Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengawal Garis Demarkasi Suami dan Istri

10 Juni 2016   19:11 Diperbarui: 10 Juni 2016   19:31 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Jangan biarkan siapapun atau apapun melanggar batas garis demarkasi suami dan istri, demi untuk menjaga martabat diri *

Banyak orang mengira bahwa  garis demarkasi hanya terdapat  antar negara yang sedang konflik. Garis demarkasi merupakan garis batas pemisah yang telah disepakati dan ditetapkan pada waktu adanya cease fire atau gencatan senjata antara kedua belah pihak. Batas yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak.

Sesungguhnya dalam hidup berkeluarga juga ada garis batas demarkasi ini yang memang tidak tertulis, tapi sudah merupakan tradisi dan  kesantunan dalam masyarakat  untuk menjaga martabat sebuah rumah tangga.

Pasangan suami istri, baik sendiri sendiri maupun bersama sama berkewajiban menjaga dan mengawal agar garis demarkasi ini jangan pernah ada yang berani melanggarnya. Karena disinilah terletak martabat dari  kehidupan suami istri yang seharusnya dijunjung tinggi hingga akhri hayat.

Kebebasan yang Kebablasan

Belakangan ini kita sangat miris  menengok ,mendengar dan membaca tulisan-tulisan yang ditulis oleh orang-orang yang sudah berstatus bersuami dan beristri yang sudah tidak lagi menghormati garis demarkasi ini.  Hal-hal yang seharusnya  dijaga dan dilindungi, seperti  apa yang dilakukan oleh pasangan suami istri dibalik kelambu kini di obral serampangan tanpa merasa risih dan tanpa merasa bersalah.

Apa yang sesungguhnya dicari, sehingga tega membuka pintu masuk kedalam ruang pribadi yang bernama kamar atau bilik tidur antara pasangan suami dan istri?

Mungkin :

  • Popularitas
  • Unjuk  kebebasan 
  • mendapatkan applaus
  • Mencari sensasi
  • Atau apa lagi?

Andaikata yang melakukan adalah dari kalangan selebritis, kita tentu tidak usah heran dan berkomentar karena hal tersebut sudah menjadi dunia mereka, dunia glamour yang gemerlapan tanpa batas.

Namun bila hal ini dilakukan oleh suami atau istri dari kalangan orang baik baik, tentu saja merupakan sebuah hal yang patut membuat kita prihatin. Tanpa bermaksud mencampuri urusan pribadi orang lain, namun sebagai makluk sosial patutlah kita saling mengingatkan bila melihat ada tanda-tanda akan terjadinya hal-hal yang akan membahayakan.

Kata ”membahayakan”  tidak harus dalam konteks terluka secara fisik, namun bisa juga terluka secara batin yang rasa sakitnya bisa berpuluh kali lebih sakit daripada luka fisik.

Jangan Lupa Tulisan Kita Dibaca Orang Banyak

Jangan lupa, apapun canda kita melalui dunia maya dibaca banyak orang. Ikut serta dalam canda yang tidak santun, seakan mengisyaratkan kepada orang lain, bahwa ”saya tertarik“ atau bahkan mungkin diterjemahkan ”saya juga mau seperti itu”. Sebagai orang yang sudah cukup dewasa, tentu tidak perlu diberikan contoh-contoh secara vulgar. 

Seharusnya sebagai seorang wanita, apalagi sebagai seorang istri sudah mengetahui atau setidaknya merasakan apa yang pantas dan apa yang tidak pantas dijadikan candaan. Bercanda kebablasan sama sekali bukan petanda, bahwa kita sudah dewasa sebagaimana orang tidak harus merokok untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah dewasa karena kedewasaan bukan diukur dengan parameter yang keliru dan menyesatkan.

Menjaga kehormatan diri dan menjaga image perlu waktu bertahun-tahun, namun untuk merusakannya cukup dengan satu kalimat saja dan butuh waktu hanya beberapa menit,bahkan mungkin dalam hitungan detik.

Cara Mengawal  Garis Demarkasi

  • Jangan biarkan siapapun masuk kedalam kehidupan pribadi
  • Walaupun sahabat sedekat apapun, harus ada batasan
  • Kamar tidur adalah privasi suami dan istri
  • Tak layak ada orang lain disana
  • Hargailah martabat kita
  • Sebagai seorang suami  ataupun seorang istri
  • Kehilangan harta dapat diganti
  • Kehilangan martabat ,kita sudah tidak bernilai lagi

Semoga tulisan ini ada manfaatnya,

Western Australia, 10 Juni 2016

Tjiptadinata Efffendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun