Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ujian Terberat bagi Seorang Istri Adalah Tinggalkan Karier

4 Juli 2015   16:21 Diperbarui: 4 Juli 2015   19:37 4088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ilustrasi - wanita karier (Shutterstock)  

Lina bekerja di salah satu perusahaan gabungan nasional dan luar negeri di bidang finance. Dalam waktu singkat sudah termasuk dalam tiga besar di perusahaan tersebut, di bidang pencapaian target, yang diberikan perusahaan. Sebagai apresiasi dari perusahaan, Lina mendapatkan kehormatan sebagai Champion Honour of the Year selama berturut-turut tiga tahun. Hingga saat itu, belum ada seorang pun di perusahaan tersebut yang mampu menyamainya. Tentu saja hal ini merupakan kegembiraan bagi Lina.

Di Persimpangan Jalan Hidup

Namun, perjalanan hidup tidak selalu tenang dan datar. Ada kalanya suatu waktu manusia dihadapkan pada pilihan hidup. Saat-saat ini adalah merupakan sesuatu yang amat sangat menegangkan dan menguras energi karena berada di persimpangan jalan hidup

Sudah lewat tengah malam.... Tapi Lina masih duduk termangu di keheningan malam yang membisu. Dipandanginya satu per satu Piagam Penghargaan yang terpajang di dinding ruang tamu. Trophy beraneka ragam di atas rak buku. Semuanya diperoleh berkat hasil kerja keras selama bertahun-tahun. Dan kini tiba saatnya ia harus meninggalkan semuanya itu.

Besok pagi ia sudah akan menyampaikan suatu keputusan yang telah dipertimbangkan secara matang selama satu bulan. Walaupun Lina sudah menduga bahwa hari itu akan tiba, namun ketika suaminya menyampaikan harapan itu kepadanya bulan lalu, tak urung tetap membuatnya tergoncang.

"Sayang, sejak dulu impian kita adalah mengeliling Indonesia dan mengelilingi dunia. Kapan impian itu bisa kita wujudkan?" Itulah kalimat yang disampaikan oleh suaminya. Tak ada nada paksaan. Hanya sebuah pertanyaan saja. Namun, bagi Lina, ucapan tersebut bermakna mendalam.

Lina terdiam. Seakan tidak mampu menjawab. Walaupun keinginan ini sudah disampaikan oleh suaminya beberapa tahun lalu, kali ini dirasakannya sebagai suara yang mengingatkannya akan janji setianya kepada suami. Ia memandang suaminya dengan mata berkaca-kaca dan berucap lirih, "Boleh beri saya waktu satu bulan untuk mempersiapkan diri?"

"Iyaa, nggak apa-apa Sayang...," kata suaminya lembut.

Kini, hari ini waktu satu bulan itu sudah lewat. Ia sudah harus memberikan suatu keputusan.....

Sejak bergabung dengan perusahaan nasional yang bergerak dibidang finance, nama Lina semakin hari semakin bersinar. Setiap Senin pagi ada meeting seluruh karyawan. Lina selalu ditampilkan sebagai sosok yang memberikan motivasi. Seorang ibu rumah tangga yang sukses di bidangnya. Bahkan sudah 3 tahun berturut, Lina tampil sebagai Champion Honour. Belum ada yang bisa menggantikan posisi Lina hingga pada saat itu.

Sebagai penyandang gelar Champion Honour, boleh dikatakan Lina menjadi anak emas perusaahaan. Berbagai fasilitas tersedia untuk Lina: tiap tahun keluar negeri. Seluruh biaya perjalanan pulang-pergi dan penginapan ditanggung perusahaan. Salary puluhan juta setiap bulan. Bonus setiap 3 bulan. Undangan santap malam di sana-sini. Pokoknya seluruh pengeluaran ditanggung oleh perusahaan.

HIdup Adalah Sebuah Pilihan

Namun kini saatnya Lina harus memilih antara karier, popularitas, uang, kemudahan-kemudahan, jalan-jalan gratis keluar negeri atau menemani suami tercinta menggapai impiannya berkelana ke seluruh jagat raya. Pilihan yang tidak mudah. Bahkan bagi Lina merupakan pilihan yang teramat berat. Tetapi hidup terkadang berada di persimpangan jalan dan orang harus memilih jalan mana yang akan ditempuhnya.

Sekali lagi Lina memandang lapat-lapat semua piagam, throphy, dan foto-fotonya bersama banker nasional yang merupakan owner dari perusahaannya bekerja. Kalau ia mengundurkan diri berarti semuanya itu hanya akan tinggal menjadi kenangan. Bukan itu saja, semua atribut yang disandangnya akan pupus secara serta merta begitu ia mengundurkan diri. Ia hanya akan berstatus: Ibu Rumah Tangga atau dalam bahasa tempo dulu statusnya adalah: ikut suami. Ia bukan lagi wanita karier. Tidak akan ada lagi tepuk tangan yang meriah untuk kesuksesannya, apalagi undangan makan malam bersama Pemilik Perusahaan. Semuanya akan sirna bagaikan bayang-bayang yang tersapu teriknya sinar mentari.

Tetapi bila ia tetap bersikukuh melanjutkan kariernya....? Tidak tega ia melanjutkan pikiran ini.

Malam sudah bertambah larut dan udara dingin semakin terasa merasuk ke tulang sumsum.... Entah sudah berapa lama ia duduk di sana... ia tidak tahu..

Perlahan-lahan Lina beranjak dari kursi dan berjalan ke kamar tidur di mana suaminya sudah terlelap. Dipandangnya wajah orang yang sudah mendampinginya dalam suka dan duka selama belasan tahun. Apakah akan tega ia melukai hatinya...?

Lina membaringkan tubuhnya. Pikirannya menerawang entah ke mana. Mungkin karena kecapaian dan beban hati yang dipikulnya, dalam waktu beberapa saat Lina tertidur....

Titik Balik Kehidupan

Pagi itu Lina datang lebih awal di kantornya, yang berlokasi di bilangan Harmoni Jakarta. Sebelum pimpinan sibuk dengan urusan rutinnya, Lina sudah masuk menghadap dan membawa sebuah map yang berisi surat pengunduran diri.

"Pak, seperti yang sudah saya sampaikan bulan lalu, setelah saya pikirkan masak-masak, saya memutuskan untuk mengundurkan diri."

Pak Suhendra, Pemimpin Perusahaan terdiam. Baginya pengunduran diri Lina akan merupakan suatu pukulan bagi perusahaan yang dipimpinnya.

"Bu Lina, saya sudah bicarakan dengan Pimpinan Pusat, Bu Lina tidak perlu mengundurkan diri. Kami beri cuti 3 bulan untuk berlibur."

Tapi Lina menggelengkan kepalanya dan berkata, "Terima kasih, Pak, tapi keputusan saya sudah bulat. Mohon maaf kalau saya mengecewakan Bapak."

Lina tahu bahwa aturan di perusahaan, siapa saja yang tidak masuk kerja lebih dari satu bulan akan diterminasi atau diberhentikan. Dan ia tidak ingin peraturan itu dirusak hanya karena dirinya berprestasi di perusahaan. Akan menjadi suatu preseden yang tidak sehat bagi kelangsungan hidup perusahaan.

"Bu Lina, saya cuma mengingatkan, 2 tahun lagi Bu Lina sudah memasuki masa pensiun perusahaan. Tanpa bekerja, Bu Lina akan mendapatkan salary dari perusahaan, yang jumlahnya tidak kecil. Sayang sekali kalau semuanya itu ditinggalkan. Cobalah pikir ulang kembali," kata Pak Suhendra mencoba membujuk.

"Saya mengerti maksud baik Bapak. Jujur, memang income yang saya peroleh dari perusahaan cukup besar bagi saya. Tetapi saya tidak bisa membiarkan uang melunturkan kasih sayang suami, apalagi kalau sampai harus kehilangan suami hanya karena uang. Mohon maaf Pak, sungguh, saya sudah memutuskan."

"Baiklah kalau begitu, saya tidak berhak menahan Bu Lina lagi. Tapi kapan-kapan, datang jugalah main-main ke sini untuk memberikan motivasi bagi teman-teman ya.... Kata Pak Suhendra dengan suara agak tersendat. Betapa tidak, selama beberapa tahun belakangan ini Lina menjadi ujung tombak perusahaan dan sekaligus menjadi motivator yang nyata bagi seluruh karyawan di sana. Tapi toh, ia harus mengakui bahwa Lina berhak memilih jalan hidupnya.

Setelah itu, secara dadakan diadakan acara perpisahan untuk Lina. Semua staf dan karyawan berkumpul dalam ruangan pertemuan dan untuk yang terakhir kalinya mereka bernyanyi bersama....

We are the champions, my friends

And we’ll keep on fighting till the end

We are the champions, we are the champions

No time for losers

Cause we are the champions of the world

Kemudian satu per satu menyalami Lina.... Usailah sudah "pesta Perpisahan" tersebut.

Keputusan Sudah Diambil

Lina keluar dari ruang pimpinan. Ia lega karena sudah mampu mengalahkan dirinya sendiri. Lina lega dan bangga pada dirinya karena ia sudah berani meninggalkan segala popularitas diri, uang, tepuk tangan, dan jalan-jalan gratis tiap tahun keluar negeri demi cintanya KEpada suami.

Pak Handoko, teman sejawatnya, masih berusaha untuk mengurungkan niat Lina mengundurkan diri. Namun bagi Lina, sekali keputusan sudah diambil, maka segala risikonya sudah harus dihadapinya.

Butuh Waktu untuk Penyesuaian

Selama bertahun-tahun menjalani hidup yang terjadwal, tiba-tiba semuanya berubah. Tentunya tidak secara serta merta Lina dapat menyesuaikan diri dengan kondisi hidup yang sama sekali tidak terjadwal. Apalagi bila hari Senin tiba, perasaan Lina menjadi agak gundah. Karena tiap Senin pagi biasanya ada pertemuan rutin di mana Lina pasti akan ditampilkan sebagai sosok yang dijadikan percontohan.

Syukurlah kondisi ini tidak berlarut lama. Karena dua minggu setelah Lina mengundurkan diri dari perusahaan, ia bersama suami sudah mulai berkelana dari satu kota ke kota yang lain. Hampir seluruh kota yang ada di Pulau Jawa sudah mereka singgahi. Begitu juga dengan Pulau Sumatera, Bali, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan JayaPura. Impian untuk mengelilingi seluruh Nusantara, Sabang hingga ke Merauke terpenuhilah sudah.

Bahkan mereka berdua sudah menjelajahi berbagai negara di 5 Benua di dunia. Mereka bersahabat dengan ribuan orang dari berbagai suku dan bangsa. Lina sama sekali tidak menyesal telah memilih jalan hidupnya, yaitu menjelajahi dunia bersama suami tercinta walaupun untuk itu ia harus rela melepaskan semua gemerlapnya hidup berada dalam sanjungan teman-teman sekantornya.

Karena bagi Lina, kebahagiaan terbesar dalam hidupnya bukanlah harta dan karier, tapi hidup dalam kedamaian bersama suami tercinta. Mereka sudah menjalani hidup penuh kedukaan dan melarat bersama-sama dan kini dengan segala rasa syukur bisa menikmati suka cita bersama suami tercinta... Mereka berdua sudah memenuhi janji pernikahan 48 tahun yang lalu...." Kami akan saling menyayangi dalam duka dan suka...till the end ot time...."

The Greatest things in life is Love and be Love.... Yang paling agung didalam hidup ini adalah mencintai dan dicintai.... Bagi Lina, hal yang terpenting dalam hidup ini adalah: mencintai dan di cintai. Karena itu, dengan ikhlas Lina meninggalkan Karier dan prestasi yang sudah dicapainya dengan kerja keras bertahun-tahun

(Ternyata bagi Lina, ujian terberat bukan ketika harus hidup menderita, tetapi justru meninggalkan pekerjaan di saat karier mencapai puncaknya. Namun, Lina sudah melakukan pilihan dan tak pernah menyesali pilihannya.) Tulisan ini bukan untuk memberikan sanjungan terhadap istri sendiri, namun mungkin dapat menjadi inspirasi bagi pasangan suami-istri yang masih muda)

Helensburg, 4 Juli, 2015

Tjiptadinata Effendi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun