Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

"A Prince in Republic" Buku Tentang Sultan, Terbit di Australia

25 Maret 2015   12:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:03 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_374857" align="aligncenter" width="505" caption="sumber berita/foto: australianplus"][/caption]

“A Prince in A Republic “ Buku Tentang Sultan, Terbit di Australia

Di Indonesia , mungkin sudah tidak banyak lagi yang ingat tentang Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX. Mungkin seiring dengan perjalanan waktu yang cukup panjang, belum lagi berbagai masalah jegal menjegal politik yang mendominasi media nasional kita.

Bahkan tak urung pengganti nya Sultan Hamengkubuwonoke X,hanya sesekali ditampilkan, itupun sebatas yang ada hubungannya dengan seni dan budaya di Yogyakarta. Amat jarang ada artikel yang membahas tentang peran Sultan dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi tentang peranaan Sultan dalam memberikan dukungan dengan mengakui kemerdekaan R.I .Serta dalam masa sulit, ketika Belanda dengan menumpang sekutu,berupaya mengambil alih kembali negara Indonesia, Sultan telah melindungi pemimpin bangsa Indonesia,dengan meminjamkan Yogyakarta ,sebagai kedudukan sementara Pusat Pemerintahan R.I.

Dilupakan di Negeri Sendiri,Dihargai Diluar Negeri

Membaca artikel yang di tayangkan oleh Australian Plus, sungguh terasa sangat ironis,bahwa sosok yang hampir dilupakan dinegeri sendiri,ternyata di angkat dan dihormati di negeri orang.

Seorang akademisi dari Australian National University (ANU) John Monfries meluncurkan buku mengenai mantan wakil presiden Indonesia Sri Sultan Hamengkubuwono IX di gedung KBRI di Canberra, Senin (23/3/2015). Buku berjudul A Prince in A Republic (Seorang Sultan di Dalam Sebuah Republik) sekaligus dibedah dalam diskusi yang dihadiri Dubes Nadjib Riphat Kesoema. Buku tersebut menceritakan kisah kehidupan dan karir politik Hamengkubuwono IX (HB IX), ayah dari Sultan Yogyakarta sekarang.

Setelah membaca buku ini, Anda akan tahu siapa dan bagaimana HB IX bertahan dan apa yang membuat HB IX berbeda dengan politisi lainnya di jamannya,” ujar penulis John Monfries.( sumber berita /foto: australianplus)

[caption id="attachment_374858" align="aligncenter" width="300" caption="penulis dan Sultan Hamengkubuwono ke X di Kraton Ngayogyakarta/docpribadi"]

14272618301228578650
14272618301228578650
[/caption]

Sosok Sultan Hamengkubuwono ke X Yang Saya Kenal

Membaca artikel tentang Sultan Hamengkubuwono ke IX tersebut diatas,mengingatkan saya akan pertemuan dengan putra beliau ,yakni Sultan Hamengkubuwono ke X.

Menulis tentang Sultan dan menghubungkan dengan diri sendiri,sama sekali tidak ada kaitannya untuk menumpang tenar.juga bukan untuk mendapatkan sesuatu. Karena bagi saya semuanya itu sudah berlalu. Pertama saya bukan pengusaha lagi,kedua secara phisik,saya sudah menjadi penduduk Australia,walaupun masih tetap w.n.i. Jadi tidak ada keuntungan pribadi apapun yang akan saya peroleh.

Tulisan ini , hanya ungkapan rasa kagum pribadi diri saya dan keheranan yang mengusik hati ,mengapa jarang artikel tentang Sultan di media nasional kita? Hanya sekedar itu,makanya tulisan ini,walaupun sebagian dari kutip dari Australian plus, tapi saya titipkan dikanal Catatan Harian.

TIGA JAM BERSAMA SULTAN

Saya tidak pernah bermimpi ,bahwa saya akan diundang oleh orang nomer satu di Yogya. Kalau dulu sewaktu saya masih sebagai eksportir, ya adalah sangat wajar bila mendapatkan undangan makan bersama Wali kota, Gubernur atau Menteri Perdagangan. Tetapi itu cerita lama,yang hanya tinggal sekedar nostalgia. Sejak 10 tahun lalu ,saya sudah meninggalkan semuanya dan milih jalan hidup yang lain.

Tapi undangan itu jelas,bukan khayalan ,karena jelas nama saya disebut oleh sekretaris Sultan. “Besok,mohon berkenan Pak Effendi datang ke Kraton. Ditungguh Ngarso Dalem  jam 7 malam. “

“Baik Mbak ,terima kasih ,saya dan istri akan hadir besok jam 7.00 malam.”.Namun untuk memastikan ,setelah pembicaraan selesai,saya balik telpon ke kantor telepon dan menanyakan nomer telepon yang menghubungi saya tadi dari mana? Spontan di jawab:” Nomer telpon dari Kraton pak”

Keesokan harinya ,kami berdua datang dengan salah seorang staf kami di Yogya. Begitu kami turun mobil dan masuk kepekarangan,sudah dijemput oleh seorang wanita. ” Monggo,bapak dan ibu sudah ditunggu Ngarso Dalem diruang tamu.”

Kami mengikuti langkah wanita ini menuju keruang tamu. Tapi belum kami masuk,tiba tiba sudah melangkah keluar Pak Sultan,sambil tersenyum lebar,menyambut kami . “Terima kasih ..sudah datang.”.sambil menyalami kami berdua.Sementara melangkah keruang tamu.sebelah tangan Sultan diletakkan dipundak saya,seperti layaknya orang yang sudah kenalan lama. Padahal baru sekali ini saya berkunjung ke Kraton.

Sesaat kemudian ,wanita yang menjemput kami di pintu gerbang,keluar membawa napan berisi 3 cangkir teh dan kemudian pamitan . Hanya tinggal kami bertiga. Kami mulai mengobrol seperti antara sesama sahabat. Tanpa terasa hampir 3 jam sudah berlalu dan Pak Sultan sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau sudah ingin mengakhiri pembicaraan. Apa saja yang dibicarakan? Walaupun tidak ada hal hal yang rahasia,namun tentunya tidak etis bila pembicaraan pribadi saya ungkapkan disini.

Intinya adalah harapan beliau,agar melalui organisasi yang saya pimpin,mengangkat kembali pengobatan tradisional (Yankestrad) ,menjadi tuan dirumah sendiri. Dan agar kegiatan ini jangan hanya dikembangkan dikota kota besar,tapi juga di desa desa terpencil.Tanpa terasa jam tangan sudah menunjukkan angka mendekati jam 11 malam. Berarti sudah hampir 3 jam kami mengobrol santai. Maka tentu saya harus tahu diri, beliau sangat sibuk.

Kami berdiri dan mohon pamit. Dan luar biasa ,Pak Sultan sendiri mengantarkan kami berdua hingga kepintu gerbang,sambil memegang pundak saya,berucap:” Pak Effendi,jangan cuma sekali ini saja datang kesini ya”.

Kilas Balik

Sejak dari pertemuan awal,saya sudah merasakan suatu kehangatan yang tulus. Sultan memandang kami dengan ramah dan mengulurkan tangannya terlebih dulu dan menjabat tangan kami dengan hangat.

Selama hampir 3 jam berbicara panjang lebar,tidak pernah satu kalipun saya mendengarkan perkataan :” anda”,yang ditujukan pada saya.Selalu mengucapkan :” Pak Effendi”. Padahal adalah hal yang sangat wajar,bila beliau mengatakan pada saya :” anda”.Karena saya bukan pejabat dan bukan siapa siapa.

Ketika kami berbicara Sultan kelihatan sangat santai dan sama sekali tidak menunjukkan:” Saya Sultan” Oleh karena itu membaca ke 3 artikel yang diposting oleh : Pak Jimmy Haryono,Pak Tubagus Encep dan Pak Hendra Wardhana, mengelitik hati saya untuk menuliskan :” Memang Sultan Hamengkubuwono X .sangat layak di cintai oleh rakyatnya.” ,karena beliau sangat rendah hati . Rasanya tidak berlebihan bila dikatakan,Sultan termasuk salah satu manusia langka di tanah air kita.

Benarlah kata pribahasa :” Buah takkan jauh jatuh dari pohonnya” .Sultan Hamengkubuwono ke I X ,sosok yang patut dijadikan panutan,memang melahirkan putra Sultan Hamengkubuwono ke X,yang juga merupakan sosok yang menjadi panutan,tidak hanya bagi masyarakat di Yogyakarta,tetapi bagi saya pribadi,juga pantas menjadi panutan seluruh lapisan masyarakat.Kendati saya pribadi ,terlahir di kota Padang-Sumatera Barat

Iluka, 25 Maret, 2015

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun