Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Rendah Hati, Yes! Rendah Diri? No Way!

20 Maret 2016   12:45 Diperbarui: 20 Maret 2016   12:50 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Rendah Hati :” Yes” ,Rendah Diri :” No,way!”

Jangan pernah menghina diri sendiri .,dengan merunduk runduk didepan orang kaya dan pejabat. Karena rendah hati dan merendahkan diri itu berbeda, bagaikan langit dan bumi.

Rendah hati bisa teraplikasikan dengan baik,bila orang memiliki pemahaman dasar dalam dirinya bahwa pada prisipnya semua manusia itu setara. Bahwa dalam perjalanan hidup ,masing masing ada tugas dan kewajibannya, bukanlah berarti mengubah prinsip ini.

Ada jenjang karir  dan beda jabatan,yang menyebabkan masing masing orang menjalani hidup dengan cara berbeda. Yang menghadirkan beragam profesi ,seperti:

  • Pembantu rumah tangga
  • Sopir
  • Tukang kebun
  • Satpam
  • Cleaning service
  • Porter
  • Petugas kebersihan
  • Beragam pekerjaan tukang
  • Pelayan toko dan restoran
  • karyawan
  • petani
  • guru
  • Dan seterusnya
  • Daftar ini dapat diperpanjang tak terbatas

Mungkin saja dalam perjalanan hidup, posisi sosial mereka semuanya berada dibawah status kita. Namun bukanlah berarti mereka lebih rendah dari pada kita.

Berdasarkan patokan ini, maka kita wajib menghargai mereka ,sebagai sesame anak manusia. Mengucapkan terima kasih ,bila dibantu, walaupun yang bersangkutan ,mungkin pembantu rumah tangga atau sopir pribadi kita.

Duduk berbicara dan makan bersama dengan mereka, sama sekali tidak menurunkan “derajat “ kita. Apalagi sampai mengurangi harga diri kita.

Rendah Diri :” No,Way!”

Seandainya, posisi kita berada justru dikelompok yang disebutkan tadi, maka jangan sampai kita kehilangan harga diri,sehingga merasa perlu untuk merunduk runduk didepan orang kaya atau atasan kita .Betapun tingginya jabatan seseorang, ia tetap adalah manusia biasa dan tidak harus begitu ditakuti ,sehingga kita haru merendahkan diri.

Saling menghargai tentu adalah merupakan kewajiban bagi kita semua. Menghargai sesama teman kerja, menghargai atasan kita, menghargai  orang ditempat kita mencari nafkah,tentu merupakan suatu hal yang sangat wajar. Namun bila sudah melangkah terlalu jauh, maka tanpa sadar orang sudah menghambakan diri pada sosok yang dianggapnya lebih kaya dan lebih tinggi jabatannya.

Bila memang ada adat istiadat yang mengharuskan adanya penghormatan khusus,maka lakukanlah sebatas adat ,jangan sampai berlarut dan terhanyut di dalamnya.

Kita Sudah Tidak Hidup di Jaman Perbudakan

Jaman perbudakan sudah lama berlalu,dimana seorang budak adalah milik tuannya. Yang boleh diperlakukan seperti memperlakukan sebuah benda . Namun dunia sudah berubah.  Semua orang sudah memahami, bahwa hak kemerdekaan adalah hak setiap insan. 

Kita risih bila menenggok masih banyak orang yang mengambil sikap merunduk runduk dihadapan orang yang dianggap lebih tinggi status ekonomi dan status sosialnya..Mungkin pejabat atau mungkin juga seorang boss besar. Sikap yang menghambakan diri ini,sekaligus menghempaskan harga dirinya sendiri.

Semakin lama ,orang akan terpuruk semakin dalam ,sehingga tertanam di dalam dirinya, bahwa nasibnya memang jadi pesuruh atau kuli seumur hidup. Bila pikiran ini sudah merasuki jiwa seseorang, maka sangat kecil kemungkinan ia bias bangun dari mimpi buruk kehidupan.

Hindari hal ini dengan jalan :
 menjaga martabat diri ,walaupun secara finasial saat ini, masih dalam kekurangan

  • Menghargai orang adalah kewajiban, jangan  terhanyut hingga menghambakan diri
  • Yakinkan diri, bahwa suatu waktu hidup akan berubah
  • Musim gugur akan berganti dengan musim semi
  • Musim dingin akan berganti dengan musim panas
  • Jangan menghina diri sendiri
  • Tidak punya uang, bukanlah berarti tidak punya harga diri.

Tulisan ini saya tuliskan berdasarkan pengalaman hidup, pernah menjadi orang bawahan selama 11 tahun . Namun keyakinan diri ,serta kerja keras dan doa, sudah mengubah  hidup kami.

 Pengalaman inilah yang menjadikan kami,senantiasa  menghargai pembantu ,sopir dan tukang kebun kami. Mereka boleh duduk makan semeja dengan kami. Mereka dan saya berbeda posisi, tapi mereka dan saya adalah sesama  anak manusia.

Wolonggong, 20 Maret, 2016

Tjiptadinata Effendi

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun