Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

300 Jam Ditahanan Serasa Berada di Neraka

20 April 2016   18:58 Diperbarui: 21 April 2016   03:28 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

300 Jam Dalam Tahanan Serasa Hidup di Neraka

Biasanya orang malu menceritakan masa masa gelap yang pernah singgah dalam perjalanan hidupnya. Namun bagi saya pribadi, saya ingin hidup bebas tanpa belenggu masa lalu. Disamping itu ,ingin hidup tanpa topeng. Sehingga orang tidak pernah akan menyesal, pernah menjadi teman saya. Karena pejalanan hidup saya dipajang di etalse, yang dapat ditonton oleh setiap orang,

Menuliskan sepotong kisah hidup, bukanlah untuk menarik simpati ataupun sekedar mencari sensasi,Tujuan utama menuliskan sepotong kisah kelam dari perjalanan hidup saya,adalah untuk menjadi pengingat bagi orang banyak, bahwa sesuatu yang sama sekali tidak diduga bisa saja terjadi sewaktu waktu pada diri kita,

Karena itu kesiapan mental untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk yang dapat terjadi, sangat diperlukan. Agar kita tetap bisa survive, bila petaka itu hinggap pada diri kita.

Diteror Setiap Hari

Berada dalam sel tahanan, bagaikan mimpi buruk bagi saya. Berkali kali saya mencubit lengan saya dengan harapan bahwa saya sedang bermimpi buruk. Dan begitu terbangun, saya dalam keadaan bebas. Namun, hingga sakit lengan saya, ternyata saya tidak bermimpi. Memang sedang berada dalam tahanan.

Saya tidak tahu sedang berada dimana, Bahkan ketika saya ditangkap tidak ada sepucuk suratpun pada istri saya. Tiba tiba saja saya dipaksa naik kendaraan pick up ditengah malam dan dilarikan entah kemana, Dikawal oleh beberapa petugas berpakaian preman. Saya meraa bagaikan diculik, untuk dihabisi.

2 Jam perjalanan, masih dalam pick  up ,saya dikeluarkan persis didepan sel. Didorong masuk ,bagaikan perampok tertangkap basah. Di dalam sel hanya ada selembar triplek dan kardus bekas. dibawahnya mengenang air limbahan dari wc.Bisa dibayangkan baunya. Diatas papan penuh kecoa dan beragam serangga yang menyelamatkan diri dari genangan air,Akibatnya sepanjang malam saya hanya bisa duduk.menahan rasa kantuk lelah lahir batin dan lapar.

Mau ke toilet, harus mau kaki terendam air wc yang menggenang di lantai ,namun tak ada pilihan lain....

Diperiksa Marathon sepanjang malam

Secara marathon, bergantian menginterogasi saya, sehubungan dengan laporan bahwa  saya sudah mengirim barang yang palsu keluar negeri. Padahal sama sekali tidak ada complain dari pembeli Luar Negeri.

Saya dikatakan sebagai pedagang yang hanya mencari keuntungan pribadi ,tanpa memperdulikan nama baik negara akan dirugikan. Dan petugas menyebutkan segala  macam undang undang, yang tentu saja tidak saya pahami.

Ketika saya disuruh menanda tangani surat pengakuan dan saya menolak, maka Petugas yang menginterogasi saya menjadi berang, Memukul meja sekeras kerasnya. Mungkin maksudnya mau menakuti nakuti  saya. Karena biasanya orang yang sama suku dengan saya, yang biasa disebut “warga keturunan” sangat gampang di intimidasi. Tapi petugas lupa bahwa tidak semua orang gampang digertak.

Saya sudah menelan kepahitan hidup selama bertahun tahun.Bahkan empedu saya telan mentah mentah. Maut sudah berkali kali saya hadang, Apalagi yang saya takuti dalam hidup ini. Maka menengok gertak sambal petugas, saya hanya berdiam diri dan tenang tenang saja. Hal ini semakin membuatnya berang karena mungkin yang diharapkan adalah suara saya yang memohon mohon dan langsung menanda tangani  surat pengakuan bersalah.

Hampir Saja Saya Lepas Kontrol

Dalam kondisi lelah lahir batin, ngantuk dan lapar, terus dibentak bentak untuk sesuatu yang tidak saya lakukan,membuat darah saya mendidih.  Hampir saja saya lepas kontrol. Sempat terkilas dibenak saya, dengan sekali sentak,maka petugas yang membentak bentak saya ini, bisa saya patahkan, Percuma bertahun tahun saya belajar memecahkan batok kelapa dengan tangan kosong dan memecahkan 5 tembok dengan sekali pukul.

Saya bersyukur Tuhan melindungi dan pada detik detik menentukan ,saya sadar diri dan berdoa,agar dikuatkan dan jangan melakukan kesalahan yang dapat menjadikan saya menghuni penjara seumur hidup......

Berkas Perkara Dikembalikan Kejaksaan Karena Tidak Cukup Bukti

12 hari dalam tahanan. Akhirnya Pengacara saya datang dan mengatakan :” Pak Effendi ,ada kabar baik. Besok anda bebas. Berkas perkara dikembalikan kejaksaan ,karena tidak cukup bukti. “ Disamping itu ada surat dari Departement Perdagangan,yang menegor aparat, agar jangan terlalu jauh masuk kedalam urusan dagang yang bukan wewenang mereka, karena akan menjebabkan jumlah ekspor menjadi anjok.Justru di saat pemerintah menggalakan ekspor untuk menjaring devisa.

Bagaikan Keluar dari Neraka

Keesokan harinya , istri saya bersama pengacara menjemput saya di tahanan. Tentu saja saya sangat lega,karena selama di dalam tahanan ,sungguh bagaikan di neraka. Bolak balik di interogasi dan kemudian masuk sel lagi, baru serasa mau tidur, pintu sel dibanting lagi dan saya harus diinterogasi lagi. Sungguh saya tidak tahu, dalam sehari entah berapa kali saya dipanggil menghadap dan ditanyai itu ke itu juga. Karena memang mereka tidak mempunyai bukti apapun yang dapat digunakan untuk menuntut  saya di pengadilan.

Kejadiannya sudah lama berlalu.

Namun trauma yang diakibatkannya tidak pernah akan dapat saya lupakan. Menanggung akibat dari kesalahan kita dan masuk tahanan adalah wajar, Tangan mencencang, bahu memikul.

Namun ,saya ditahan, bukan karena kesalahan saya,melainkan karena saya sudah bosan dijadikan ATM terus.Pada awalnya, saya hanya kasian tengok petugas hanya menonton, ketika orang lain makan didepan kantor saya, Maka dengan maksud baik ,saya tawarkan, kalau mau makan silakan, biar saya yang traktir, Namun sejak itu, seakan sudah menjadi kewaiban bagi saya,untuk membiayai mereka, Kalau sekedar hal hal yang kecil kecil bagi saya tidak  masalah. Tapi makin lama, makin banyak permintaan. Maka ketika saya menolak, maka perangkap sudah dipersiapkan untuk saya.

Sungguh 300 jam di tahanan, bagaikan hidup dalam neraka. Walaupun saya belum pernah ke neraka dan selalu berusaha berbuat baik agar jangan  pernah singgah kesana.

Semoga menjadi  pengingat bagi  orang banyak bahwa niat baik kita untuk membantu orang, karena keseringan, lama lama bisa dianggap merupakan kewajiban dan keharusan,Suatu waktu bila “supply:” kita hentikan maka akan jadi boomerang bagi diri kita, Jadi saran saya, mau jadi orang baik ,tetap saja harus dengan cara cerdas. Jangan sampai terjadi seperti pengalaman saya, seakan saya menggali lubang kubur bagi diri sendiri.

Tjiptadinata Effendi / 20 Apr. 16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun