Pagelaran tari Bali di Ekspo 2015 - Milano/tjiptadinata effendi
Laporan Pandangan Mata ,Langsung dari Lokasi Ekspo –Milano 2015- Italia
Setelah melalui perjalanan panjang, sejak dari beli tiket, yang harganya lumayan ,yakni 39 Euro atau senilai Rp.600.000.—Kami berlima. Saya dan istri Lina, Margaretha + Sandro dan Sr. Anna, adik ipar saya. Jadi total untuk beli tiket 5 orang untuk menengok langsung ke lokasi Ekspo, sekitar Rp3.000.000.- (tiga juta rupiah). Akhirnya kami sampai juga di lokasi Ekspo 2015 di Milano. Dan semuanya ini sudah dipersiapkan oleh Margaretha, sejak jauh hari.
Melangkahkan kaki menuju ke pintu yang gerbang yang jaraknya sekitar 500 meter. Serasa berjalan di padang pasir negeri Firaun. Panas, kering dan gersang. Sambil melangkah, sebotol air mineral sudah berpindah ke Perut.
Untuk memasukki arena Ekspo ini, kendati sudah ada tiket di tangan, tapi harus melalui pemeriksaan yang cukup ketat. Semua barang harus masuk ke X-ray dan setiap pengunjung, diwajibkan melalu X-ray gate. Tak ubahnya, bagaikan layaknya penumpang yang akan mengunakan jasa penerbangan.
Setelah ritual pemeriksaan selesai, maka dari sini, kami berjalan menuju ke aula Ekspo yang full AC. Lega rasanya. Namun kami tidak sempat berleha leha di sini, karena tujuan pertama adalah menengok langsung ke Paviliun Indonesia.
Tujuan Pertama Paviliun Indonesia
Ternyata, menurut salah seorang petugas disana, sebaiknya naik bus, yang memang khusus untuk antar jemput pengunjung. Karena kalau jalan kaki,bisa menghabiskan waktu lebih dari 30 menit. Mengingat luas lokasi Ekspo ini lebih dari 1 juta meter persegi.
Didalam bus, ternyata kami bertemu dengan Mas Samuel, mas virtul dan Mas Widi, yang merupakan Kompasianer juga. Untuk menyakinkan saya, bahwa memang bukan asal ngomong, mas Samuel menyebutkan beberapa judul dari artikel yang saya tulis di Kompasiana. Antara lain: “ Ketika Hidup Terpuruk dan Kepala Tidak Laku di gadaikan”
Jujur, saya terharu, ternyata Kompasianer itu ada di mana mana dan bahkan sampai menghapal judul beberapa artikel yang saya tulis.
Pucuk Dicinta Ulam Tiba
Dari hasil pembicaraan kami, ternyata mas Samuel dan kawan kawan adalah staf dari Pavilliun Indonesia. Wah, berarti pucuk dicinta ulampun tiba. Karena dengan demikian, kami tidak perlu sibuk membaca peta, yang bikin mata berkunang kunang. Karena sudah ada petunjuk dan bimbingan langsung dari teman-teman
Expo Milano 2015 ini berlangsung sejak tanggal 1 Mei 2015, hingga 31 Oktober, 2015. Diikuti oleh 140 negara. Ekspo ini diselenggarakan lima tahun sekali oleh International Exhibition Bureau dan selalu mendapatkan perhatian dari berbagai pejuru dunia.
Pameran dagang terbesar di dunia ini diselenggarakan di atas tanah seluas 1,1 juta meter persegi di kota Milano- Italia. Dengan mempertontonkan produk andalan dari setiap negara perserta. Dengan ansumsi target pengunjung, akan mencapai total 20 juta orang,dengan mengusung tema: “Feeding the Planet , Energy for Life”
Tulisan ini sengaja tidak membahas mengenai asal muasal penanganan kontrak kerja, yang konon sempat terkatung katung. Yang jelas, hingga saat ini, Paviliun Indonesia masih eksis. Dari kejauhan kami sudah melihat bendera Merah Putih dan lambing Bhinneka Tunggal Ika, terpampang dengan mantap dan keren. Tanpa disadari,ada rasa haru yang menyesak di dada. Mungkin karena terdorong rasa bangga bahwa nama Indonesia hadir di kota Milano ini.
Pagelaran Seni Tari Bali dan Seni Musik Angklung Memukau Pengunjung
Tulisan ini agak meloncat-loncat karena ada begitu banyak rasanya yang ingin dituliskan. Namun untuk tulisan ini, secara khusus ditampilkan pagelaran seni, yang sempat memukau para pengunjung Ekspo 2015 di Milano ini
Bahkan tampak berpose, sebagian dari para Staf Ekspo dari berbagai negeri, yang berkunjung ke Paviliun Indonesia, untuk menyaksikan pagelaran seni tari dan musik angklung
Selesai pertunjukkan, para pengunjung yang menyaksikan dengan penuh perhatian, secara serempak memberikan standing applausnya. Di antara para pemain Angklung, tampak seorang Kompasianer, yakni mas Samuel, asal Sumatera Utara dan kawan kawan.
Apapun masalah yang dihadapi oleh para pengelola Paviliun Indonesia ini, agaknya sudah sepatutnya mereka mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Pemerintah Indonesia. Karena mereka tampil di negeri orang dengan membawa bendera Indonesia. Namun dari keterangan yang berhasil dikumpulkan dilokasi, ada rasa kekecewaan, terhadap sikap pemerintah, yang terkesan setengah hati.
Memupuk Kebanggaan Terhadap Negeri Sendiri
Terlepas dari potensi dagang dan keuntungan materi, yang mungkin diharapkan, namun setidaknya, kehadiran Paviliun Indonesia ini, telah menghadirkan rasa bangga bagi orang Indonesia yang berada di Italia. Apalagi dengan menampilkan pagelaran seni budaya Indonesia, yang mendapatkan perhatian yang sangat antusias dari para pengunjung.
Milano, 17 Juli, 2015
Tjiptadinata Effendi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI