Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keteladanan adalah Kothbah yang Bernyawa

1 Januari 2017   20:33 Diperbarui: 6 Januari 2017   08:27 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pastor Joe, walaupun berusia muda, namun sudah menunjukkan bahwa ia layak menjadi Pemimpin umat di Parokinye dengan mengedepankan jalinan persahabatan dengan umatnya. Tak sekali juga mengritik dari mimbar. Tak pernah menyuruh-nyuruh umat menyumbang, apalagi sampai menakut-nakuti dengan neraka.  Cukup dengan mengatakan "Teman-teman semuanya yang saya kasihi, bagaimana kalau sebagian dari uang yang mau kita belanjakan untuk rayakan tahun baru, kita sisihkan sedikit untuk saudara saudara kita yang kurang beruntung"  Jangan ada yang terpaksa memberikan. Karena kalau terpaksa memberi, maka apapun yang diberikan sudah tidak lagi bernilai.

Dan yang dengan rela mau menyumbang  dapat menyerahkan kepada  panitia tanpa disentuh oleh Pastor .

Kisah Dinegeri Orang

Sepotong kisah dari sosok warga Vietnam yang merantau dan menjadi Pastor di Western Australia ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan urusan dalam negeri kita. Tapi mungkin dapat dijadikan cermin diri bahwa menjalin hubungan persahatan dengan orang banyak jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan memberikan kotbah yang berapi api tapi tidak pernah dipraktikkan.

Ia memberikan contoh nyata sebagai Pemimpin Umat dengan pembawaannya yang tidak ingin dilayani maupun diagung-agungkan. Sebaliknya menempatkan dirinya sebagai pelayan umat. Tidak pernah minta ini dan itu, malahan membagi bagikan hadiah dari uang pribadinya. Karena uang hasil kolekte, sama sekali tidak disentuh oleh Pastor.

Refleksi Diri

Mengapa saya menuliskan artikel ini? Karena sangat risih menyaksikan cukup banyak orang yang entah sadar ataupun tidak telah mengangkat dan melantik dirinya sendiri menjadi Wakil Tuhan.

Yang dalam kehidupan sehari harian sangat cepat sekali dalam menilai, mengambil kesimpulan, dan kemudian menjatuhkan vonis terhadap orang lain. Seakan Tuhan sendiri sudah menobatkannya sebagai Juru Bicara Tuhan. Sehingga tanpa merasa perlu menanyakan informasi terlebih dulu, menengok sesuatu yang dinilainya tidak sesuai dengan pendapatnya, maka langsung menjatuhkan vonis.

Bercermin Diri

Secara umum, setiap orang merasa dirinya sudah rapi. Karena itu perlu adanya cermin sebagai tempat kita bisa berkaca diri. Ternyata setelah berkaca diri baru kita tampak bahwa masih banyak yang perlu dibenahi. Rambut yang masih belum rapi tersisir. Kancing baju ada yang belum terpasang rapi atau mungkin saja restluting celana belum terkancing .

Nah dengan bercermin diri, kita dapat memperbaiki pakaian dan dandanan yang belum rapi. Dalam kehidupan kita perlu bercermin diri,dengan menengok dan belajar dari orang lain agar dapat mengetahui dimana letak kekurangan diri kita, sehingga lebih mudah bagi kita untuk memperbaiki diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun