duku, sangat murah,disini amat jarang warga Australia beli pepaya satu buah. Begitu juga,anak anak dikasih makan buah alpukat,cuma setengah satu orang karena harga perbuah adalah sekitar 3- 4 dolar atau Rp.30.000 per satu buah.

Harga Teri ,2 Kali Harga Daging

Harga ikan teri disini ,berkisar 14-15 dolar perkilogram,atau dua kali lipat dari harga daging.Itupun tidak dapat setiap hari. Harus pesan dulu,pada penjual ikan.Kalau nggak,begitu masuk,dalam waktu sejam ,akan habis dan kita tidak akan kebagian.

Ikan teri, pasti semua orang tahu dan pernah menikmatinya, kecuali yang tidak pernah merasakan hidup dalam kekurangan. Karena ikan imut imut, yang ukurannya hanya berkisar antara 3 sampai 5 cm ini, dapat diperoleh disetiap pasar, terutama yang berlokasi tidak jauh dari laut. Kalau di kampung saya,ikan teri ini dikenal dengan nama :” bada”. Ada teri biasa, ada teri nilon yang dagingnya transparan, namun ukurannya lebih kecil dan ada juga teri medan. Harganya sangat murah, nggak pakai ditimbang timbang, tapi diukur berdasarkan onggokan atau tempurung kelapa.

Ada yang dijual dalam kondisi segar dan ada juga yang dijual setelah dikeringkan. Biasanya paling banyak ditemukan di pasar pasar tradisional, karena di supermarket jarang mau menjualnya, mengingat harganya yang sangat murah. Dan pembeli umumnya adalah dari kalangan menengah kebawah.

Ini Sebabnya Teri Sangat Laris di Australia

Orang Australia,umumnya tidak suka makan ikan asin atau teri yang sudah dikeringkan.Mereka suka teri segar ,karena berbagai penelitian di Australia mengedepankan bahwa ,si imut imut Teri, sangat bermanfaat ,bagi tubuh manusia,antara lain:

  • kadar kalsium yang sangat tinggi
  • bermanfaat  mencegah pengeroposan tulang
  • mencegah kerusakan pada gigi
  • sangat dibutuhkan bagi wanita hamil
  • bermanfaat bagi pertumbuhan anak

Karena teri ini dapat dikonsumsi secara utuh, bersama tulang tulangnya, Sedangkan ikan yang besar, hanya dapat dikonsumsi dagingnya saja. Sedangkan justru pada tulang belulang ikan inilah terdapat kadar kalsium yang diperlukan tubuh.

Orang Australia tidak makan ikan yang sudah dikeringkan, karena menurut mereka tidak sehat dan jutru ikan asin dapat merusakkan tulang. Nah,lain padang ,lain pula belalangnya, Lain negeri, beda pula "rasa kaya"nya

Makanan dan buahan yang di negeri kita, tidak dihargai orang, disini ternyata sangat diminati. 

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun