Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demi Kemanusiaan, Pria Ini Tak Pernah Bisa Kembali Ketanah Airnya

5 Mei 2016   19:18 Diperbarui: 5 Mei 2016   20:05 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: dokumentasi pribadi

Demi Kemanusiaan Pria ini Tidak Pernah Lagi Dapat Kembali Ketanah Airnya

Saya mengenal Ben,pria yang bernama lengkap Bernard ini, sejak 4 tahun lalu. Hampir setiap minggu kami bertemu ,walaupun hanya sekedar minum secangkir kopi dan ditemani sepotong dua potong biscuit.  Pada waktu itu usia Ben 86 tahun, berarti kini sudah 90 tahun. Masih sehat dan tidak pernah absen dalam berbagai kegiatan social. Misalnya membantu penjualan Koran dan majalah, yang hasilnya diserahkan sepenuhnya untuk berbagai kegiatan social.

Ben adalah veteran angkatan perang Polandia,sejak Perang Dunia ke II  melanda dan memporak porandakan negerinya. Perang Dunia ke II, yang berlangsung mulai dari tahun 1939 hingga 1945 merupakan perang terbesar dan terbanyak jatuhnya korban sepanjang sejarah umat manusia. Menurut Kisah Ben, hamper 75 juta total orang yang tewas diseluruh dunia. Menurut Ben, pada waktu itu seluruh pemuda polandia yang sudah berusia 14 tahun, diwajibkan untuk  bergabung dalam angkatan bersenjata Polandia.  

Satu satunya alasan adalah untuk mempertahankan Polandia dari serangan Nazi.  Demi untuk membela tanah air, maka tidak ada yang menolak atau mencoba menghindar dari perintah ini. Malahan menurut Ben,anak anak yang berusai 12 tahun banyak yang turut bergabung atas ijin orang tua mereka. Kondisi negara yang sedang dalam marabahaya tidak memungkinkan bagi pemerintah waktu itu, untuk  melakukan seleksi usia. 

Yang penting,siapapun yang sudah mampu memanggul senjata ,diterima sebagai anggota pasukan. Dan dengan hanya berbekal latihan seadanya, seperti mengisi peluru.membidik dan menarik pelatuk senapan,dianggap sudah siap untuk maju bertempu.

frank-572b35cbf1927347099f6b52.jpg
frank-572b35cbf1927347099f6b52.jpg
foto: tjiptadinata effendi/Berfoto berssama Ben dan teman dari Fijii Island bersama istrinya

Ikut Bertempur

Rasa takut yang menghinggapi ,bahkan menghantui dirinya, mampu diatasinya dengan mengingat bahwa negerinya tidak boleh jatuh ditangan Nazi. Maka Ben bersama teman teman lainnya terlibat dalam berbagai kontak senjata.

Ternyata ,masih menurut Ben,pasukan Nazi juga terdiri dari anak anak belasan tahun, Hal ini diketahuinya ketika melangkahi mayat tentara Nazi yang tewas terjebak ranjau tentara Polandia. Karena mereka tidak menguasai medan pertempuran.

Suatu hari ,sewaktu tembakan dari tentara Nazi mereda,Ben mulai keluar dari lubang perlindungan untuk mencari induk pasukannya,yang sudah tercerai berai.Ketika berjalan beberapa langkah ,telinganya menangkap suara orang. Maka dengan gerak relfeks, membalikan tubuh dan siap untuk menembak, Namun suara tadi ternyata berasal dari  seorang serdadu Nazi yang berlumuran darah. Maka jari telunjuknya yang tadinya sudah siap untuk memuntahkan peluru,dengan menarik pelatuk bedilnya,tertahan..  Mata serdadu itu jelas memohonkan belas kasihnya.

Dengan masih jari dipelatuk senjatanya, Ben mendekat,menyingkirkan topi tentara tersebut dengan ujung  senapannya. Ternyata wajah anak anak sebayanya. Maka pada saat itu, menurut Ben. Ia menengok tentara yang sedang sekarat itu,bukan sebagai Nazi yang dibenci oleh bangsanya,melainkan sebagai sesame anak remaja.

Diturunkannya senapannya dan dipanggulnya tentara Nazi tersebut, yang tampak masih sadar ,namun sudah tidak mampu bergerak,mungkin karena kebanyakan darah yang keluar.Ben sadar,dengan memanggul tentara yang terluka  ini, maka kini musuhnya bukan hanya Nazi ,tetapi juga tentara bangsanya sendiri.

Namun tekad hatinya untuk menyelamatkan anak muda ini,membuatnya nekad berjalan melalui semak semak, untuk menuju ke garis belakang pertahanan, dimana  terdapat posko Palang Merah,yang bernama ICRC atau International Comite Red Cross

Malam hari ,dengan perasaan tubuh luluh lantak, akhirnya Ben berhasil menemukan tenda Palang Merah. Begitu tiba disana ,Ben sudah tidak kuat lagi berdiri dan roboh..serta ditolong oleh petugas Palang Merah.

Disarankan Untuk Tidak Pulang

Ben sudah lupa entah berapa hari ia menginap di bawah tenda Palang Merah. Namun ia diingatkan, bahwa  untuk apa yang sudah dilakukannya. Bagi Palang Merah adalah tindakan kepahlawanan bagi kemanusiaan.Tapi bagi negerinya,ia sudah melakukan disersi dan hukumannya adalah mati.

Karena tidak mempunyai pilihan lain, maka Ben mengikuti saran dari Palang Merah International .Ia dibawa ke Australia, yang pada waktu itu memang membuka pintu lebar lebar, menampung  korban perang dunia

Sejak saat itu,menurut Ben, ia tidak pernah lagi mendapat kabar tentang keluarganya.Karena hubungan terputus sama sekali. Pernah ada yang mengatakan padanya,bahwa kini Ben sudah menjadi warga Australia, tidak ada lagi permasalahan bila ia ingin kembali ketanah airnya. Namun, hal tersebut bagi Ben sudah lama terkubur.. Bukan karena sudah melupakan tanah dimana ia dilahirkan dan dibesarkan,namun di kota Wollongong  ada anak cucu dan istrinya yang dalam kondisi sakit dan tidak bisa berjalan.

Ben sudah mengiklaskan semuanya.bahwa demi untuk menyelamatkan nyawa seseorang, ia sudah kehilangan kesempatan untuk kembali ketanah airnya dan hidup hingga akhir hayat dinegeri orang.

Renungan

Walaupun kisah  dan irama peristiwanya berbeda jeda waktu, tempat dan kejadiannya, namun apa yang dialami Ben,juga diakmai oleh putra putri bangsa kita,karena perbedaan ideologi, Semoga jadi pelajaran pahit, agar kejadian tersebut jangan pernah terulang lagi,

Tjiptadinata Effendi.5 Mei,,2016

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun