Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ubah Kepahitan Hidup Agar Berbuah Manis

3 Mei 2016   07:33 Diperbarui: 3 Mei 2016   07:58 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pengalaman pahit dalam hidup dapat mengakibatkan orang menjadi manusia yang mati rasa,apatis dan penuh kebencian.bahkan membenci dirinya sendiri.Kepahitan hidup telah mengubahnya menjadi berhati batu. Tak mengenal belas kasih dan selalu merasa tersiksa menengok bilamana ada orang lain yang senang dan berbahagia.

Tebar kebencian, seakan menjadi satu satunya kesenangan dalam sisa hidupnya..Secara tanpa sadar tipe orang seperti ini ,semakin lama akan semakin terperosok dalam jurang kepahitan hidup,bila tidak ada orang atau hal yang dapat menyadarkannya.Tipe orang seperti ini sesungguhnya sangat patut dikasihani,ketimbang disisihkan dari pergaulan.

Disisi lain, orang bisa memilih untuk menjadikan kepahitan dan penderitaan, menjadi pelajaran hidup yang teramat berharga, agar hidupnya kelak berbuah manis

Jadikan Pengalaman Pahit  Hidup Kita, Menjadi Pelajaran Berharga

Seandainya kita boleh dan bisa memilih, maka setiap orang pasti mengharapkan jangan pernah ada pengalaman pahit terjadi selama hidupnya Namun  dalam kenyataannya, hidup  tidak selalu seirama dan senada dengan harapan dan dambaan hati. Bahkan tidak jarang yang terjadi justru bertolak belakang dengan hasrat hati kita. Maka dikala  hal ini terjadi dan berlangsung, akan menjadi  saat saat yang paling menyakitkan bagi diri kita.

Tapi apa yang harus terjadi, maka terjadilah. Suka ataupun tidak disukai. Kita diberikan pilihan: sakit hati. Menderita, terpuruk dan berakhir dengan mengenaskan  atau menjadikan pengalaman pahit ini sebuah pelajaran berharga. Sehingga tidak sia sialah kita menanggung derita  dan rasa sakit yang mungkin saja sangat menghujam hingga menembus keseluruh relung relung hati.

Mengambil contoh dalam kisah pewayangan, dimana Gatotkaca di godok dan ditempa dikawah Candradimuka  dimana terdapat api yang dahsyat,  sehingga menjadi sosok yang berotot kawat dan bertulang besi. Dalam hidup nyata, walaupun bukan api dalam bentuk phisik, tapi terdapat juga api yang membakar diri kita dan tak kurang menyakitkan.

Pengalaman pengalaman pahit dan menyakitkan inilah yang menempa sikap mental kita, sehingga menjadi manusia yang mampu memahami arti dan makna yang sesungguhnya dari hidup ini.Yang tak akan goyah dalam menghadapi masalah hidup yang bagaimanapun.Serta menjadikan kita manusia yang senantiasa open minded

Renungan Diri

Pernah merasakan terbaring sakit dan sekarat?

Akan hadirkan rasa syukur mendalam pada diri, bahwa kita masih hidup

Pernah Merasakan sakitnya di Hianati

Memberikan kesadaran dalam diri kita, untuk jangan pernah menghianati siapapun

Merasakan betapa menyakitkan hidup dalam kemelaratan

Menjadi pengingat diri kita untuk selalu peduli pada orang melarat dan menderita

Apa yang menjadi hak kita dirampas orang

Mengukir pesan dalam hati, untuk jangan pernah ambil apapun yang bukan hak kita

Pahit dan getirnya masuk tahanan karena difitnah?

Jadi alaram sepanjang hayat, agar jangan pernah memfitnah siapapun

Bagaimana rasanya dilecehkan dan tidak dipandang sebelah mata?

Rasa sakit ini  mengajarkan kita, untuk jangan pernah melecehkan dalam bentuk apapun

Dibohongi oleh sahabat sendiri,sungguh sangat melukai hati

Maka akan jadi pengingat diri, agar menjauhkan diri dari kebohongan

Hidup Adalah Proses Pembelajaran Diri Tanpa Akhir

Hidup adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir dan sekaligus menghadapkan kita pada pilihan hidup. Kitaa diberikan kebebasan untuk memilih. Menjadikan kepahitan hidup, berbuah empedu atau menjadikannya berbuah manis.

The choise is yours and your choise is your life. Pilihan ada ditangan kita dan apa yang kita pilih akan jadi hidup kita

Tjiptadinata Effendi/ 3 Mei, 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun