Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Sering Terserang Amnesia Setelah Meminjam

21 Februari 2016   13:25 Diperbarui: 21 Februari 2016   13:45 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir setiap orang pernah mengalami, bahwa sesudah pulpen kita dipinjam untuk mengisi formulir atau menanda tangani sesuatu, tiba tiba yang minjam terserang: ”amnesia” Lupa bahwa pulpen yang dipakai .bukan miliknya dan dengan  rela paksa, pulpen tersebut berpisah dari kita.

Ini baru sebuah contoh kecil dalam kehidupan kita dan ada begitu banyak dalam realita hidup, orang menjadi pelupa, setelah meminjam sesuatu. Saya sendiri sudah melupakan lusinan pulpen, yang terbawa ,secara tidak sengaja oleh orang yang minjam. “Bad Habits’ atau kebiasaan jelek ini, perlu diwaspadai, karena bila dibiarkan berlarut,maka semakin lama akan semakin parah.

Didik Anak Sedini Mungkin

Anak anak kita, perlu sedini mungkin ,diajarkan dan dididik, bahwa apa yang dipinjam ,harus dikembalikan. Walaupun yang punya barang adalah anggota keluarga sendiri. Bila dibekali uang Rp.100.000.- untuk berbelanja ke pasar atau ke Super Market, maka sisa uang belajaan harus dikembalikan secara utuh. Walaupun mungkin tersisa hanya beberapa ribu rupiah. Karena segala sesuatu selalu diawali dengan jumlah yang kecil,baru orang dapat menghargai sesuatu yang besar.

Jadi jangan membiasakan anak anak , bila di minta untuk membeli sesuatu, terus kembalian uang disimpan, tanpa laporan pengunaan uang. Hal ini kelak akan sangat merusak mental anak anak kita.

Dalam kata lain,tanamkan pada diri anak anak kita ,bahwa;

  • Setiap kepercayaan yang diberikan,harus ada tanggung jawabnya secara nyata
  • Bahwa tanggung jawab,tidak sama dengan tanggung menjawab
  • Jangan pernah mengambil sesuatu yang bukan hak kita
  • Bahkan jangan pernah menahan apa yang menjadi hak orang lain
  • Meminjam berarti berhutang dan hutang harus dilunaskan ,sekecil apapun

Didik Anak Menghargai Dirinya Sendiri

Sesungguhnya bukan hanya barang yang memiliki nilai harga, tetapi juga manusia. Tentu bukanlah dimaksudkan untuk menyamakan manusia dengan komoditi dagang.Tapi perlu dipahami, bahwa orang menilai kita ,berdasarkan prilaku dan sikap mental kita.

Manusia juga punya “harga jual “ masing masing.Namun alangkah tidak etisnya bila manusia di beri label harga seperti halnya sebuah barang. Maka kata “harga jual” di perhalus dengan kata “harga diri”

Berapa harga diri saya? Berapa pula harga diri orang lain? Mari kita bertanya,bukan pada rumput yang bergoyang,tapi bertanya pada diri kita sendiri. Kita lah yang menentukan harga diri. Tentang penilaian orang lain terhadap kita,itu bersifat relatif dan berada diluar kontrol kita.

Orang yang tega makan di kedai atau di kantin, tanpa bayar,maka nilai jualnya cuma senilai semangkok bakso atau sepiring nasi goreng, yang harganya tidak lebih dari 5 ribu rupiah. Adakah orang tipe seperti ini? Jawabannya sangat menyedihkan:” Banyaak sekali....”

Ada barang ketinggalan dan kita tahu siapa pemiliknya,tapi berpikir “ini rejeki nomplok” dan berniat memilikinya.maka harga diri kita adalah senilai barang tersebut. Makan direstaurant mewah,selesai makan,pura pura bertengkar dengan sesama teman dan ngeloyor pergi tanpa bayar. Pemilik restaurant,karena tidak mau ribut,diam saja. Maka nilai kelompok ini adalah senilai makanan yang dipesannya.

Meningkat lagi,kongsi dagang dengan sahabat baik. Karena kelamaan pegang uang teman,merasa sayang untuk mengembalikan, maka dengan mencari cari alasan,uang sahabat tidak dikembalikan. Maka nilai orang ini adalah senilai hak sahabatnya yang dipercayakan padanya.

Sekalipun tingkatan nya beda, tapi kategori mereka adalah sama,yaitu: orang yang tidak punya harga diri. Orang yang tidak punya harga diri adalah orang yang tidak layak dipercayai. Orang yang tidak layak dipercayai,tidak layak dijadikan sahabat.

Pengalaman Pribadi:

Sewaktu hidup kami masih morat marit, hutang kami pada tante kami di Medan, baru dua tahun kemudian bisa kami lunasi,. Tapi kami temui tante kami dan jelaskan ,bahwa akibat rugi dagang dan seluruh modal amblas, utang belum dapat kami lunaskan . Dan tante kami dapat menerima dengan berlapang dada.
Karena itu, hingga saat ini,hubungan kami dengan tante kami yang kini sudah tinggal di Pulau Penang sangat baik. Karena seluruh utang sudah kami lunaskan,walaupun butuh dua tahun lamanya.

Jadi,kalau kita berhutang dan entah  karena alasan apa, belum dapat melunaskan,tidak menjadi masalah,asal saja kita datangi pemiliknya dan dengan jujur menjelaskan apa adanya.Sehingga hubungan baik ,tidak menjadi rusak, akibat utang piutang. Banyak terjadi , meminjamkan satu,kita kehilangan dua. Maksudnya yang hilang, bukan hanya barang yang dipinjamkan, tapi juga sahabat baik kita juga menghilang selama lamanya.

Pengalaman Lain

Sewaktu masih duduk dikelas 3 Sekolah Rakyat pada waktu itu, waktu libur panjang, sebagaimana anak anak lain, saya juga sangat ingin bermain layangan. Namun, mana ada uang untuk beli, sedangkan untuk makan sehari harian saja.sudah sangat susah .Membuat layangan, tentu perlu ada bambu.

Maka dengan diam diam saya mematahkan pagar bambu tetangga kami. Tapi ternyata  sembilu patahan bambu ini,merobek telapak tangan saya. Untuk sesaat,tampak daging memutih dan kemudian telapak tangan saya basah dengan darah segar

Saya lari kedalam rumah . Ibu saya (almh) sangat kaget dan buru buru menumbuk bawang merah dan bawang putih,yang dicampur dengan sesendok gula pasir. Ditumbuk dan di balutkan ketelapak tangan saya. Teramat perih rasanya.

Namun, tiba tiba ayah saya (alm) sudah berdiri dibelakang saya dan bertanya, kenapa bisa luka? Mana berani saya bohong,maka jujur saya katakana ,terkena bambu yang saya ambil dari tetangga.

Alangkah berangnya ayah saya (alm). dan mengatakan :” Kita boleh miskin, tapi bukan keluarga maling!” Cepat kembalikan bambu itu kepada pemiliknya.

Kejadiannya sudah berlalu 64 tahun yang lalu, namun pelajaran pahit ini tidak pernah saya lupakan:” Kita boleh miskin,tapi jangan jadi maling!”

Wollongong, 21 Februari ,2016

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun