Pernah mencoba menelusuri ,bagaimana orang Sumatera merantau ke Jakarta dan bisa bertahan hidup? Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tadinya menjual suara di kali lima semisalnya orang Padang. Dengan berteriak ”Sayang anak tigo sapuluah,” ( sayang anak 3 Sepuluh ribu ) beberapa tahun kemudian sudah memiliki toko sendiri.
Nah, modal mereka hanya meninggalkan KTP pada pengusaha grosir dan tentunya ada yang merekomendasikan mereka diizinkan membawa barang untuk dijual dan kemudian ketika malam tiba, harus setor hasil penjualan. Tentu dengan mendapatkan keuntungan hasil kerja keras sepanjang hari.
Sedangkan cara orang Batak yang merantau ke Jakarta, mengawali bisnisnya dengan menjual ”Angin dan air.” Seperti yang pernah saya tuliskan. Ucok yang tamatan Sarjana Hukum merantau ke Jakarta dengan tujuan mau kerja di kantor Pengacara. Tapi sudah habis telapak sepatunya mundar mandir bawa map berisi permohonan, ternyata tidak ada lowongan. Sementara itu hidup harus tetap berlangsung dan artinya perlu makan .
Untuk makan perlu uang dan untuk mondok di kost kostan juga pasti tidak gratis. Maka Ucok menyewa mesin pompa ban dan pompa air bekas. Duduk di pinggiran jalan raya di Kemayoran. Hasil “jual angin dan air," dengan mengisi ban motor yang kempis dan sekaligus mencucinya, ternyata hasilnya lumayan.
Bahkan kini Ucok sudah mampu mengaji teman-teman sekampungnya beberapa orang karena mereka mengalami nasib yang sama seperti dirinya yakni bawa ijazah dari kampung asal ke Jakarta, ternyata di DKI tidak ditengok orang.
Contoh Lain:
Ajo, asal Pariaman adalah karyawan swasta. Namun gajinya terlalu kecil untuk dapat bertahan hidup di Jakarta, apalagi ada dua orang anak yang bersekolah,sementara istrinya mencoba buka warung kecil kecilan di rumah kontrakannya .
Ajo yang ditemui berjualan di depan Mall Giant di Kemayoran, mengaku berasal dari Pariaman, Sumatera Barat. Sepulang dari kantor, berjualan nasi disana.
Dengan membeli gerobak bekas seharga Rp.200.000 Ajo sudah dapat berjualan nasi Padang. Ternyata hasilnya lumayan besarnya sehingga menurut Ajo total setiap bulan ia mendapatkan hasil lebih dari 2 kali gaji kerja di kantor. Rencananya malah akan berhenti bekerja dan fokus berjualan nasi dari pagi hingga malam.
Lain cerita Mbak Dian, masih di seputaran Kemayoran dan jualan cendol. "Saya dan anak saya hanya berjalan beberapa ratus meter saja, dari rumah dan sudah bisa jualan di sini. Modal jualan cendol cukup 100 ribuan. Gerobak saya sewa 10 ribu sehari. Bisa dapat keuntungan bersih antara 40- 50 ribuan sehari. Kan lumayan Om," katanya dengan wajah ceria.
Pengusaha Kecil Adalah Guru Kehidupan Sesungguhnya