Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hiduplah Bagaikan Seekor Elang

16 Februari 2016   17:20 Diperbarui: 16 Februari 2016   18:47 2017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="elang"]

[/caption]Belajar dari Alam

Learn from the cradle to the grave. Belajar sejak dari buiaan hingga ke liang lahat atau dalam kalimat lain, hidup adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir. Kita bisa belajar dari apa saja dan yang terbaik adalah belajar dari alam terkembang. Di mana ada beragam makluk hidup yang dapat dijadikan contoh.

Misalnya kita dapat belajar hidup berbagi dari seekor semut, karena tidak ada semut yang mendapatkan sebutir beras dan memakannya secara sembunyi. Selalu dibawa ke sarangnya dan dimakan bersama-sama. Atau kita bisa juga belajar dari sepasang burung pipit yang harganya di pasar, mungkin cuma Rp 10.000. Namun tenggoklah ketika sarang burung kecil ini dilanda badai dan hancur lebur, mereka tidak menangisi nasibnya, melainkan mulai dengan membangun rumah barunya dengan mengangkat selembar demi selembar rumputan untuk membangun kembali sarangnya.

Dalam Hidup Kita Dapat Mencontoh Seekor Elang

Hiduplah bagaikan elang, karena elang melambangkan sifat pemberani. Karena Elang memiliki sifat-sifat ksatria elang membangun sarangnya ditempat yang tinggi. Elang selalu memberi tanda setiap kali ia akan menyerang musuhnya.

  • Elang tidak makan bangkai, seperti serigala
  • Elang bisa terbang tinggi
  • Elang memiliki pandangan yang tajam dan cerdas
  • Elang tidak pernah tunduk kepada hewan lainnya
  • Elang berani terbang melawan badai
  • Elang selalu setia pada pasangannya
  • Elang akan mempertaruhkan nyawanya demi anak-anaknya
  • Nasib Elang tidak ditentukan oleh manusia

Jangan Hidup Seperti Ayam,karena:

  • Sifat-sifat ayam sangat negatif
  • Memiliki sifat penakut
  • Tidak berani terbang tinggi
  • Nasibnya ditentukan oleh manusia, kapan mau dipotong
  • Gonta-ganti pasangan
  • Ada suara ribut ayam lari mencari perlindungan
  • Tidak berani mengambil resiko pergi jauh dari kandangnya

Tentu bukan maksud penulis untuk  menyamakan manusia dengan seekor ayam. Tetapi kita bisa belajar dari kedua makluk ini. Memperhatikan gaya hidup mereka, karakter dan daya hidup yang ada pada diri mereka masing-masing. Apakah kita ingin menjadi seperti seekor elang ataukah kita ingin hidup seperti seekor ayam? Yang tiap hari harus mengais untuk mencari makan dan kemudian ketika tiba giliran untuk di potong, maka seekor ayam hanya bisa menyerahkan “takdirnya” ditangan manusia.

Ataukah kita memilih menjadi seekor elang? Kalau ini yang kita pilih, berarti kita sudah siap lahir batin untuk hidup melawan badai yang menerpa. Berani merantau jauh demi kehidupan yang lebih baik dan berani mengambil resiko. Karena kita menyadari menjadi yang terbaik dalam hidup harus melalui beberapa tahapan yang sangat melelahkan, seperti halnya seekor elang ketika harus terbang melawan badai.

Harapan dan Resiko

Dare to dream. Beranilah bermimpi karena mimpi akan membuat kita menjadi besar. Bermimpi tentu tidak dimaksudkan menghabiskan waktu secara sia-sia dengan melamun, melainkan berani memiliki impiian untuk meraih kesuksesan.

Berani memiliki cita-cita yang tinggi, kendati kita memahami bahwa sebuah cita-cita tidak secara serta merta terwujud, melainkan harus dibangun dengan kerja keras dan pantang menyerah, seperti halnya Elang membangun sarangnya dipohon cemara yang tinggi. Kendati ada resiko terimbas badai. Hidup melawan badai berarti berani menghadapi resiko berani minta maaf bila bersalah.

Berani bertanggung jawab untuk akibat dari pekerjaan. Berani membuka hati dan pikiran untuk menerima saran dan kritik. Berani memperbaiki bila apa yang kita lakukan adalah salah. Berani tampil kedepan untuk membela kebenaran. Orang yang berani melawan badai kehidupan adalah orang yang sudah berhasil mengalahkan diri sendiri.

Setiap insan diberikan kebebasan oleh Sang Pencipta untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. Apapun yang kita pilih,selalu mengandung 2 hal, yaitu harapan dan resiko. Dan resiko itu harus berani kita ambil. Karena yang terburuk dalam hidup ini, bukanlah gagal dalam meraih cita-cita, melainkan hidup tanpa berani mengambil resiko

Sekali lagi jadilah elang, jangan jadi anak ayam.

16 Februari 2016

tjiptadinata effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun