Catatan Harian Seorang Istri
Siang tadi, seperti biasa, saya mengendarai mobil mini kami Toyota Yarris, menjemput cucu dan anak teman, yang sudah kami anggap sebagai cucu kami Dalam perjalanan menuju kerumah, anak anak ini menyanyikan lagu yang berjudu: “We are The Champion”
We are the champions, my friends
And we’ll keep on fighting till the end
We are the champions, we are the champions
No time for losers
Cause we are the champions of the world
Lagu ini adalah kesukaan istri saya,
Karena setiap kali dinobatkan sebagai:”Champion Honor“ di kantor dimana ia bekerja sebagai Supervisor Financial Consultant, maka lagu inilah yang dinyanyikan bersama sama.
Saya mencoba melirik kewajah istri saya Lina. Matanya tampak menerawang jauh. Saya tidak tega bertanya,karena sudah tahu jawabannya. Pasti Lina teringat masa masa ketika berada dipuncak karirnya. Kemudian mengajukan permohonan berhenti,karena tidak ingin mengecewakan suaminya, yakni saya sendiri.
Masih Terbayang
Masih terbayang dengan sangat jelas,bagaikan film yang diputar ulang, tentang saat saat saya mengingatkan istri saya, tentang janjinya mau melakukan travelling bersama sama dengan saya Walaupun saya Cuma bertanya,namun bagi Lina adalah sebuah pertanyaan yang harus dijawabnya,
Pada waktu itu….
Sudah lewat tengah malam.... Tapi Lina masih duduk termangu di keheningan malam yang membisu. Dipandanginya satu persatu Piagam Penghargaan yang terpajang di dinding ruang tamu. Trophy beraneka ragam diatas rak buku. Semuanya diperoleh berkat hasil kerja keras selama bertahun tahun pada sebuah perusahaan nasional di Jakarta.
Besok pagi ia sudah akan menyampaikan suatu keputusan yang telah dipertimbangkan secara matang selama satu bulan.
Walaupun Lina sudah menduga,bahwa hari itu akan tiba,namun ketika bulan lalu saya menyampaikan harapan itu kepadanya, tak urung membuatnya tergoncang.
"Sayang, sejak dulu impian kita, adalah mengeliling Indonesia dan mengelilingi dunia. Kapan impian itu bisa kita ujudkan?" tulah kalimat yang saya sampaikan kepada istri saya.
Lina terdiam. Seakan tidak mampu menjawab. Walaupun keinginan ini sudah disampaikan beberapa tahun lalu,namun kali ini dirasakannya,sebagai suara yang mengingatkannya akan jadi setianya kepada suami.
Ia memandang saya dengan mata berkaca kaca dan berucap lirih: "Sayang, boleh beri saya waktu satu bulan untuk mempersiapkan diri?"
"Iyaa ,nggak apa apa sayang.." jawab saya
Kini,hari ini waktu satu bulan itu sudah liwat. Ia sudah harus memberikan suatu keputusan.....
Sejak bergabung dengan perusahaan nasional,yang bergerak dibidang finance,nama Lina semakin hari semakin bersinar. Setiap Senin pagi ,ada meeting seluruh karyawan, Lina selalu ditampilkan sebagai sosok yang memberikan motivasi. Seorang ibu rumah tangga yang sukses dibidangnya. Bahkan sudah 3 tahun berturut, Lina tampil sebagai Champion Honour. Belum ada yang bisa menggantikan posisi Lina hingga pada saat itu.
Sebagai penyandang gelar Champion Honour,maka boleh dikatakan Lina menjadi anak emas perusaahaan. Berbagai fasilitas tersedia untuk Lina:
Tiap tahun keluar negeri. Seluruh biaya perjalanan pulang pergi dan penginapan ditanggung perusahaan. Salary puluhan juta setiap bulan. Bonus setiap tiga bulan. Undangan santap malam disana sini. Pokoknya seluruh pengeluaran ditanggung oleh perusaahaan.
HIdup Adalah Sebuah Pilihan
Namun kini saatnya Lina harus memilih antara karir,popularitas,uang,kemudahan kemudahan ,jalan jalan gratis keluar negeri atau menemani suami tercinta ,menggapai impiannya berkelana keseluruh jagat raya. Pilihan yang tidak mudah. Bahkan bagi Lina merupakan pilihan yang teramat berat.
Tetapi hidup terkadang berada dipersimpangan jalan dan orang harus memilih ,jalan mana yang akan ditempuhnya.
Sekali lagi Lina memandang lapat lapat semua Piagam, throphy dan foto fotonya bersama banker nasional, yang merupakan owner dari perusahaannya bekerja. Kalau ia mengundurkan diri, berarti semuanya itu hanya akan tinggal menjadi kenangan .
Bukan hanya itu saja,tetapi semua atribut yang disandangnya,akan pupus secara serta merta,begitu ia mengundurkan diri. Ia hanya akan berstatus: Ibu Rumah Tangga atau dalam bahasa tempo dulu ,statusnya adalah: ikut suami.
Ia bukan lagi wanita karir. Tidak akan ada lagi tepuk tangan yang meriah,untuk kesuksesannya. Apalagi undangan makan malam bersama Pemilik Perusahaan. Semuanya akan sirna,bagaikan bayang bayang yang tersapu teriknya sinar mentari. Tetapi bila ia tetap bersikukuh melanjutkan karirnya? Tidak tega ia melanjutkan pikiran ini.
Malam sudah bertambah larut dan udara dingin semakin terasa merasuk ketulang sumsum. Entah sudah berapa lama ia duduk di sana...ia tidak tahu.
Perlahanl lahan Lina beranjak dari kursi dan berjalan kekamar tidur, di mana suaminya sudah terlelap. Dipandangnya wajah orang yang sudah mendampinginya dalam suka dan duka selama belasan tahun. Apakah akan tega ia melukai hatinya?
Lina membaringkan tubuhnya. Pikirannya menerawang entah kemana. Mungkin karena kecapaian dan beban hati yang dipikulnya ,dalam waktu beberapa saat Lina tertidur..
Titik Balik Kehidupan
Pagi itu Lina datang lebih awal di kantornya, yang berlokasi dibilangan Harmoni Jakarta. Sebelum pimpinan sibuk dengan urusan rutinnya, Lina sudah masuk menghadap dan membawa sebuah map yang berisi surat pengunduran diri.
"Pak, seperti yang sudah saya sampaikan bulan lalu, setelah saya pikirkan masak masak,saya memutuskan untuk mengundurkan diri "..
Pak Suhendra, Pimpinan Perusahaan terdiam. Baginya pengunduran diri Lina,akan merupakan suatu pukulan bagi perusaahaan yang dipimpinnya.
"Bu Lina, saya sudah bicarakan dengan Pimpinan Pusat, bu Lina tidak perlu mengundurkan diri. Kami beri cuti tiga bulan untuk berlibur."
Tapi Lina menggelengkan kepalanya dan berkata: "Terima kasih Pak, tapi keputusan saya sudah bulat. Mohon maaf, kalau saya mengecewakan bapak."
Lina tahu,bahwa aturan di perusahaan,siapa saja yang tidak masuk kerja lebih dari satu bulan,akan diterminasi atau diberhentikan. Dan ia tidak ingin peraturan itu dirusak ,hanya karena dirinya berprestasi di perusahaan. Akan menjadi suatu preseden yang tidak sehat bagi kelangsungan hidup perusahaan.
"BU Lina, saya cuma mengingatkan, dua tahun lagi bu Lina sudah memasuki masa pensiun perusahaan. Tanpa bekerja,bu Lina akan mendapatkan salary dari perusahaan, yang jumlahnya tidak kecil. Sayang sekali kalau semuanya itu ditinggalkan. Cobalah pikir ulang kembali," kata Pak Suhendra mencoba membujuk.
"Saya mengerti maksud baik bapak. Jujur,memang income yang saya peroleh dari perusahaan cukup besar bagi saya. Tetapi saya tidak bisa membiarkan uang melunturkan kasih sayang suami ,apalagi kalau sampai harus kehilangan suami,hanya karena uang. Mohon maaf pak,sungguh,saya sudah memutuskan "
"Baiklah kalau begitu,saya tidak berhak menahan bu Lina lagi. Tapi kapan kapan,datang jugalah main main kesini,untuk memberi motivasi bagi teman teman ya...Kata Pak Suhendra dengan suara agak tersendat. Betapa tidak,selama beberapa tahun belakangan ini Lina menjadi ujung tombak perusahaan dan sekaligus menjadi motivator yang nyata.bagi seluruh karyawan disana. Tapi toh,ia harus mengakui,bahwa Lina berhak memilih jalan hidupnya.
Setelah itu,secara dadakan diadakan acara perpisahan untuk Lina. Semua staf dan karyawan berkumpul dalam ruangan pertemuan dan untuk yang terakhir kalinya mereka bernyanyi bersama............
We are the champions, my friends
And we’ll keep on fighting till the end
We are the champions, we are the champions
No time for losers
Cause we are the champions of the world
Dan saat ini lagu yang sudah lama tidak didengarkannya,kini tergiang kembali. Tanpa sadar mata Lina basah. Namun cepat cepat dihapuskannya. Mungkin kuatir akan membuat hatis saya,suaminya jadi sedih.
Kesetiaan seorang istri, telah mengantarkan bahtera pernikahan kami berlayar dengan selamat selama 50 tahun,Yang senantiasa kami syukuri dalam setiap denyut nadi kami.Sungguh Mahabesarlah Tuhan.
Musim semi, di perbukitan St,Thomas, 27 Sep. 15
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H