Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Potret Pengamen dari 3 Negeri

16 Februari 2016   13:37 Diperbarui: 16 Februari 2016   14:02 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="ngamen di Italia, foto di Italia: dok pribadi"][/caption]Potret Pengamen dari 3 Negara

Memotret gaya orang mengamen dari negara yang berbeda, setidaknya memberikan kita gambaran yang mendekati kondisi sesungguhnya, bagaimana sesungguhnya seseorang itu:”memilih” atau “terjerumus” menjadi seorang pengamen.

Dengan demikian, stigma negatif yang mungkin pernah singgah dibenak kita selama ini, bahwa pengamen itu adalah orang yang mau cari jalan hidup seenaknya saja, ternyata tidaklah benar.

Pengamen bukanlah Pengemis, karena pengemis hanya menadahkan tangan dan meminta dengan suara yang beriba iba, agar dikasihani orang. Ada yang memang sungguh sakit, namun cukup banyak yang hanya pandai berakting hingga mampu merauh uang yang cukup banyak dari hasil aktingnya.

Sedangkan pengamen adalah seseorang yang dengan menawarkan jasanya, menunggu secuil imbalan dari orang lain. Walaupun ada beberapa pengamen yang asal asalan creng creng dan kemudian menyodorkan kaleng untuk minta uang, tentu kita tidak boleh menghakimi bahwa semua pengamen sama saja.

Ternyata profesi pengamen tidak hanya ada di Indonesia, tapi juga ada di Australia bahkan di Eropa. Dan mungkin saja ada diseluruh pelosok dunia, namun yang terekam di camera saku saya hanya pengamen dari 3 negeri yang mungkin dapat memberikan gambaran, bagaimana sesungguhnya kehidupan seorang pengamen.

Ngamen di Italia

Mereka mengamen dengan mengenakan berbagai kostum unik: Kostum tentara Romawi, kostum Swiss guard, kostum dewa dewi. Tarif minimal 5 Euro, jadi setiap kali selesai berpose bersama, kita harus bayar 5 Euro atau setara dengan Rp. 90.000

Menurut salah seorang pengamen ini, kalau di libur musim panas, mereka panen raya, Maksudnya banyak yang mau berfoto bersama dan berarti banyak uang masuk. Karena setiap tahunnya Italia dikunjungi sekitar 60 juta wisatawan dari berbagai negara. Nah, bagi para turis ini momentum dapat berfoto bersama dan membayar 5 Euro, tentu tak keberatan sama sekali. Dalam sehari bisa kebagian tamu yang mau foto bareng, antara 20 hingga 30 orang, Lumayan, seharian bisa dapat antara 100 hingga 150 Euro.

[caption caption="foto bersama : 'tentara Romawi" dok pribadi"]

[/caption]Celina, nama wanita pengamen ini mengaku sudah 3 tahun menjalani hidup sebagai pengamen. Negeri asalnya adalah Yunani. Yang paling berat adalah ketika kondisinya sedang tidak fit, namun harus tetap mampu bertahan, bila tamu-tamu lagi antrian mau berfot.

"This is not about my life, but also all my children" katanya sendu.

Walau tak dapat menengok wajahnya, namun dari suaranya kemungkinan baru berusia sekitar 30 tahunan. Kemana suaminya? Tentu bukanlah hak kita untuk mengorek hal pribadi Celina

[caption caption="foto bersama : 'tentara Romawi" dok pribadi"]

[/caption]Ngamen di Australia

Ngamen di Australia harus melalui tes dan ada ijin untuk melakukan operasionil. Berani sembarangan ngamen, pasti akan diangkut ke kantor polisi dan di amankan. Menengok orang ngamen dengan main gitar dan biola sudah tidak aneh lagi. Makanya kali ini saya coba memotret ngamen gaya orang Aborigin.

