[caption caption="Ilustrasi: Shutterstock"][/caption]Jangan Lupa Tulisan Kita Kelak Jadi Brand bagi Anak Cucu
Menyampaikan pendapat, baik lisan ataupun tertulis merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Namun setiap tindakan dalam bentuk apapun, pasti akan selalu diikuti oleh resiko yang ditimbulkannya.
Hal ini yang banyak dilupakan orang. Sehingga dapat disaksikan setiap hari, tidak sedikit tulisan yang bertebaran di berbagai media sosial yang isinya adalah jauh dari sebuah bacaan yang layak ditampilkan, karena disatu sisi penulisnya hanya berpikir dari satu sisi saja, yakni ” Saya berhak menuliskan apa saja”.
Tulisan Kita Jadi “Branded” Bagi Anak Cucu
Suatu hari saya mendengarkan pembicaraan antara cucu saya dan temannya di Jakarta ”Hai Alex…Opa lu yang penulis buku buku Meditasi yaa?" Hebat yaa".
“Oyaa benar “ Jawab cucu saya dengan nada bangga dan melanjutkan bla ble bla ,menceritakan bahwa saya, Opanya sudah menulis lebih dari 10 judul buku dan seterusnya.
Padahal pada waktu saya menulis buku tersebut, sama sekali tidak terpikirkan bahwa suatu waktu kelak hasil karya saya akan dibaca oleh cucu-cucu saya. Dalam hati saya bersyukur kepada Tuhan bahwa saya menulis buku-buku yang isinya layak dibaca oleh siapa saja. Tak terbayangkan andaikata buku yang saya tulis isinya dapat mempermalukan anak dan cucu saya.
Seandainya tulisan saya sarat dengan kebencian dan sara atau kebohongan kebohongan, apa yang akan saya jawab bila ditanya oleh anak cucu dan kerabat kerabat kami?
Sebuah Tulisan Akan Lebih Panjang Usianya Dibanding Usia Penulisnya
Oleh karena itu ,sebelum semuanya terlambat, maka perlu menahan diri untuk tidak mengumbar berbagai hal negatif dalam tulisan kita, misalnya: kemarahan, Kebencian, Sara, Fitnah, Sadism, dan tulisan yang tidak sesuai norma dan kepatutan.
Karena suatu waktu ,apa yang hari ini ditulis,kelak akan dibaca oleh anak anak dan cucu cucu, serta seluruh kerabat kita.