Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jangan Pertaruhkan Keutuhan Rumah Tangga Demi Apapun

8 Juli 2016   22:29 Diperbarui: 8 Juli 2016   23:25 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa Keluarga Adalah Urutan Prioritas Utama dalam Hidup Kita?

Pada awal pernikahan, saya amat yakin, pasangan suami istri sepakat, bahwa keluarga adalah prioritas utama dalam mengarungi samudra kehidupan ini.  Apapun alasannya, bila salah satu dari pasangan atau salah satu dari anggota keluarga ada yang sakit, maka semua urusan lain, akan ditunda.

Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu dan berbagai kesibukan ,serta berpacu dalam meraih rejeki, falsafah hidup ini secara sadar atapun tidak ,perlahan lahan mulai tergerus. Suami atau istri mulai mencari alasan,untuk pembenaran diri. Misalnya kalau diawal pernikahan , salah satu anggota keluarga ada yang sakit,maka suami atau istri,pasti akan pulang untuk menengok ,apakah perlu dibawa kedokter atau tidak.

Namun dengan berlalunya waktu, maka prioritas utama ini menjadi semakin fleksibel. Dengan alasan, tidak sakit parah atau tidak emergency, maka suami atau istri ,tidak lagi memerlukan untuk pulang kerumah. Karena ada urusan yang perlu diselesaikan. Posisi :”keluarga adalah yang utama,” mulai tergeser dengan kepentingan lain. Dengan alasan :” Saya bekerja hingga malam,juga bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk membahagiakan keluarga”

Larut Dalam Kesibukan

Bila hal ini berlangsung terus, tanpa saling mengingatkan antara suami istri, maka sesungguhnya, keharmonisan rumah tangga ,mulai berada dalam lampu kuning.  Suami atau istri ,sudah semakin sering tidak makan malam lagi bersama keluarga.Dengan alasan  menemani tamu atau partner bisnis makan malam diluar.

Pulang sudah larut malam.Anak anak sudah tidur dan istri atau suami , dengan perasaan tidak nyaman,menyambut pulangnya paangan hidupnya.  Hubungan yang sebelumnya sangat harmonis,mulai ternoda dengan sikap acuk tak acuh antara suami dan istri.

Ibarat Katak 

Seekor katak yang sedang menkimati air dalam drum kosong, tidak akan melompat keluar, walaupun dibawah drum berisi air sudah ada api yang menyala. Masih asyik berenang dan menikmati kesendiriannya.  Bahkan ketika air semakin panas,masih juga tidak sadar diri, Dan ketika katak sadar dan ingin melompat keluar dari drum,sudah terlambat ,karena air sudah mendidih dan ia secara tanpa sadar sudah merebus dirinya hidup hidup Kalau ingin yakin,cobalah lakukan sendiri dirumah.

Nah, kita sebagai manusia, sering melakukan kesalahan yang sama dengan apa yang dilakukan katak tersebut. Yakni saking menikmati kondisi yang nyaman, Makan minum direstoran ,sambil tertawa bersama teman sekantor atau teman bisnis, secara perlahan ,sudah mulai melupakan bahwa anak istri menantikan kehadiran kita dirumah.

Kondisi yang nyaman ini seakan sudah melekat  pada diri dan enggan untuk dilepas begitu saja. Semakin lama semakin larut dalam kenikmati hidup bebas diluar dan ketika sadar diri,semuanya sudah terlambat. Keharmonisan rumah tangga sudah terlanjur hancur.

Membangun kembali dari puing puing keruntuhan rumah tangga,sungguh bukanlah perkerjaan yang mudah

Perlu Saling Mengingatkan

Karena itu, didalam keluarga ,hendaknya kita sejak awal  membiasakan diri,untuk saling mengingatkan.  Membangunkan dan menyadarkan pasangan kita, tidak harus dengan melalui pertengkaran. Karena bisa dibicarakan dari hati kehati.

Ingatkan pasangan hidup kita,akan bahaya yang sedang mengancam keluarga.  Bayangkan kepadanya, andaikata ia yang dalam posisi menunggu dirumah, bagaimana perasaannya. Andaikan terjadi pertengkaran kecil ,tidak mengapa,karena akan dapat diselesaikan dengan baik. Akan tetapi bila pertengkaran disebabkan adanya orang ketiga dalam kehidupan,maka masalahnya tidak lagi sesederhana seperti yang dipikirkan.

Jangan Mempertaruhkan Keluarga

Sebesar apapun hasrat hati untuk mengubah hidup menjadi semakin maju dan sejahtera, namun jangan sampai mempertaruhkan keutuhan rumah tangga. Karena bila rumah tangga sudah berantakkan ,maka segala kekayaan yang dimiliki ,sudah tidak berarti apapun lagi.

Salah seorang teman saya di Jakarta, kaya raya,namun katanya pada saya :”hidup saya bagaikan dalam neraka dunia”. Karena putrinya terlibat kecanduan narkoba dan hubungannya dengan istrinya sudah bagaikan orang yang kost kostan. Tinggal satu atap,tapi hidup masing masing.

Satu lagi bukti,bahwa semua butuh uang, tapi uang  tidak bisa membeli kebahagiaan hidup.

Karena itu ,kesepakatan awal pernikahan ,bahwa keluarga adalah prioritas utama, tidak boleh ditawar tawar. Lebih baik tetap hidup sederhana,asal ada cinta kasih dalam keluarga, ketimbang tinggal digedung mewah, namun "home swet home" sudah berubah ujud menjadi neraka dunia, Hidup adalah sebuah piihan Dan selama masih ada kesempatan untuk memilih, sekali lagi tempatkanlah keluarga diurutan pertama.  Jangan mempertaruhkan keutuhan rumah tangga,dengan harta sebanyak apapun.

Tjiptadinata Effendi/ 8 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun