Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

35 Tahun Merindukan Kata: "Maaf"

6 Januari 2016   19:53 Diperbarui: 6 Januari 2016   20:34 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya dan istri sedang berjalan kaki dengan santai, melakukan napak tilas di lorong lorong menuju ke pasar Tanah Kongsi ,di kota Padang. Di jalan pondok, tiba tiba seseorang memegang lengan saya dan berkata:“Ko , masih ingat saya?” Sapa seorang lelaki,dengan tatapan mata lirih. Untuk beberapa saat, pikiran saya belum mampu menemukan jawaban,,siapa lelaki yang ada dihadapan saya ini? Dalam keadaan masih terpana, yang bertanya ,memegang tangan saya semakin erat, dengan jari jemarinya yang tampak kurus dan kisut..

Pikiran saya menerawang jauh kemasa silam .Saya tidak tega melukai hatinya ,dengan buru buru mengatakan :” Maaf anda siapa ?” Karena saya sudah pernah merasakan hal ini ,ketika hidup kami terpuruk dan bersumpah, tidak pernah akan melakukannya pada siapapun.

“ Ko… saya Han.. Hmm Koko   masih marah sama saya?” desak lelaki ini dengan menahan tangisnya.

Tiba tiba saja, saya baru sadar ,dengan siapa saya berhadapan. Walaupun seakan masih tidak percaya akan pandangan mata ,betapa pria yang dulu gagah dan kaya dan masih jauh lebih muda dibanding saya, tiba tiba berubah menjadi seorang lelaki seperti sudah berusia 80 tahun?

Namun,saya tidak ingin pikiran saya terbaca atau terasa dalam dirinya, maka serta merta saya peluk dengan erat., Han adalah sahahat dan tetangga  kami ,yang dulu kaya dan memiliki beberapa buah toko, termasuk toko sepeda. ..“Han, sudah lama saya maafkan, sungguh. Biarlah yang sudah berlalu menjadi masa lalu kita.” Jawab saya perlahan

Han semakin kuat memeluk saya dan bobollah pertahanan lelaki yang ada dihadapan saya. Sambil terisak ,sayup sayup terdengar ucapannya:” 35 tahun saya merindukan kata maaf ini dan hari ini sudah saya dapatkan…terima kasih ko…kamsia yaaa” Dan kami larut dalam kesenduhan….Ternyata Han mengalami kebangkrutan total. semua tokonya disita oleh bank,termauk rumah tinggalnya, Sejak saat itu ,kondisi hidupnya menurun terus . Menurt Han, ia pernah berkali kali mencari saya, tapi ada rasa kuatir,saya belum memaafkannya..

Karena tidak ingin jadi tontonan orang berlalu lalang, maka minta sesuatu pada istri saya dan memberikan dalam genggamannya Tidak banyak memang namun setidaknya ,Han tahu, bahwa kami sudah lama memaafkannya

Berbahagialah Ketika Kita Mampu Memberi

Pada waktu hidup kami dalam keadaan terpuruk dan masih tinggal di pasar Tanah Kongsi, pada waktu itu putra kami baru satu orang . Minta dibelikan sepeda roda tiga yang bekas. Saya datangi toko sepeda Han,dengan harapan ,karena kami teman dan sekaligus tetangga, mungkin saya akan dapat harga diskon khusus.

Tapi ketika menghitung uang untuk membayar harga sepeda roda tiga bekas,ternyata uang saya kurang, Saya minta ,agar diperbolehkan untuk membawa sepeda roda tiga,untuk hadiah kenaikan kelas putra kami. Kekurangan uang yang tak seberapa, akan saya lunaskan dalam waktu seminggu.

Namun, sangat kaget ketika Han, menarik sepeda dengan kasar dari tangan saya dan mengatakan :” kalau nggak cukup uang ,,jangan nawar barang orang dong” Ini toko sepeda, bukan toko kredit. “.

Saya terpana dan diam.,tak habis pikir, padahal Han adalah sahabat dan dulu pernah tetangga bertahun tahun,koq tega taganya? namun  saya tidak berkata apapun,,kerongkongan rasa terkancing,,,,,kemudian dengan gontai pamitan dan pulang dengan tangan hampa. Dirumah putra kami sudah menunggu sepeda roda tiga yang saya janjikan,, namun ternyata saya pulang dengan tangan kosong….

Bagi saya, tidak masalah saya dihina, tapi yang paling menyedihkan adalah menengok putra kami ,tanpa berkata apa apa ,air matanya berlinang linang dan kemudian berlari masuk kekamar..

Hidup Adalah Sebuah Universitas Kehidupan

Sejak kejadian ini, saya semakin belajar untuk  menyadari,bahwa apa yang bagi kita tidak penting,ternyata bagi orang lain, ditunggu dan dirindukan, Buktinya adalah Han,sahabat saya, yang merindukan kata maaf dari saya dan menunggu selama 35 tahun………..Sungguh hidup ini adalah sebuah Universitas Kehidupan, yang bersfiat multidimensional dan mencakup segala masalah. Termasuk hal hal kehidupan yang bahkan tak tersentuh di bangku kuliah.di Universitas masnapun di dunia ini.

Sungguh, memaafkan dengan ikhlas, merupakan sebuah kebahagiaan yang tak ternilai.Bukan untuk pencitraan diri, bukan untuk dapat pujian Karena, kata orang,ada tertulis di Kitab Suci::”Bila kamu melakukan kebaikan ,hanya untuk dilihat orang, maka kebaikan tersebut menjadi tidak bermakna,karena kamu sudah mendapatkan keuntungan dari pujian orang” ( mhn maaf ini hanya sebatas ingatan saya saja, mhn dilengkapi dan dikoreksi bila salah)

Ini hanya secuil pengalaman hidup,,untuk membagikan kisah, bahwa kata :” maaf” yang mungkin dianggap hal kecil dan sepele,ternyata ditunggu dan dinantikan oleh sahabat saya selama 35 tahun!

(Saya sungguh tidak tahu,kisah ini mau ditempatkan di kanal fiksi lagi ,atau saya memberanikan diri untuk menempatkannya dikanal Humaniora..dengan mengubah nama dan data data diri yang dapat mengindetifikasi kearah pribadi Han.? Karena selama ini,ada beberapa true story yang saya switch ke kanal fiksi...)

Pasar Tanah Kongsi , oktober, 2015

Dipostingkan di Iluka, 6 Januari, 2016

Tjiptadinata Effendi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun