Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rencana Mau Menikah Ketahuan Mengidap Penyakit Serius

19 April 2016   19:36 Diperbarui: 19 April 2016   19:39 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perjalanan hidup, ada banyak hal yang sama sekali tidak diduga duga bisa saja terjadi. Kalau halangannya hanya masalah materi,maka separah apapun, rasanya masih bisa dicarikan jalan keluarnya.Akan tetapi bila masalahnya sudah menyangkut harkat hidup.apa yang harus dilakukan?

Saat saat berada di persimpangan jalan hidup ini dan membutuhkan sebuah keberanian untuk mengambil keputusan, sungguh bukanlah sesuatu yang mudah.Orang seakan dihadapan pada pilihan :”makan buah simalakama. “

Sinta (bukan nama sebenarnya) sudah memiliki pilihan hatinya sejak setahun lalu. Dari mulai perkenalan ,yang dilanjutkan dengan saling jalan bersama ,semakin memupuk rasa cinta yang bersemi dalam hati mereka. Keduanya sudah bekerja .Sinta di bekerja sebagai Custumer Service disalah satu bank swasta di kota Jakarta ,sedangkan Rahmat bekerja disalah satu hotel ,yang juga berlokasi di Jakarta,sebagai accounting.

Keduanya merantau ,meninggalkan kota kelahiran mereka di salah satu kota di Pulau Sumatera. Untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Saya kenal baik kedua orang tua Sinta. Karena jauh dari orang tua, maka Sinta sudah menganggap saya sebagai  kakeknya sendiri. Dan sering kali mengirim pesan lewat What;sApp. Walaupun sekedar menyampaikan salam saja.Bahkan hingga kami domisili di Australia, tetap berlanjut.

Berada Dipersimpangan jalan Hidup

Hari ini saya menerima pesan.yang isinya adalah :” Opa, Shinta dalam masalah serius, boleh minta alamat email? Karena Shinta perlu cerita pada Opa.Terima kasih”. Baru kali ini Shinta mengirim pesan dengan nada serius seperti  ini. Maka langsung  saya jawab :”Ok..alamat email saya …ini”

Malam ini saya baru tiba dirumah ,bersama istri. Sehabis santap malam, terus ingat ada pesan dari Shinta. Langsung ,saya bukan email dan mencari surat dari Shinta.  Bagaikan berlari ,mata saya mengikuti kalimat demi  yang dituliskan oleh Shinta,dengan perasaan sangat galau.

Ternyata baru dua hari lalu, tiba tiba saja Shinta pingsan di kantor. Ini adalah hal yang pertama kali dialaminya selama hidup.  Ketika sadar diri, ternyata Shinta sudah berada di Rumah Sakit.karena dibawa oleh teman teman sekantornya. Menurut dokter, berdasarkan hasil ct scan dan MRI, di kepalanya ada tumbuh tumor ganas……

Tentu saja Shinta sangat shock , Ada dua hal yang sangat menekan perasaannya. Pertama adalah penyakitnya yang menurut dokter cukup serius. Kedua ,bagaimana caranya ia memberi tahukan pada Rahmat. Apakah ia perlu menceritakan  atau mendiamkan saja. ?Dalam bingungnya, maka Shinta mengirim email dan bertanya pada saya:” Opa.apa yang harus Shinta lakukan?”

Memberi Nasihat itu Terkadang Sangat Sulit

Kalau sekedar memberi nasihat dan motivasi ,agar orang berhenti merokok.Atau menyarankan agar jangan pindah kerja,bagi saya dapat dilakukan tanpa beban. Namun ketika menyangkut kehidupan orang lain, sungguh tidaklah mudah memberikan nasihat 

Karena ada dua kemungkinan yang terjadi:

Pertama:

Kalau saya sarankan agar Shinta  jangan memberitahukan pada calon suaminya, berarti sebagai orang yang dituakan dan sudah dianggap Kakek sendiri,saya sudah mengajarkan untuk membohongi calon suaminya. Pernikahan yang diawali dengan menyimpan kebohongan sudah pasti tidak akan bertahan lama. Karena bila suatu waktu entah karena apa masalah apa, sesudah menikah ketahuan oleh suaminya.pasti akan sangat kecewa, karena merasa dibohongi  istrinya, Dan bila hal ini sampai terjadi ,maka akan merupakan pukulan yang sangat dahsyat

Kedua:

Bila saya sarankan agar Shinta berterus terang kepada calon suaminya, tentu saja merupakan jalan yang terbaik.Namun bisa saja terjadi ,calon suaminya kaget dan kemudian mencari cari alasan untuk membatalkan rencana pernikahan mereka. Kalau hal ini terjadi ,sanggupkah Shinta menerima kenyataan pahit getir ini?

Biasanya Sangat Mudah Bagi Saya Memberikan Nasihat

Pekerjaan saya selama 16 tahun belakangan ini adalah memimpin seminar motivasi diri. Jadi memberikan nasihat dan petuah petuah, sudah pekerjaan saya sehari harian ,selama di Jakarta. Namun kali ini ,sungguh tak mampu saya memberikan nasihat secara langsung head to head terhadap Shinta. Karena menyangkut kehidupannya.

Namun disisi lain,mana pula tega saya untuk mengelak,justru disaat saat dukungan moril dari saya sangat dibutuhkan oleh  Shinta.

Maka akhirnya ,saya tuliskan  jawaban secara lengkap,bila memilih saran pertama,resikonya adalah membohongi  calon suami .Dan bila suatu waktu ketahuan, maka suami akan sangat kecewa, karena merasa dibohongi oleh istrinya sendiri, Jelas bila hal ini terjadi,kehidupan rumah tangga sudah tak mungkin lagi bisa bertahan lama.

Sebaliknya bila Shinta memilih jawaban kedua, yakni menceritakan dengan jujur kepada Rahmat yang menjadi calon suaminya.resikonya adalah kemungkinan bisa saja, Rahmat shock dan mencari jalan untuk membatalkan rencana pernikahan mereka,

Saya hanya bisa berdoa dalam hati,semoga apapun pilihan Shinta, agar pernikahan mereka dapat terus dilangsungkan dan berjalan langgeng ,hingga akhir hayat.

Hindari Memberikan Nasihat Yang Dapat Menghancurkan Masa Depan Orang

Dalam hal menyangkut secara langsung kehidupan orang, saya senantiasa menjaga ,untuk tidak secara gegabah menasihat begini dan begitu. Karena bila ternyata nasihat yang diberikan keliru dan menjadi petaka bagi orang lain, akan timbul penyesalan diri selama hidup.

Saya hanya menampilkan beberapa pandangan  dan membiarkan yang  bersangkutan menjatuhkan pilihannya atau mencari the second opinion pada orang yang dianggapnya dapat dipercayai. Karena dalam diri setiap orang ada feeling yang tajam, ketika berada dipersimpangan jalan hidup. Maka decision Maker yang terbaik adalah yang punya diri, karena menyangkut harkat hidupnya.

Kewajiban  saya sebagai orang yang dituakan adalah memberikan pilihan kepada yang bersangkutan. Biarlah setiap orang mengambil keputusan bagi dirinya sendiri.

 Tjiptadinata Effendi / 19 April,2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun