keterangan foto: penulis berdiri sambil memegang secangkir kopi hangat di udara dingin membeku (tjiptadinata effendi)
Betah Hidup Berbaur dengan Warga Australia
Selama sepuluh tahun tinggal di benua Kanguru, kami manfaatkan untuk bergaul dengan warga setempat. Hal ini dipermudahkan ,karena mantu kami adalah orang Australia (bule),Jadi jelas teman temanya kebanyakan juga orang Australia Masih ditambah dengan sifat putri kami, yang senang bergaul dangan siapa saja. Sehigga setiap minggu rumah kediaman putri kami,tidak pernah sepi dikunjungi sahabat sahahatnya. yang kemudian juga menjadi sahabat kami.
Dalam segalam beda budaya,,yang pada awalnya sempat menyebabkan saya mengalami culural shosk, ternyata banyak juga sifat sifat mereka,yang menurut saya ,patut ditiru. Yakni, senantiasa mendahulukan kepentingan sahabat mereka.
keterangan foto: mengenakan blus warna merah adalah cucu kami ,usia 14 tahun/tjiptadinata effendi
Hal ini terbukti ketika kami camping di perdesaan dimana tidak ada komunikasi, tidak ada toko atau apapun, selain alam terbuka, Bahkan semua signal HP tidak bekerja, Tidak ada listrik atau penerangan apapun.. Dalam suasana inilah kami tinggal bersama di tenda dialam terbuka. Pada waktu itu sedang musim dingin, disamping menggigil ,juga kelaparan. Namun saya merasa kagum,mereka memberikan kami tempat ditengah ,sedangkan tenda tenda mereka mengelilingi tenda kami,
Minuman kopi hangat , kentang bakar dan sosis bakar,selalu diberikan kepada kami sebelum mereka sendiri menikmatinya. Tentu saja ,camping selama tiga malam di alam ini, menyisakan kenangan indah yang tak akan terlupakan bagi kami,..Ternyata persahabatn tulus itu sungguh teramat indah.
Disamping itu, sudah cukup lama memperhatikan ,ada sikap dan prilaku orang Australia ,yang menurut saya aneh dan menjadi pertanyaan tak terjawab. Contoh, di hampir setiap club, seperti Bowling Club. Builder Club, disediakan minuman kopi gratis atau kopi yang bisa diperoleh ,hanya dengan memasukkan satu koin . Namun se(lama ini,hampir tidak pernah tampak orang Australia (bule) yang mengambil kopi gratis, Mereka lebih suka membeli di bar yang memang terdapat disetiap Club, Padahal harga kopi di bar adalah antara sekitar 4 dolar.
Saya berpikir, mungkin rasa kopinya beda, makanya mereka lebih suka beli daripada minum gratis atau Cuma masukkan satu koin pada mesin kopi. Rasa pingin tahu, suatu hari saya coba pesan kopi di bar dan bayar 3,80 untuk ukuran small ..Ternyata tidak ada bedanya.
Tambah penasaran lagi ketika, di toko roti, setiap jam 6 sore, roti boleh diperoleh secara gratis,karena aturan disini, kalau kotak cashir sudah ditutup ,maka roti yang ada dibagikan kepada siapa saja yang datang..Atau kalau mash tersisa, diserahkan ke toko Second Hand Shops yang akan membantu mendistribusikan kepada warga yang membutuhkan
Ternyata tidak banyak yang antri, Cuma beberapa orang dan semuanya orang Asia. Suatu sore,pas sebelum pulang kerumah putri kami, saya singgah disalah satu toko roti di Fig Tree Mall dan ikut antrean..Tiba giliran kami, roti di potong potong sesuai permintaan dan dibungkus. Selesai dibumgkus istri saya menyodorkan lembaran 5 dolar. Namun dengan sopan si nona pelayan toko roti mengatakan :” Nothing to pay, It’s free”,sambil tersenyum
Ternyata Ini Rahasianya
Sesaat kami tertegun, Dan pada saat yang sama,dibelakang kami terdengar diskusi antara pasangan bule dan orang Asia, Wanita Asia,yang kelihatan adalah istrinya,mau ikut antran untuk mendapatkan roti gratis,Tapi terdengar suaminya berbisik. Tapi karena jaraknya hanya 10 cm dibelakang kami,maka suara bisikannya sangat jelas terdengar “ Darling, we have enough money to buy .Why do we have to take a free one? Let the others people who needs it more than us.” ,kata yang pria, sambil menarik lengan istrinya,
Saya terpana….
Ingin rasanya saya kembalikan lagi roti tersebut, karena kalau sekedar beli roti, uang kami masih lebih dari cukup. Tapi rasa kesopanan ,membuat kami menahan diri untuk tidak mengembalikan roti gratis tersebut dan membawanya pulang.
Hal ini telah membuka tabir misteri yang selama ini ,tersimpan dalam memori saya. Bahkan sempat berpikiran ,mungkin orang Australia gengsi dan tidak mau ambil yang gratis, Ternyata dugaan saya keliru, Mereka bukannya tidak tahu uang, melainkan cara berpikir dan sikap mental mereka berbeda dengan kita. Yakni,kalau kita bisa bayar ,mengapa harus ambil yang gratis.Biarlah orang lain yang lebih membutuhkannya mendapatkan secara gratis,, Kalau mau, ya mereka bisa beli.
Hal ini sekaligus mengubah paradigma berpikir saya, bahwa tidak semua budaya barat itu jelek dan harus ditampik atau dijauhi.Salajh satunya adalah budaya tidak egois dan mengingat orang yang tidak mampu,,seperti kejadian diatas,rasanya patut ditiru
Oleh karena itu ,sebagai rasa terima kasih untuk persahabatan dan nilai nilai kemanusiaan yang saya peroleh dari teman teman Australia disini, meka setiap kali kami pulang kampung ke Indoneia, tak lupa kami ingat akan sahabat kami disini. Lagi lagi bukti ,bahwa beda bangsa,beda budaya, beda bahasa, tidak menjadi halangan untuk menjalin persahabatan yang tulus,
Iluka,, 13 Januari, 2016
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H