Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Apa Lagi yang Harus Saya Lakukan?

29 Maret 2015   10:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:51 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Apa Lagi Yang Harus Saya Lakukan?

Pak Rudydikenal dilingkungannya sebagai orang saleh. Rajin beribadah. Hujan lebat,bahkan banjir,bukan halangan baginya untuk menjalankan ibadah. Pagi ,siang dan malam dan entah dimanapun berada, doa tak pernah dilupakannya. Bahkan ia rajin bersedekah. Namun dalam hati ia sesungguhnya tengah dilanda krisis keimanan. Hati dan jiwanya gundah,karena merasa sudah sebegitu sempurnyanya menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang diimaninya, namun doanya belum juga dikabulkan. “Mengapa doaku belum jugadijawab oleh Tuhan? Apalagi yang harus saya lakukan?”

Berbulan bulan tidak mendapatkan jawaban untuk pertanyaannya,maka Pak Rudy memutuskan untuk mendatangi seorang pendeta yang dikenal arif dan bijaksana. Ia mendaki gunung,dimana sang pendeta tinggal. Setelah berhadapan dengan Sang Pendeta,maka Pak Rudy menumpahkan semua unek unek hatinya. Intinya adalah doanya tidak kunjung dijawab oleh Tuhan!

Pendeta yang sudah berusia hampir 100 tahun ini,hanya duduk mendengarkan dengan seksama ,sehingga seluruh tumpukan bathin pak Rudyditumpahkan. Kemudian dengan tenang berkata :”Anakku Rudy, anda rajin beribadah. Tidak pernah lupa berdoa ,pagi siang dan malam. Malah menurut penuturan,anda bahkan rajin bersedekah. Benarkan semuanya itu?

“Benar sekali pak Pendeta”.Semuanya memang saya lakukan,makanya saya heran ,mengapa hingga kini doa saya belum juga dijawab?” Saya bercita cita membangun rumah yang lebihbesar dan mengganti mobil saya dengan yang baru “ Namun bertahun tahun berlalu,Tuhan tetap saja belum menjawab doa saya” .Jelas pak Rudy dengan nada yang mengandung rasa jengkel.

“Anakku Rudy, boleh saya tahu,apa saja isi dari doa anda?” Tanya pendeta

“ Ya pak Pendeta,seperti yang sudah saya jelaskan,saya berdoa agar cita cita saya dikabulkan. Bahkan merasa kalau kalau doa saja tidak cukup,bahkan saya sudah bersedekah dan berpuasa.,agar Tuhan segera menjawab dan mengabulkan harapan saya. Menurut pak Pendeta,apa lagi yang belum saya lakukan?” Tanya Rudy dengan nada hampir putus asa.

Pak Pendeta terdiam dan sesaat dengan tenang menjawab:” Anakku Rudy, anda rajin beribadah, rajin berdoa dan rajin bersedekah,bahkan juga berpuasa. Namun semuanya andalakukan agar Tuhan mengabulkan harapan anda”.Sesungguhnya ada satu hal yang terpenting,justru yang anda lupa melakukannya”

“Apa itu Pak Pendeta?” tanya Rudy memutus pembicaraan Pak Pendeta.

“  Bersyukur!”. Kata Pendeta dengan tenang dan berwibawa.

“Selama ini anda bukan berdoa, tapi berusaha dengan cara anda,untuk memaksa Tuhan mengabulkan permohonan anda. Sesungguhnya Tuhan menunggu ucapan terima kasih kita, untuk karunia hidup yang telah kita terima, sebelum kita memintanya, Diberikan akal budi, mata yang dapat melihat, telinga yang dapat mendengar dan kaki tangan yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan berbagai aktivitas. Tapi anda tidak pernah berterima kasih untuk semuanya itu. Sebaliknya anda berusaha untuk mendiktekan Tuhan.dengan melakukan ritual ritual yang menurut anda adaah sebuah doa. Anakku Rudy, apakah menurut anda sebuah rumah akan lebih berharga daripada karunia hidup yang sedang anda nikmati?”

Pulanglah dan renungkanlah ..doa itu artinya memohon,bukan mendiktekan Tuhan…….

Renungan:

Semoga tulisan kecil ini ada manfaatnya,untuk jadi renungan diri. Bukan untuk menggurui,tapi saling mengingatkan,agar jangan sampai kita merasa dapat memaksa Tuhan dengan doa kita.

Iluka ,29 Maret, 2015

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun