Di Jakarta,kami bahkan diberikan fasilitas ruangan di Sekretariat Negara (Setneg). yang berlokasi di Jalan Veteran Jakarta.untuk melayani siapa saja yang mau datang dan minta diterapi.Untuk pelayanan sosial penyembuhan, kami tidak menerima bayaran, kecuali mereka yang ingin belajar ilmu ini.
Di Sumatera Barat, kami mendapatkan dukungan luar biasa dari pejabat pemerintah setempat .Bahkan dari tokoh tokoh masyarakat  dan tokoh agama Ketua MUI  yang pada waktu itu Prof. DR.H. Naroen Haroen M.A. Bahkan Bupati Sawahlunto Sijunjung pada waktu itu, khusus mengundang kami ,untuk melakukan aksi sosial penyembuhan masal.
Bahkan kegiatan untuk berbagi kasih dibidang kesehatan ini, didukung sepenuhnya oleh MenPan pada waktu itu adalah Brigjen.Pol (P)Taufik Effendi Mb, yang bukan hanya sekedar dukungan moril tapi ikut turun tangan memberikan dukungannya.
Di Yogya, kami diundang ke Kraton oleh Sri Sultan dan menyarankan, kalau memungkinkan ,kami jangan hanya berkunjung ke kota kota besar,tapi supaya berkunjung juga ke kampung kampung terpencilSelama perjalanan yang kami tempuh, dukungan dan sambutan hangat yang kami peroleh,bukan hanya dari masyarakat awam,tapi juga dari pemerintah  dimana saja kami berada,sungguh sungguh merupakan angin segar bagi kami.Sehingga seluruh pulau Jawa ,kami jelajahi. Menyusul Lombok, Sulawesi, Kalimantan . Ambon, Tanah Papua. seluruh NTT .sehingga mencapai 132 kota.
Hal yang lebih menggembirakan lagi adalah undangan dari Menteri Kesehatan RI pada waktu itu adalah bu Hj.Sitti Fadillah Supari. untuk mengadakan Lokaskarya di gedung Departemen Kesehatan RI di Kuningan. Ada 21 orang dokter dan dokter Specialis yang ikut dalam proses belajar mengajar di bidang tehnik terapi bioenergi ini.
Kebahagiaan hidup yang terbesar adalah ketika kita mampu berbuat sesuatu untuk menolong orang lain. Untuk menolong tidak harus dengan membagi bagikan uang,tetapi dapat dilakukan dengan berbagi kemampuan yang kita miliki. Contohnya adalah seperti yang kami lakukan,adalah berbagi sehat keapda siapa saja,tanpa memandang asal muasal, tanpa menengok suku ,budaya latar belakang pendidikan,ekonomi,maupun apa agamanya.
Tidak jarang, saking membludaknya yang hadir, sehingga makan siang kami biarkan berlalu begitu saja, Â Tidak tega menengok orang sakit harus menungguhj gilrannya berjam jam. Karena secara pribadi, saya sudah merasakan, sakit itu seperti apa.
Tulisan ini,jauh dari pencitraan diri.Tidak juga dalam konteks pamer diri, melainkan hanya berbagi kisah hidup dan  berharap dapat menjadi motivasi bagi orang banyak. bahwa untuk mengaplikasikan hidup berbagi tidak usah menunggu jadi kaya. Berbagi ilmu. tidak akan mengurangi apapun dari diri kita,melainkan justru semakin banyak kita berbagi ,semakin bermanfaatlah hidup kita,