Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Papua Bukan Hanya Koteka dan Raja Ampat

21 Desember 2016   09:08 Diperbarui: 21 Desember 2016   10:13 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai satu dari antara 250 warga Indonesia, saya sungguh sangat bersyukur,bahwa kami berdua ,diberikan kesempatan oleh Sang Maha Pencipta,untuk mewujudkan impian kami,yakni mengelilingi Nusantara ,dari Sabang hingga ke Merauke. Butuh waktu bertahun tahun bagi kami untuk dapat menjadikannya sebuah realita.Mengingat tanah air kita,merupakan  negara kepulauan,yang tidak dapat dikunjungj dengan mengunakan satu moda transportasi saja. 

Disamping memanfaatkan pesawat terbang,kami juga menempuh jalan darat yang lumayan jauhnya. Salah satu contoh,untuk mengunjungi Tanah Toraja,kami menggunakan jasa travel dari Makasar. Membutuhkan waktu sekitar hampir 13 jam,dengan menempuh jalanan yang sempit dan berlubang lubang.Sehingga kendaraan berdisko sepanjang perjalanan . Sementara itu untuk mengunjungi  Sabang ,kami harus memanfaatkan jasa angkutan laut,sehingga baru dapat tiba di Indonesia Zero. Begitu juga dari Samarinda,juga harus menumpang kapal kecil ,agar dapat tiba di Tengarong.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Kembali ke topik

Bertepatan ada kompetisi yang diadakan oleh Kompasiana yang bekerja sama dengan PT Freeport untuk menuliskan hal hal yang berhubungan dengan Tanah Papua.untuk mengungkapkan berbagai keberagaman yang hidup di Indonesia, seperti budaya, bahasa, serta pesona  alamnya.Dan salah satunya adalah Tanah Papua. Selama ini,kebanyakan orang ,bila mendengarkan nama :"Papua" ,maka yang terpikirkan hanyalah :" koteka dan Pesona Raja Ampat". Hampir senada dengan pemahaman orang diluar negeri,yang belum pernah berkunjung ke Indonesia,menganggap ,bahwa Bali itu adalah Indonesia, Padahal Pulau Bali,hanya salah satu dari sekian ribu pulau yang tersebar diseluruh nusantara.

Kompetisi ini,tentu dimaksudkan  sebagai salah satu upaya,untuk  membangun masa depan Tanah Papua ,dengan cara mengekpos segala potensi yang menarik dari pulau yang berada di paling ujung timur wilayah Indonesia ini,. Dalam upaya ,mengangkat  keunikan Papua da membuka jalan bagi  masa depan pariwisata Papua.

Yang Sudah Kami Kunjungi di Papua adalah: 

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Jayapura

Jayapura yang merupakan ibu kota Papua,merupakan kota yang paling sering kami kunjungi,Karena diundang oleh Pak Wayan,yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial dan berkantor di Abepura,. Kami juga tinggal di Mess,karena kegiatan kami berhubungan dengan kegiatan sosial yang diselenggarakan pada waktu itu. Berbicara tentangn Jayapura,tentu tidak mungkin terlewatkan Danau Sentani.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Disini ,sambil menikmati  pesona Danau Sentani,ada restoran di pinggir danau,dimana kita dapat menyantap  ikan fresh from the lake ,yang dibakar dan dibumbui sambal lado..Sungguh kenikmatan sepiring makanan,tak luput semakin terasa enaknya,bila disantap ditempat dimana kita dapat sekaligus memanjakan mata kita. 

Air danau yang tenang,pemandangan indah dan sejuknya semilir angin,membuat untuk sesaat kita terlena akan semua masalah hidup yang pelik pelik.Rasanya duduk seharian disini,ditemani secangkir kopi ,akan membuat orang betah,tidak hanya menikmati gurihnya ikan bakar segar,tapi juga mendapatkan ketenangan jiwa ,berhadapan dengan alam yang damai dan jauh dari noda kebencian dan kemunafikan manusia.Sungguh berlama lama disini,dapat membuat orang lupa diri,Karena bagaikan berada di taman firdaus.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Berburu Matahari Terbenam  di Biak 

Kami disediakan kamar suite room di Hotel Instia,yang berdampingan dengan pantai .Karena itu ,ketika hari mulai temaram,kami tidak melewatkan moment sangat berharga ini,yakni berburu  matahari terbenam Mentari di senja itu sudah mulai menyelinap di antara gumpalan awan. Percikan cahayanya masih menyisakan  aneka ragam warna,yang memantul ulang dalam kemilaunya air laut yang membentang.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Pantai Biak tampak,bagaikan  gadis desa yang belum tahu bersolek,dibalik pakaiannya yang sangat sederhana, tanpa dipoles dengan kosmetik apa pun.Namun kemolekannya, tak kalah bila  disandingkan dengan Pantai Pataya di Thailand. Walaupun tak terbersit adanya turun  turun tangannya jemari anak manusia yang tampak berupaya untuk   memberikan warna pada keelokan alam di sini. 

Di tepi pantai ini,tampak bebatuan karang yang lebih besar dari pelukan orang dewasa,serta  tempat berteduh yang tercipta dari daunan pohon kelapa yang tumbuh subur disana.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Menyaksikan semuanya ini, mampu memupus rasa letih dan kantuk ,walaupun  penerbangan telah  menghabiskan waktu,total hampir 12 jam,dari Bandara Soetta,termasuk stop over di Bandara Sultan Hasanuddin,hingga mendarat dengan selamat di Bandara Franss Kasiepo di Biak. Bahkan  temaramnya sinar mentari ,sama sekali  tidak menyurutkan kemolekan pantai ini Bahkan serasa semakin menebarkan pesona yang  mampu menghipnotis siapa pun yang memandangnya.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Momentum  emas ini tentu tidak saya  sia-siakan dan berkali kali ,camera saku merk Samsung ,yang senantiasa menemani kantong saya, memancarkan kilatan .untuk memastikan ,bahwa minimal salah satunya dapat diabadikan.

Dari sini,sayup-sayup sampai ,tampak   kapal-kapal ukuran kecil, berlalu-lalang, bagaikan sabut yang terombang-ambing di depan pelabuhan Biak. Serasa tak puas mata mereguk segala keindahan alam di sini. Semakin menghadirkan kepenuhan rasa syukur yang bersemai di dalam hati. Bagi yang belum pernah menapakkan kakinya di Biak,mungkin sejak dari sekarang perlu menciptakan niat dihati ,bahwa suatu waktu akan berkunjung kesana.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Sore itu. kami dibawa untuk berkunjung ke supermarket "Amerika" yang berlokasi hanya sekitar 30 menit dari lokasi Hotel,dimana kami akan menginap].Kami berkendara dengan di sopiri oleh Mas Rizal ,yang berasal dari Pulau Buton. Didampingi pak Wayan dan pak Carlos. Sekitar 40 menit berkendara, dari kejauhan tampak pos penjagaan.

"Kita sudah memasukki daerah 'Freeport " kata mas Rizal memberitahu dan segera melambatkan lajunya kendaraan. Membuka kaca jendela dan berhenti sejenak di pos penjagaan ,mengatakan sesuatu dan melambaikan tangan

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Dari kejauhan,tampak ada Masjid dan Gereja yang saling berhadapan.Maka kami manfaatkan untuk berhenti sejenak,untuk mengabadikan perjalanan kami. Gereja Betlehem di Kuala Kencana ini,menurut pak Carlos ,merupakan gereja Oikume.PT. Freeport Indonesia , juga membangun tempat ibadah masjid dan gereja untuk para penambangnya di bawah tanah di Tembagapura, Mimika, Papua.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Dua tempat ibadah itu dibangun benar-benar di perut bumi karena berada sekitar 1.500 meter dari permukaan tanah.yang merupakan tempat beribadah pertama yang dibangun di bawah tanah.. 

Gereja diberi nama Oikumene Soteria yangi keselamatan dan masjid diberi nama Baitul Munawar yang artinya pintu tempat cahaya. Total kapasitasnya dalah 200 orang.Tapi sayang sekali,kami belum mendapatkan kesempatan untuk berkunjung kesana,karena harus ada ijin berkunjung.

foto: tjiptadinata effendi
foto: tjiptadinata effendi
Sungguh terbukti bahwa Tanah Papua itu bukan hanya Koteka dan Raja Ampat,tapi ada Biak yang memukau,khususnya  bagi yang suka berburu matahari terbenam. Ada Timika dengan bandaranya yang unik dan masih  ada Merauke, Sorong ,yang dilain kesempatan akan saya tulis.
Whitford, 21 Desember, 2016

Tjiptadinata Effendi

*) catatan: semua foto adalah dokumentasi tjiptadinata effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun