Untuk mengaplikasikan hidup berbagi, tidak harus menunggu hingga hidup mapan atau berkecukupan, Dengan kemampuan yang kita miliki,sesuai kondisi masing masing, sesungguhnya setiap orang dapat menerapkan hidup berbagi. Salah satunya adalah berbagi hidup sehat. Karena nilai seseorang bukanlah terletak pada sebaris titel yang disandangnya. Bukan juga pada ketinggian jabatan yang disandangnya,melainkan seberapa besar manfaat dari kehadirannya didunia ini, dapat dirasakan oleh orang lain. *
Berawal dari pengalaman pribadi ,yang beberapa kali tergeletak karena berbagai gangguan kesehatan ,yang hampir merenggut nyawa,menyebabkan saya sangat menyadari betapa pentingnya menjaga kesehatan. Operasi yang tidak berhasil di Indonesia, memaksa saya  untuk menginap di Rumah Sakit Mount Elisabeth di Singapore .Ditemani oleh istri tercinta. Setelah total medical check up, di rontgen, MRI , Citiscan , Xray, blood test ,urine test ,faces test dan entah apalagi istilahnya,tim dokter yang merawat saya ,dengan wajah serius mengatakan :"  Sorry,tidak ada jalan lain, Mr.Effendi. Anda harus dioperasi ,karena infeksi yang sudah parah."
Saya dan istri terdiam. Dokter Theo, dapat menangkap kegamangan kami berdua dan melanjutkan :"Silakan anda merundingkannya. besok kasih jawabannya ya. " . Kemudian tersenyum dan pamitan.  Itulah awal saya berkenalan dengan meja operasi di Singapore. Dua kali saya operasi disini dan kemudian untuk ketiga kalinya di Glen Eagle Hospital, masih di Singapore juga. Total hampir 9 bulan saya tinggal di Singapore untuk berobat. Namun hasilnya, tidaklah seperti yang diharapkan. Sejak itu saya bertekad dalam hati saya, seandainya suatu waktu saya mendapatkan kesempatan ,untuk mempelajari tehnik terapi yang dapat membantu menyembuhkan orang,maka saya akan keliling  seluruh nusantara .
Doa Saya Dijawab
Niat yang baik dan hasrat hati untuk menerapkan hidup berbagi, ternyata menemukan jalannya. Pertama kali,saya dikenalkan oleh putra pertama kami,yang baru selesai study di California State University, bahwa di Amerika Serikat ,pada waktu itu sudah berkembang pesat terapi Bioenergy ,karena ternyata sudah terbukti manfaatnya. Bahkan salah seorang dokter terkenal ,yakni dr. Herbert Benson Md. telah melakukan berbagai penelitian,bahwa  sesungguhnya penyembuhan gangguan kesehatan manusia itu seharusnya bersifat holistik. Yakni tidak hanya menyembuhkan phisiknya, tapi juga secara psychis .
Dengan menekuni tehnik terapi bioenergi ini, ternyata saya bisa sembuh secara total. Terobesi ingin memperdalam ilmu ini, saya dan istri ke Tibet,yang konon  merupakan sumber atau dimana ilmu terapi bioenergy atau dikenal juga sebagai reiki ini, berasal. Sepulang dari Tibet, saya dan istri mula menerapkan ilmu ini untuk membantu siapa saja. Dalam waktu singkat, pasien yang datang semakin banyak, sedangkan secara hukum, saya sama sekali tidak mempunyai pegangan apapun .Maka atas saran teman teman,kami mendirikan sebuah Yayasan pada tahun 1998.
Mulai Berkeliling ke Seluruh Nusantara
Saya ajak istri saya untuk berkeliling nusantara.,walaupun sesungguhnya pada saat itu istri saya sedang dipuncak karirnya disalah satu perusahaan nasional, sebagai Financial Consultant. Namun,saya bersyukur, istri saya dengan rela, meninggalkan semuanya,demi untuk mendampingi hasrat hati saya ,menjelajahi seluruh nusantara untuk menerapkan hidup berbagi  dibidang kesehatan.
Dengan berbekal Kep.MenKes RI.nomor: 1076/VII/2003, yang menyatakan bahwa reiki adalah mitra pemerintah dibidang kesehatan ,serta seluruh kelengkaan surat surat yang diperlukan,maka kami memulai pertualangan kami keliling Indonesia.Ternyata antusias masyarakat sangat luar biasa, sehnga beberapa kali kami diminta oleh beberapa stasiun TV,termasuk TVRI Nasional di jakarta,untuk mengisi acara tentang meraih sehat ,dengan menggunakan terapi bioenergi.
Di Jakarta,kami bahkan diberikan fasilitas ruangan di Sekretariat Negara (Setneg). yang berlokasi di Jalan Veteran Jakarta.untuk melayani siapa saja yang mau datang dan minta diterapi.Untuk pelayanan sosial penyembuhan, kami tidak menerima bayaran, kecuali mereka yang ingin belajar ilmu ini.
Di Sumatera Barat, kami mendapatkan dukungan luar biasa dari pejabat pemerintah setempat .Bahkan dari tokoh tokoh masyarakat  dan tokoh agama Ketua MUI  yang pada waktu itu Prof. DR.H. Naroen Haroen M.A. Bahkan Bupati Sawahlunto Sijunjung pada waktu itu, khusus mengundang kami ,untuk melakukan aksi sosial penyembuhan masal.
Bahkan kegiatan untuk berbagi kasih dibidang kesehatan ini, didukung sepenuhnya oleh MenPan pada waktu itu adalah Brigjen.Pol (P)Taufik Effendi Mb, yang bukan hanya sekedar dukungan moril tapi ikut turun tangan memberikan dukungannya.
Di Yogya, kami diundang ke Kraton oleh Sri Sultan dan menyarankan, kalau memungkinkan ,kami jangan hanya berkunjung ke kota kota besar,tapi supaya berkunjung juga ke kampung kampung terpencilSelama perjalanan yang kami tempuh, dukungan dan sambutan hangat yang kami peroleh,bukan hanya dari masyarakat awam,tapi juga dari pemerintah  dimana saja kami berada,sungguh sungguh merupakan angin segar bagi kami.Sehingga seluruh pulau Jawa ,kami jelajahi. Menyusul Lombok, Sulawesi, Kalimantan . Ambon, Tanah Papua. seluruh NTT .sehingga mencapai 132 kota.
Hal yang lebih menggembirakan lagi adalah undangan dari Menteri Kesehatan RI pada waktu itu adalah bu Hj.Sitti Fadillah Supari. untuk mengadakan Lokaskarya di gedung Departemen Kesehatan RI di Kuningan. Ada 21 orang dokter dan dokter Specialis yang ikut dalam proses belajar mengajar di bidang tehnik terapi bioenergi ini.
Kebahagiaan hidup yang terbesar adalah ketika kita mampu berbuat sesuatu untuk menolong orang lain. Untuk menolong tidak harus dengan membagi bagikan uang,tetapi dapat dilakukan dengan berbagi kemampuan yang kita miliki. Contohnya adalah seperti yang kami lakukan,adalah berbagi sehat keapda siapa saja,tanpa memandang asal muasal, tanpa menengok suku ,budaya latar belakang pendidikan,ekonomi,maupun apa agamanya.
Tidak jarang, saking membludaknya yang hadir, sehingga makan siang kami biarkan berlalu begitu saja, Â Tidak tega menengok orang sakit harus menungguhj gilrannya berjam jam. Karena secara pribadi, saya sudah merasakan, sakit itu seperti apa.
Tulisan ini,jauh dari pencitraan diri.Tidak juga dalam konteks pamer diri, melainkan hanya berbagi kisah hidup dan  berharap dapat menjadi motivasi bagi orang banyak. bahwa untuk mengaplikasikan hidup berbagi tidak usah menunggu jadi kaya. Berbagi ilmu. tidak akan mengurangi apapun dari diri kita,melainkan justru semakin banyak kita berbagi ,semakin bermanfaatlah hidup kita,
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H