Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terobesi Terus Mengkritik? Jangan Dianggap Sepele

13 Juli 2016   21:37 Diperbarui: 14 Juli 2016   06:49 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terobesi  Untuk Terus Mengkritik?

Saran dan kritik yang membangun, tentu saja selalu dibutuhkan demi untuk menjadi lebih baik. Orang yang alergi terhadap kritik, selamanya tidak akan pernah mengalami kemajuan di dalam karirnya. Karena menutup diri dan mengganggap diri sudah paling sempurna.

Namun ada orang yang hobinya adalah mengkritik. Apapun dikritik bahkan dapat dikatakan dalam hidupnya, tiada hari tanpa kritik. Mengapa bisa terjadi demikian? Apakah memang hobi mengkritik merupakan hobi paling mengasyikkan di dunia ini?

Bisa Jadi Mengalami Mental Disorder

Orang yang asal kritik patut dicurigai secara tanpa sadar mengalami mental disorder. Apa yang sesungguhnya dimaksudkan dengan Mental Disorder? Mental disorder adalah gangguan mental yang dapat dialami oleh siapa saja. Tidak memilih gender dan lintas usia. Menurut berbagai penelitian di Australia, 1 dari 4 orang mengalami mental disorder, walaupun dalam kadar yang berbeda.

Ada banyak penyebab yang dapat menghanyutkan orang kedalam gangguan kejiwaan, antara lain:

  1. Masa lalu yang gelap
  2. kemiskinan
  3. terhina
  4. tidak mendapatkan kasih sayang
  5. Rasa putus asa

Berbagi Pengalaman

Dalam perjalanan panjang kehampir seluruh pelosok Nusantara, banyak saya temui orang-orang yang mengalami mental disorder. Berpakaian rapi, pintar berbicara ,namun apapun  yang dibicarakannya isinya adalah kritik melulu.

Orang tipe seperti ini, untuk memuaskan dahaga bisa mengkritik orang lain, mau bersusah payah datang dari jauh-jauh. Kehadirannya sama sekali bukan karena ingin mendengarkan ataupun mendapatkan manfaat dari semininar yang diselenggarakan, tapi semata mata adalah menyampaikan kritiknya.

Mulai dari tempat yang dirasa kurang nyaman, sambutan panita penerima yang kurang, microphone yang kurang bagus. Selesai menyampaikan kritik, biasanya orang dengan tipe seperti ini diam-diam keluar ruangan dan menghilang.

Sekiranya Terjadi pada Anggota Keluarga Kita

Sekiranya tanda-tanda seperti ini terjadi pada anggota keluarga kita ataupun sahabat kita, maka orang seperti ini sesungguhnya patut dikasihani dan dibimbing untuk jangan sampai kesasar semakin jauh.

Caranya:

Ajak yang bersangkutan untuk ikut dalam kegiatan olahraga atau hobbi lainnya yang dapat menciptakan kegembiraan hidup bagi dirinya. Sehingga kebekuan hati dan kebencian tersamar yang membelenggu jiwanya secara  perlahan dapat diuraikan.

Orang tipe seperti ini, hidupnya bagaikan sudah membatu. Tidak pernah tersenyum apalagi tertawa. Malahan menurut keluarganya, dirumah  selalu mengurung diri dan tidak boleh diganggu oleh siapapun, baik oleh anak maupun oleh istrinya sendiri.

Sering duduk melamun sepanjang hari dan mulutnya komat kamit dengan wajah yang menyirat kebencian entah kepada siapa.

Banyak orang terfokus pada menjaga kesehatan secara fisik saja dan sering kali mengabaikan gangguan kesehatan, akibat mengalami ganggaun kejiwaan. Padahal gangguan kejiwaan sesungguhnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat sembuh. Karena tidak ada obat-obat khusus, selain dari dukungan keluarganya  yang mau dan mampu membimbingnya keluar dari lumpur hidup ini.

Orang seperti ini, tidak hanya bersikap sinis terhadap orang lain saja, tetapi juga sikap sinis ini juga diterapkan pada seluruh anggota keluarganya. Sepertinya satu-satunya kegembiraan hatinya adalah apabila dapat mengkritik dan menjatuhkan orang lain.

Tidak mudah bagi keluarga untuk selalu sabar menghadapi tipe orang seperti ini, tapi jalan kesembuhan bagi dirinya, justru adalah kasih sayang dari keluarganya dan orang orang terdekatnya. Sebuah dilema yang tidak mudah diuraikan ,apalagi dipraktikkan. Bila tidak ada anggota keluarga yang dapat menangani sudah waktunya untuk membawanya ke psikiater, sebelum terlambat.

Tjiptadinata Effendi

13 Juli, 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun