Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uang Memang Bukan Segalanya,tapi Segalanya Butuh Uang

10 Januari 2016   19:43 Diperbarui: 11 Januari 2016   08:54 11542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[/caption] Siapapun kita, pasti tidak ingin masa tua kita seperti ini bukan? karena itu jangan tunggu sampai terlambat, Mulailah mempersiapkan konsep hidup yang tepat (tjiptadinata effendi)

Uang Memang Bukan Segalanya ,Tapi Jangan Lupa,Segalanya Butuh Uang

Peribahasa atau the wisdom words, harus disikapi secara arif dan bijak, Kalimat kalimat indah , jangan sampai membius kita, sehingga salah menentukan arah hidup.

Salah alamat,bisa merusakan sebuah rencana, Salah menentukan arah hidup, bisa membawa seluruh keluarga kita dalam kesengsaraan.

Oleh karena itu ,hendaknya kalimat kalimat indah,yang dikemas begitu piawai, hendaknya selalu ditempatkan tak lebih dari sekedar sebuah masukan atau sebuah :” Option” .Kata :” Option atau optional” jelas menegakkan sebuah garis lurus, bahwa kata kata bijak , jangan sampai disikapi secara berlebihan,

Yang paling sering kita dengarkan adalah:”

Uang bukan segala galanya dalam hidup ini dan uang juga bukan nomor satu yang terpenting”

Ada sepotong kebenaran didalam kalimat ini, bahwa memang uang bukan segala galanya

  • Memiliki uang belum tentu membahagiakan diri dan keluarga
  • Memiliki uang bukan juga berarti semua masalah bisa diselesaikan serta merta
  • Dengan uang ,kita hanya dapat membeli kesenangan, tapi bukan kebahagiaan
  • Dalam kondisi tertentu, uang tidak lagi berarti apa apa, terjadi perpecahan dalam keluarga

Namun ,jangan lupa, bahwa kebenaran yang tampak secara kasat mata, bukanlah sebuah kebenaran yang hakiki. Ada hal hal lain,yang perlu dipahami, bahwa :”

Segala sesuatu dalam hidup ini butuh uang”

Suka ataupun tidak, ini adalah sebuah fakta dan realita, Fakta tidak selalu selaras dengan alur pikiran manusia,bahkan fakta terkadang bertabrakan dengan idealisme yang sudah mendarah daging,,

Disinilah kedewasaan dalam cara berpikir dan bersikap kita dituntut, untuk secara arif dan bijak membedakan, mana hal yang patut dijadikan pegangan, mana yang perlu menengok situasi dan kondisi.

Pikiran Mendahului Realita

Membayangkan pensiun duduk dikursi goyang sambil mangku cucu? Itu sudah kuno,sebuah paradigma atau cara berpikir yang sangat keliru, Yang akibatnya menciptakan manusia manuisa lanjut usia yang patut dikasihani, Menjadi manusia yang kehilanan hasrat hidup dan hanya menunggu dikasihani anak cucu.Alangkah menyedihkan hidup seperti ini

Hidup tanpa akitivitas,akan menjadi jenuh dan tidak bernilai. Kita boleh saja melambungkan angan kita setinggi bintang dilangit,tetapi jangan lupa bahwa kita hidup dialam yang bersifat dinamika. Hidup itu selalu bergerak dan sehebat apapun seseorang ,tidak ada manusia yang mampu menggengam kehidupan dalam genggaman tangannya,

Hidup bergerak dari waktu kewaktu dan dari satu sudut ke sudut lainnya. Siapa saja yang hidup statis dan bersikap menunggu , maka ia akan terlibas oleh arus kehidupan .Hidup tidak selalu lemah lembut, Hidup tidak dapat memilah dan membedakan mana orang muda dan mana orang tua,semua diperlakukan sama.

Tidak jarang hidup itu keras dan bengis,serta tidak berbelas kasih,,Betapapun seorang anak manusia meratapi nasibnya,yang sudah terlanjur buruk,tidak akan mengubah apapun,,

  • Jangan memanjakan diri secara keliru dan menanamkan dalam diri bahwa :
    saya sudah tua,
  • sudah patut pensiun
  • dan hidup bersantai ,
  • sambil duduk dikursi goyang”

Sesekali memanjakan diri,duduk santai diteras rumah ,sambil menikmati secangkir kopi ,tentu saja hal yang sangat wajar dan baik. Kalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri,bagaimana orang lain bisa menghargai

Namun membiarkan pikiran terbius,bahwa hidup itu akan enak selamanya ,adalah sebuah kesalahan,yang kelak akan diratapi selamanya,Kitalah yang menggiring masa depan kita,sesuai dengan apa yang kita rancang dan yakini. Karena pikiran mendahului suatu realita. Karena itu perlu sesekali melakukan introspeksi diri, agar jangan sampai salah menentukan arah hidup kedepan.

Konsep Hidup Tergantung Dari Pikiran Yang Mengendap

Tulisan ini tidak bermaksud menggurui siapapun, Hanya sekedar berbagi pengalaman hidup sendiri dan juga belajar dari pengalaman hidup orang lain

Memutuskan sesuatu.apalagi hal itu tidak hanya menyangkut harkat hidup kita pribadi ,tetapi juga akan membawa dampak pada kehidupan keluarga dan anak cucu kita. Alangkah lebih baik,bila kita mempertimbangkan secara bijak.

Kita boleh saja mengatakan,bahwa kita bukanlah tipe manusia yang money oriented. Namun sekali lagi jangan lupa,tanpa uang ditangan,maka kita akan terbelenggu di kursi duduk kita,Karena realita tak terbantahkan adalah bahwa apapun yang akan dilakukan,semuanya butuh uang

Konsep hidup masa depan,maupun konsep hidup yang akan dijalani dalam memikmati masa pensiun,diciptakan oleh pikiran yang kita endapkan di pikiran kita. Oleh karena itu,idealisme yang bersarang dalam pikiran kita, perlu diselaraskan dengan kenyataan hidup,bahwa realita tidak menuruti alur ilmu matematika .Karena ia memilik jalur dan konsepnya tersendiri,yang terselubung secara misteri dalam ilmu kehidupan.

Mungkin saja,orang yang lulus dengan predicate :” magna cumlaude atau summa cumlaude “ disalah satu universitas paling beken di dunia, tidak lulus dalam ujian hidup yang tampak sederhana, namun perlu proses pembelajaran diri, untuk dapat menguasainya

Semoga kita semuanya lulus dengan nilai terbaik dalam setiap ujian di Universitas Kehidupan.

 

Iluka ,10 Januari,2016

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun