Setiap Hari Kita Belajar  Menahan Diri
Hidup dan berinteraksi dalam kemajemukan masyarakat,suka atau tidak suka,pada diri kita akan dituntut untuk mampu menahan diri. Walaupun dalam beberapa hal, mungkin saja kita merasakan hak hak dan kebebasan kita terganggu.
Walaupun kita hidup di negeri yang sudah merdeka,namun pada kenyataaannya, setiap hari  kita diuji, untuk memahami arti kemerdekaan itu secara hakiki. Contoh nyata adalah bahwa kita tidak mungkin semaunya berkendara di jalan raya,walaupun kita mau cepat cepat tiba dikantor ,agar jangan terlambat. Ada rambu rambu lalu lintas yang haru di patuhi. Ada kesantunan berlalu lintas,walaupun tidak tertulis ,yang tak kalah pentingnya ,Bukan hanya sekedar dipahami,tapi juga dipatuhi.
Dalam kata lain,setiap hari ,kita harus belajar menahan diri. Untuk mengikuti dan mematuhi aturan yang tertulis ,maupun yang tidak tertulis.
Belum lagi  kalau tiba tiba kita dikagetkan oleh bunyi klakson mobil yang ada di belakang kita,hanya karena ingin menyuruh kita minggir dan memberikan jalan kepadanya.
Tiba di Kantor
Tiba dikantor, ketika kita mengucapkan selamat pagi atau menyapa teman sekantor,namun dijawab dengan sikap dingin atau acuh tak acuh. Lagi lagi kita harus pandai menahan diri. Coba bayangkan,seandainya sejak keluar dari pintu pagar rumah,kita tidak mampu menahan diri,maka silakan dihitung entah sudah berapa kali kita berantem dengan orang lain. Ini baru pagi hari,belum lagi ketika usai jam kantor dan dalam perjalanan kembali kerumah, hampir pasti ,kita akan menemukan kembali hal hal ,yang dapat membuat kita marah dan bereaksi.
Disinilah kedewasaan jiwa kita diuji. Â Yakni kemampuan untuk menahan diri.menghadapi berbagai tindakan yang terkadang,bukan hanya tidak menyenangkan,namun tak jarang ,melukai perasaan kita.
Berdamai Dengan Hati
Karena itu, setiap hari,sebelum keluar dari rumah, kita hening sejenak .Berdamailah dengan diri sendiri. ,Pahamilah, bahwa kita hidup di dunia ini dalam kemajemukan yang berganda.  Bukan hanya beda dalam budaya, tapi juga beda latar belakang kehidupan dan mungkin juga beda latar belakang pendidikan. Beda juga dalam hal  kedewasaan dalam cara berpikir dan bersikap.
Kedewasaan dan kematangan jiwa seseorang tidak dapat ditakar ,berdasarkan usia atau berdasarkan titel yang disandangnya,melainkan dari sikap mental dan kemampuan untuk menahan diri ,menghadapi berbagai masalah hidup. Â Yang tidak jarang dapat memicu emosi kita.
Dalam saat saat seperti inilah kita diuji, apakah memang kita sudah sungguh sungguh dewasa, sesuai dengan usia kita . Menjaga image diri ,membutuhkan waktu bertahun tahun,bahkan mungkin juga belasan tahun. Namun untuk merusakkannya,cukup kita melangkah secara emosional, baik dalam tutur kata,maupun dalam tulisan kita, maka dalam sekejab,apa yang sudah kita bangun dengan susah payah ,akan hancur dalam waktu sekian detik.
Karena itu perlu kita selalu mawas diri. Uban yang memutih dikepala ,bukan petanda kematangan jiwa seseorang, melainkan sikap mental.cara berpikir,bertutur kata,menulis,serta bertindak yang menentukannya.
Mengalahkan Diri Sendiri adalah Kemenangan Sesungguhnya
Latih diri setiap hari untuk menahan diri dari sikap emosionall,akan menghantarkan kita kepada pemenangan atas diri kita sendiri, Karena kemenangan yang sejati adalah ketika kita mampu mengalahkan diri sendiri,
Tjiptadinata Effendi/ 23/07/16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H