Dilaman pelabuhan kapal di kota Sydney, ada orang Aborigin yang sedang memainkan alat musik khas Aborigin yang panjangnya hampir dua meteran. Sementara seorang temannya menjajakan barang dagangannya berupa boomerang, sentata khas orang Aborigin yang dijual dengan harga bervariasi, mulai dari 5 dollar hingga 20 dolar, tergantung besar kecil dan ukiran serta tata warnanya.

[caption caption="foto: orang Aborigin ngamen di pelabuhan Sydney/tjiptadinata effendi"]

[/caption]Menurut “Jack”, pria yang menunggui barang dagangannya ini karena mereka berasal dari suku Aborigin, maka untuk mendapatkan ijin ngamen dan jualan disini, mereka tidak perlu membayar apapun. Jack mengaku tidak tahu, apakah warga Australia yang lain ada biaya untuk mendapatkan licence. Menurut Jack, untuk membuat alat musik yang bernama Didgeridoo atau disebut juga yidaki yang terbaik adalah dari bahan dasar batang pohon kayu putih yang disini dikenal dengan nama eucalyptus.

Tempo dulu, alat musik ini digunakan dalam upacara tradisional oleh suku Aborigin di bagian utara Australia, namun kini sudah hampir merata di seluruh negara bagian Australia. Kalau yang dijual dengan harga murah, sudah bisa dipastikan terbuat dari kayu biasa saja. Harga alat musik ini bervariasi antara 75 dolar hingga 200 dolar, tergantung motif dan tata warna serta bahan bakunya.

[caption caption="bumerang /foto : tjiptadinata effendi"]

[/caption] “Saya tidak ingin, satupun dari anggota keluarga saya yang minta-minta uang bantuan kepada pemerintah melalui Centrelink, karena itu seluruh anggota keluarga terlibat sejak dari mencari bambu dan kayu yang pas sebagai bahan dasar suling, maupun untuk boomerang.“ kata Jack menutup pembicaraan singkat kami.

Pengamen di Bandung

[caption caption="foto: pengamen di Bandung,/foto tjiptadinata effendi"]

[/caption]Dipersimpangan sebelum belok kekanan menuju ke jalan Kedung Kaung, bertepatan lampu rambu lalu lintas sedang menyala merah, maka saya hentikan kendaraan dengan sangat perlahan.

Tiba-tiba ada sesosok wajah yang dicat dengan warna abu abu sedang berdiri di samping kanan kendaraan yang saya kendarai. Saya bukan kaca dan menanyakan ada apa? Lelaki bertopeng cat ini menawarkan untuk membersihkan kaca mobil. Namun karena akan mengganggu orang lain, maka dengan halus saya tolak tawarannya.

“Om. Maaf berikanlah saya kesempatan untuk membersihkan kaca mobil. Terserah Om mau kasih berapa. Saya butuh untuk beli makanan anak dan istri dirumah…” katanya sopan.

Saya tertegun. Mendadak saya merasakan bagaimana perasaan lelaki yang sedang berdiri dan menanti penuh harapan, sekedar 5 ribuan dari saya. Saya ingat bahwa dulu saya juga pernah berada dalam kondisi seperti ini, kendati tidak pernah sampai mengamen di jalanan. Namun kalau untuk makan, harus utang sana sini, sudah sering saya lakukan. Saya ulurkan tangan saya kearah istri saya dan Lina sudah tahu, saya minta uang untuk diberikan kepada sesosok anak manusia yang ada berjarak sejengkal dari kami. Sama-sama makluk ciptaan Tuhan, namun beda garis tangan.

Pada waktu memberi, sangat terasa makna dari kata-kata:”Berbahagialah yang memberi daripada yang menerima. “ Bayangkan kalau saya yang menerima, berarti saya yang ada dibawah sana”

Mengamati pengamen, setidaknya membuka mata hati kita bahwa mereka juga sama dangan kita, namun garis tangan mengantarkan mereke ke sisi lain, untuk menjalani hidup.

 

16 Februari 2016

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun