Sambil berdiri menengok kesibukan dipagi ini, saya mencoba memperhatikan, apakah ada orang yang mengambil sesuatu benda disana dan kemudian pergi ,tanpa memberikan sumbangan. Ternyata lebih dari setengah jam disana, tak tampak ada orang yang mau mengambil barang barang tersebut,tanpa menyumbang. Padahal kalau mereka mau, sangat mudah, karena tidak ada pengawasan sama sekali. Panitia hanya melayani pertanyaan dan mungkin membutuhkan kantong plastic untuk membawa pulang barang yang dipilihnya.
Tidak semua orang membawa pulang satu dari barang yang dipajang disana,namun pada umumnya mereka memasukkan sesuatu kedalam kotak sumbangan. Walaupun di dalam gereja sudah ada kotak kolekte yang regular beredar setiap minggu, yang digunakan untuk keperluan gereja.
Dengan jalan ini,walaupun uang yang terkumpul,hanya sekitar ratusan dollar dari hasil :”lelang terbuka “ sukarela ini ,tapi setidaknya kepada setiap orang sudah ditanamkan,bahwa untuk mengaplikasikan hidup berbagi,tidak harus menunggu hingga hidup berkecukupan ,tapi bisa dalam berbagai cara,sesuai dengan kemampuan yang ada.
Saya tidak tahu, apakah cara begini sudah diterapkan di Indonesia. Kalau seandainya belum,maka diharapkan tulisan kecil ini, dapat menginspirasi kaum wanita Indonesia,untuk memanfaatkan aksi sosial dengan cara ini.
Tjiptadinata Effendi / Albion, 03 Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H