ketetangan foto.Kami berbeda dalam banyak hal,tapi kekeluargaan telah mempersatukan kami/foto tjiptadinata effendi
Berbeda Dalam Banyak Hal, Tapi Kekeluargaan Telah Menyatukan Kami
Coba kita bayangkan,andaikata di dunia ini,hanya ada warna putih atau merah semata. Atau semua berwarna hitam,tidak dapat kita membayangi ,hidup seperti apa yang akan dilalui.. Karena setiap hari akan berhadapan dengan alam yang membosankan. Semua orang satu wajah dan satu warna, semua bunga juga satu warna. Pokoknya apapun yang kita tengok ,tidak ada bedanya. Sejauh jauh mata memandang, yang kita tengok adalah warna yang sama. Lari keluar negeri,ternyata menemui hal yang sama. Maka dapat dipastikan dalam waktu singkat ,orang akan mendapatkan gangguan saraf atau bahasa kasarnya dibilang :”gila”.
Hal ini sesungguhnya membuktikan pada kita semuanya, bahwa perbedaan itu indah adanya. Dan manusia mampu bertahan hidup,serta dapat menikmati hidup,karena ada perbedaan perbedaan dimuka bumi ini. Ada bunga aneka warga, ada burung yang beragam warna dan begitu juga dengan manusia manusianya.
Perbedaan ,entah karena alasan apapun, tidak harus menjadi sekat.apalagi menciptakan jurang pemisah antara manusia yang berbeda warna ,maupun berbeda budaya dan agama. Justru dengan hidup berdampingan dalam keberagaman itulah kita semakin merasakan ,betapa indahnya karunia hidup yang diberikan Tuhan kepada kita
Saya dan Anda adalah Kita
Saya dan anda jelas berbeda. Beda asal muasal.beda budaya,beda latar belakang kehidupan, beda status sosial,beda kebiasaan dan mungkin juga beda agama. Namun anda dan saya adalah kita. Sebuah falsafah hidup yang sudah kuno,tapi tetap uptodate untuk dijadikan pedoman dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Bila tempat berpijak sudah kokoh maka selanjutnya tidak ada lagi kendala atau jarak yang menjadi halangan untuk menjalin sebuah persahabatan.
Saya Pernah Ditakut Takuti Ketika Mau Ke Banda Aceh
Beberapa tahun lalu,ketika saya dan istri mau berangkat ke Banda Aceh, sempat di takut takuti oleh beberapa orang teman.Salah satu kalimat yang masih terus terngiang adalah:” Apa nggak salah Pak Tjipta dan ibu mau ke Aceh? Orang orang disana tidak suka menerima tamu yang berbeda. Lebih baik batalkan saja niat pak Tjipta ,demi keselamatan bapak dan ibu”
Namun, kami sudah terbiasa ,sejak masih muda, untuk tidak pernah goyah akan ancaman ataupun ada orang yang menakuti nakuti. Karena menurut saya pribadi, tidak elok membatalkan rencana keberangkatan,hanya karena mendengarkan isu isu yang tidak ada buktinya.Maka kami tetap berangkat .Disana kami dijemput oleh pak Asrul Adami sahabat kami dan dibawa ke Hotel Lading untuk menginap.
Kami Berbeda,tapi Kami Makan Bersama
Sorenya ada undangan untuk berbuka bersama ke Jantho. Maka tanpa ada keraguan secuilpun, kami nyatakan siap untuk datang, Sorenya ketika acara makan bersama, ternyata kami diterima bukan hanya dengan tangan terbuka, tapi juga dengan hati yang terbuka. Tak satu patah kata juga ada yang menanyakan tentang agama kami. Kami berbeda dalam banyak hal, tapi kami makan bersama dengan damai. Adakah kebahagiaan yang lebih besar,daripada diterima sebagai seorang sahabat ?
(Kenangan bersama teman teman di Banda Aceh ,bahkan kami dihadiahkan batu akik oleh pak Haji, sebuah contoh hidup keberagaman yang nyata))
Tjiptadinata Effendi/09 Juni, 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H