Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Negara Membiarkan Anak Anak Terlantar?

15 Mei 2015   17:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:01 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_383743" align="aligncenter" width="428" caption="ilustrasi :tjiptadinata effendi"][/caption]

Mengapa Negara Membiarkan Anak Anak Terlantar?

Saya baru baca tulisan yang ditulis oleh salah seorang Kompasianer,yang juga adalah seorang Advokat. Judulnya adalah :” 5 Tahun Penjara untuk Penelantaran Anak”

Untuk jelasnya ijinkanlah saya mengutip dua alinea ,pada awal tulisan ,sebagai berikut:

“Dari segi kacamata hukum, penelantaran anak merupakan suatu tindak kekerasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 butir 15a UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam pengertian ketentuan tersebut, kekerasan tidak hanya sebatas dalam bentuk fisik saja, melainkan juga psikis termasuk penelantaran.

Oleh karena itu, apabila ada orang tua yang menelantarkan anaknya, maka sanksi hukumnya cukup berat, yaitu sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).(ditulis oleh: Rolas Jakson- Advokat)”

Ada Pertanyaan yang Mengelitik,tapi Tidak Ditemukan Jawabannya

Membaca artikel ini sungguh akan membuat seorang waras, pasti akan terenyuh, apalagi konon kabarnya, orang tua mereka bukan orang melarat,bahkan seorang intelektual. Sungguh tak habis pikir bagaimana hal tersebut bisa terjadi.

Namun ada hal yang mengelitik dalam hati saya, :” Kalau orang tua menelantarkan anak anak mereka, dapat dihukum 5 tahun penjara,bagaimana dengan negara yang menelantarkan anak anak ? Apakah juga bisa dituntut ? Untuk menuntut hukuman phisik ,jelas tidak memungkinkan, karena negara merupakan sebuah institusi. Namun mungkinkah negara dituntut untuk membayar ganti rugi kepada fakir miskin dan anak anak yang ditelantarkan oleh negara?

[caption id="attachment_383746" align="aligncenter" width="626" caption="orang yang tinggal di gubuk ini,pasti bukan orang kaya/tjiptadinata effendi"]

14316855821006423879
14316855821006423879
[/caption]

Undang Undang Dasar 45 ,Pasal 1 ayat 34:
“Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh negara”

Kita tidak perlu harus ke Afrika atau ke Suriah,untuk menengok anak anak telantar dan kurang makan. Hampir disetiap kota, setiap hari kita saksikan anak anak gelandangan yang entah tidur dimana dan makan apa.

Untuk menutup mata, dengan sangat mudah kita bisa saja mengatakan bahwa:” Mereka itu bukan orang miskin, malah kaya,hanya saja mereka pemalas dan lebih suka hidup dengan minta minta”

Padahal yang kaya dengan jalan minta minta atau jadi pengemis,dapat dihitung dengan jari tangan. Namun kita sudah men justice ,bahwa semua orang yang minta minta adalah penipu . Mereka bukan miskin, tapi pemalas

[caption id="attachment_383744" align="aligncenter" width="367" caption="hanya nelayan berdassi yang kaya./tjiptadinata effendi"]

14316853161598827865
14316853161598827865
[/caption]

Pengalaman Pribadi

Tahun lalu ,kami ke Makasar ,Menginap di Hotel Losari Beach, Malamnya kami memutuskan naik beca, menuju ke restoran tenda di tepi pantai Losari untuk makan ikan bakar.

Sedang asyik menikmati makan ikan bakar yang sedap sedap pedas dan segar, tampak 4 orang anak anak seusia 5 -9 tahun datang mendekat.” Maaf bu, kalau makanannya tidak habis,jangan dibuang ya bu, Kalau boleh kami minta, Kami belum makan” kata yang paling besar diantaranya.

Saya menoleh dan menatap dalam dalam kemata si anak. Tak tampak ia menyembunyikan sesuatu atau berbohong, Bisa saja kita berpikir,anak anak ini sudah terlatih untuk bersandiwara dan pura pura lapar untuk minta uang atau pengemis. Namun sebagai orang yang sudah melalui hidup di tiga jaman, saya tidak akan mudah tertipu dengan sebuah sandiwara.

“Boleh ,boleh “ kata istri saya spontan, Karena kalau untuk membantu orang, istri saya tidak perlu ijin dulu dari saya.Sejak dulu sudah kami terapkan begitu.Tapi mana tega ,memberikan mereka sisa makanan kami?

Mereka adalah anak anak manusia, seperti juga anak dan cucu cucu kami. Mustahil kami berikan mereka sisa makanan dipiring. Maka istri saya memesan satu paket lagi ,nasi dan lauk pauknya. Selang beberapa menit, si mbak datang dengan nasi sepiring penuh dan lauk pauknya. Kami berikan kepada anak anak tersebut.

Mereka berebutan makan didepan mata kami dan dalam hitungan beberapa menit,piring terse but sudah licin tandas,.Benar benar mereka kelaparan, bukan hanya sekedar minta minta.

“ Ayah kami sudah 3 hari tidak kelaut pak,karena badai” kata salah seorangnya tanpa diminta. “ Masih mau lagi” tanya saya.

“Terima kasih pak ,bu..Alhamdulilah,kami sudah kenyaang sekali. Baru kali ini kami dapat makan seenak ini …”

Tiba tiba saja ,saya jadi cengeng dan air mata saya jatuh sebutir ,,,,

Kami tidak mungkin memberi makan pada semua anak anak terlantar dinegeri ini, walaupun kami sangat mendambakannya… Mungkin pemerintah kita bisa membantu meringankan penderitaan mereka…

Wollongong, 15 Mei, 2015

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun