Namun tentu saya tidak tahu sifat semua orang Australia, hanya berdasarkan pengamatan dari teman-teman yang cukup dekat bergaul dengan kami maupun dengan keluarga putra dan putri kami.
Ulasan singkat ini tentu bukan bermaksud mengatakan bahwa  orang Indonesia tidak mementingkan keluarga. Hanya saja, biasanya kalau anak sudah berkeluarga, maka mereka merayakan Natal diantara teman-teman mereka. Bahkan tidak sedikit mud- mudi di Indonesia sama sekali tidak pernah merayakan Natal bersama keluarga karena mereka sibuk dengan acara masing-masing, Maka orang tua dan Opa Oma harus cukup puas merayakan Natal di Gereja.
Selama masa Advent atau masa Penantian, kotak sumbangan diedarkan dua kali selama Misa. Pertama untuk yang menyumbangkan dalam bentuk tunai yang terdiri dari lembaran 5-10 dolar dan uang koin.
Sedangkan kloter kedua khusus mengumpulkan sumbangan dalam amplop Natal yang jumlahnya lebih besar, bahkan banyak yang dalam bentuk cek. Sumbangan ini dihitung oleh beberapa orang umat yang di tunju . Jadi, Pastor sama sekali tidak ikut dalam urusan uang. Seluruh hasil sumbangan diumumkan dan ditempelkan secara tertulis di kertas Misa.
Di samping kado Natal yang di sumbangkan warga untuk orang orang yang dianggap pantas untuk menerimanya, juga dibagikan uang dalam bentuk tunai. "Orang miskin juga berhak untuk merayakan Natal bersama keluarga mereka. Dan kewajiban kita yang hidupnya sudah berkecukupan untuk mengulurkan tangan untuk membantu agar saudara saudara kita yang berkekurangan dapat juga merayakan Natal bersama keluarga mereka" Kata Pastor dalam kotbah Natalnya.
Selanjutnya, dalam menutup kotbahnya, Pastor mengingatkan bahwa mengucapkan "Merry Christmas". Memang bagus, tapi memberi bantuan dalam bentuk nyata, sehingga saudara-saudara kita dapat ikut merayakan Natal bersama keluarga mereka adalah yang terbaik, karena yang paling membahagiakan dalam merayakan Natal adalah ketika kita mampu menghadirkan kegembiraan Natal dalam keluarga kita, tapi juga menghadirkan kegembiraan dalam hidup orang orang miskin.
Bila memang keuangan mengijinkan untuk merayakan Natal di restoran mewah atau belanja besar-besaran di akhir tahun, tentu saja tidak ada salahnya. Akan tetapi juga tidak ada salahnya bilamana kita ingat, bahwa ada keluarga yang merindukan untuk dapat merayakan Natal, namun kondisi mereka tidak memungkinkan. Mereka sedang menunggu uluran tangan tangan kita.
Saya dan keluarga sudah merasakan selama 7 tahun, kami hanya dapat merayakan Natal di kedai kumuh, tanpa kue, tanpa pohon Natal. Hanya menyanyikan lagu Natal dengan penuh keprihatinan bersama putra kami, Tidak seorangpun yang mengulurkan tangan agar setidaknya putra kami dapat menimati sepotong kue Natal.
Peristiwa ini menjadi pelajaran pahit dan paling berharga dalam hidup kami bahwa  hidup berbagi itu sangat indah tanpa membedakan kepada siapa kita berbagi. Karena kasih itu tidak terbatas. Kasih itu memaafkan dan dan kasih itu penuh dengan belas kasih terhadap sesama, apapun sukunya, apapun agamanya. Karena kasih adalah tanpa sekat dan dinding pemisah.