[caption id="attachment_341679" align="alignleft" width="614" caption="hari FatherDOC.PRI"][/caption]
Perayaan Father's Day di Australia Fokus pada Kegiatan Sosial
Kemarin , hari Minggu ,tanggal 7 September, 2014 adalah hari yang diperingati sebagai Father’s Day di Australia. Menyikapi petata petiti yang selalu saya ingat ;” Dimana bumi di pijak, disana langit di junjung”,maka saya ajak istri saya Lina, untuk bergabung dengan teman teman Australia, dalam merayakan Father’s Day.
Ketika kami tiba. Sudah cukup banyak yang hadir. Tidak hanya kaum bapak saja, tetapi juga lengkap dengan istri dan anak anak. Disana sudah dipersiapkan Alat Pemanggang yang disini dikenal dengan BBQ . Hmm ada roti bakar yang masih mengepulkan asap,karena hangat dan dilengkapi dengan telur matasapi ,sosis dan ham ,Ada piihan lain, yakni beberapa jenis selai.
Sambil ngobrol sana sini, kami ikut antrian dengan santai. Yang melayani anak anak muda. Mereka senang dapat tugas sebagai Voluntir ,melayani orang banyak.Alat pemanggang dan bahan bahan makanan dibawa secara sukarela oleh yang hadir. Ya,semacam arisan makan bersama ,gitu.
[caption id="attachment_341680" align="alignleft" width="614" caption="multicultural dalam father"]
Senang berada ditengah tengah masyarakat yang boleh dikatakan multicultural. Karena penduduk Australia terdiri dari lebih 100 suku bangsa di dunia. Ada Peggy dan suamnya , asal Philipina dan merantau ke Canada,serta kini menentap di Wollongong. Ada Frank yang sudah berusia 86 tahun,tapi masih nyetir sendiri. Kami jarang bertemu.tapi serasa sangat akrab. Saya percaya bahwa untuk menjalin sebuah persahabatan,tidak menjadi masalah beda suku bangsa,budaya dan bahasa. Karena semua orang dapat mengunakan bahasa universal,yakni bahasa hati.
Diisi dengan acara sosial
Selesaiacara :”morning tea” atau sarapan pagi dengan roti bakar dan secangkir teh atau kopi, acara dilanjutkan dengan berbagi acara sosial.Pada umumnya penduduk Australia memiliki kebanggaan tersendiri, bila diminta sebagai Voluntir,diberbagai bidang.
Ada formulir yang dibagikan kepada setiap pengunjung Father’s Day , untuk bagi yang berkenan ,bisa mengisi, kolom tentang dibidang apa mau menjadi voluntir. Antara lain: mempersiapkan acara morning tea seminggu sekali / mengisi rubric pada majalah Senior / mengunjungi orang sakit atau menyumbang sesuai kemampuan. Karena kegiatan ini adalah kegiatan mandiri dari komunitas masing masing. Tidak ada support dana dari pemerintah setempat.
Selain dari itu, setiap orang dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial ini denganmemberikan sumbangan , selain dari bentu dana, juga dalam ujud in natura : pakaian bekas atau kelengkapan rumah tangga yang masih layak pakaiSemuanya ini akan di himpun dalam toko yang bernama :”Vinnies”,untuk meringankan beban para imigran atau siapa saja yang membutuhkan.
Lumayan, hasil yang terkumpul pada Father’s Day,sejumlah 9,239 dollar atau senilai hampir 100 juta rupiah. Suatu jumlah yang menunjukkan betapa kepedulian warga ,untuk membantu sesamanya, siapapun adanya. Tidak ada ikatan apapun dan tidak menanyakan : suku /agama atau asal dari negara mana? Semua yang membutuhkan akan d
[caption id="attachment_341681" align="alignleft" width="614" caption="meja jamuan makan siang ,bagi yang tidak mampu/doc.pri"]
Menyediakan Roti dan Makanan bagi yang membutuhkan
Komunitas Warga ini menyalurkan sumbangan mereka ke toko second hands shop yangdiberi nama :”Ops Shop” atau “Vinnies”.Toko ini dilayani oleh para Voluntir, yang umunnya dari Senior Citizen, yang ingin mengisi hidup mereka dengan kegiatan yang bermanfaat bagi orang lain.
Tidak ada batasan untuk menerima bantuan.berupa roti dan makanan kaleng lainnya secara gratis. Bahkan mereka tidak menanyakan identitasatau Kartu Kuning disini. Karena pada umumnya penduduk disini , tidak akan mau mengambil sesuatu secara gratis, bila mereka masih mampu untuk membeli.Apakah karena mereka merasa gensi atau memang karena berpikir, ada orang lain yang lebih membutuhkan dari mereka, tentu saya tidak bisa memastikannya. Yang penting, warga disini,tidak akan mau mengambil sesuatu ,bila mereka merasa bukan diperuntukkan bagi nya. Termasuk makanatau voucher belanja gratis.
Saya pernah menanyakan kepada petugas sosial ,yang adalah voluntir dari warga setempat, mengapa dapur umum yang mereka sediakan ,sepi penunjung? Jawabannya :” Karena disediakan untuk yang tidak mampu, maka yang merasa mampu, merasa bersalah kalau ikut makan gratis disini”
Mount Saint Thomas, 08 September, 2014
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H