Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tinggi Ilmunya, Tinggi Terbangnya, tapi Tetap Rendah Hatinya

10 Oktober 2016   14:31 Diperbarui: 11 Oktober 2016   07:38 1531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Budi Soehardi di Kompasianival 2016

Sedang asyik ngobrol sana sini sama teman teman, tiba tiba ada sms masuk, dari mbak Widha (Admin). ”Maaf, sebelum acara Pak Tjip harap ke ruang VIP untuk berkenalan dengan narasumber lainnya, yakni Pak Budi Soehardi dan mbak Wulan," kemudian saya jawab ”Terima kasih mbak Widha, saya biar di sini saja ya. Saya tidak biasa meninggalkan istri sendirian di luar. Ntar sebelum acara saya sudah siap di depan panggung.”

Tapi baru beberapa menit menjawab sms, tiba tiba ada seorang gadis mendatangi, sambil tersenyum, ”Maaf pak Tjip, nama saya Gilang, Bapak ditunggu di ruang VIP, ibu boleh diajak sekalian pak.” 

Karena mendengarkan bahwa istri boleh diajak ,langsung saya berdiri dan menggandeng istri saya. Tapi begitu menuju kepintu masuk ruang VIP, ternyata disana sudah ada yang menanti untuk minta foto bersama. Mana mungkin saya tolak? Jokowi saja mau foto bareng, masa iya saya tega mengatakan tidak? Maka jepret sana jepret sini. Tapi baru habis jepret, ternyata masih banyak yang antri mau foto bareng. Jadi ge er juga saya, kayak selebritis saja rasanya…hehe

Akhirnya lumayan lama, sekitar 15 menit dicekal di depan pintu masuk VIP baru saya dan istri masuk diantarkan oleh Mbak Gilang yang selalu tersenyum. Memperkenalkan saya dengan pak Budi.

Tinggi Ilmunya, Tinggi Terbangnya, tapi Rendah Hatinya

Ternyata bertemu dengan sosok yang ganteng ini kami berdua disambut hangat. Seakan sudah kenal lama, padahal kami baru beberapa menit berkenalan. Tak tampak sedikit juga sosok pria yang berbadan tegap ini memasang sekat atau memberi signal bahwa ia adalah sosok orang pintar dan berkedudukan tinggi, sebagai Kapten Pilot.

Ternyata latihan untuk jadi penerbang ditekuninya di Australia. Dan kemudian menjadi Kapten Pilot di penerbangan asing. Setelah pensiun sebagai penerbang, merasa ada panggilan jiwa untuk terjun kedunia sosial dengan mendirikan yayasan dengan motto “Togetherness is our strength” dengan didukung sepenuhnya oleh istri tercinta, Peggy.

Kami bercerita bagaikan sudah sangat lama berteman tanpa ada rasa risih sedikit pun. Hal ini tak lepas dari sikap rendah hati yang ditampilkan oleh mantan Kapten Pilot ini. Sinar matanya yang tenang dan menebarkan kasih sayang mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi siapa saja yang sedang berbicara kepadanya.

Sedang asyik kami bercerita, tiba tiba ada panggilan, bahwa keluarga pak Budi sedang menunggu di luar ruangan. Maka Pak Budi pamitan untuk keluar ruangan.

Beda Gaya dan Cara, Namun Tujuan Kami Sama

Gaya dan cara pak Budi menerapkan hidup berbagi tentu sangat berbeda dengan gaya dan cara yang kami aplikasikan selama ini. Pertama, latar belakang pendidikan berbeda dan kemampuan untuk berbagi yang juga berbeda. Namun ada kesamaan antara kami berdua, yakni sama sama ingin mengisi hidup dengan melakukan sesuatu yang berarti untuk meringankan penderitaan orang lain.

Sesungguhnya setiap orang yang kita jumpai dapat dijadikan guru kehidupan. Karena betapapun hebatnya kita, pasti kita tidak mampu menguasai segalalanya. Maka di sinilah letaknya peluang kita untuk dapat memetik hikmah setiap kali bertemu dan berbicara dengan orang lain. Bagi saya, Pak Budi Soehardi ini adalah sosok yang mengingatkan saya agar tetap rendah hati.

Bahkan sebelum berpisah, bukannya saya yang minta foto bersama, malahan pak Budi yang mendahului minta foto bersama. Sekali lagi dalam hal hal kecil ini pak Budi sudah menunjukkan kerendahan hatinya.

Ilmu boleh tinggi, tinggal boleh di luar negeri, pesiar-pesiar ke berbagai negara, namun tetap humble. Karena kerendahan hati adalah jembatan yang mampu mempertautkan segala perbedaan.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun