Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup 10 Tahun Membaur dengan Warga Australia

13 Januari 2016   19:22 Diperbarui: 13 Januari 2016   20:13 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tambah  penasaran lagi ketika, di toko roti, setiap jam 6 sore, roti boleh diperoleh secara gratis,karena aturan disini, kalau kotak cashir sudah ditutup ,maka roti yang ada dibagikan kepada siapa saja  yang datang..Atau kalau mash tersisa, diserahkan ke toko Second Hand Shops yang akan membantu mendistribusikan kepada warga yang membutuhkan

Ternyata tidak banyak yang antri, Cuma beberapa orang dan semuanya orang Asia. Suatu sore,pas sebelum pulang kerumah putri kami, saya singgah disalah satu toko roti di Fig Tree Mall dan ikut antrean..Tiba giliran kami, roti di potong potong sesuai permintaan dan dibungkus. Selesai dibumgkus istri saya menyodorkan lembaran 5 dolar. Namun dengan sopan si nona pelayan toko roti mengatakan :” Nothing to pay, It’s free”,sambil tersenyum

 

keterangan foto: salah satu toko roti yang terdapat disetiap mall, karena roti adalah makanan pokok mereka(tjiptadinta effendi)

Ternyata Ini Rahasianya

Sesaat kami tertegun, Dan pada saat yang sama,dibelakang kami terdengar diskusi antara pasangan bule dan orang Asia, Wanita Asia,yang kelihatan adalah istrinya,mau ikut antran untuk  mendapatkan roti gratis,Tapi terdengar suaminya berbisik. Tapi karena jaraknya hanya 10 cm dibelakang kami,maka suara bisikannya sangat jelas terdengar “ Darling, we have enough money to buy .Why do we have to take a free one? Let the others people who needs it more than us.” ,kata yang pria, sambil menarik lengan istrinya,

Saya terpana….

Ingin rasanya saya kembalikan lagi roti tersebut, karena kalau sekedar beli roti, uang kami masih lebih dari cukup. Tapi rasa kesopanan ,membuat kami menahan diri untuk tidak mengembalikan roti gratis tersebut dan membawanya pulang.

Hal ini telah membuka tabir misteri yang selama ini ,tersimpan dalam memori saya. Bahkan sempat berpikiran ,mungkin orang Australia gengsi dan tidak mau ambil yang gratis, Ternyata dugaan saya keliru, Mereka bukannya tidak tahu uang, melainkan cara berpikir dan sikap mental mereka berbeda dengan kita. Yakni,kalau kita bisa bayar ,mengapa harus ambil yang gratis.Biarlah orang lain yang lebih membutuhkannya mendapatkan secara gratis,, Kalau mau, ya mereka bisa beli.

Hal ini sekaligus mengubah paradigma berpikir saya, bahwa tidak semua budaya barat itu jelek dan harus ditampik atau dijauhi.Salajh satunya adalah budaya tidak egois dan mengingat orang yang tidak mampu,,seperti kejadian diatas,rasanya patut  ditiru

Oleh karena itu ,sebagai rasa terima kasih untuk persahabatan dan nilai nilai kemanusiaan yang saya peroleh dari teman teman Australia disini, meka setiap kali kami pulang kampung ke Indoneia, tak lupa kami ingat akan sahabat kami disini. Lagi lagi bukti ,bahwa beda bangsa,beda budaya, beda bahasa, tidak menjadi halangan untuk menjalin persahabatan yang tulus,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun