Apalagi ketika menyaksikan keindahan sinar mentari di sore hari, yang bagaikan membungkus langit dengan tata warna yang memukau. Serasa tidak ada ungkapan yang tepat menggambarkan indahnya alam disini. Tetapi keindahan yang memukau ini menjadi sirna, ketika perut mulai terasa lapar dan waktu untuk makan malam sudah tiba. Ketika kami mengunjungi salah satu cafe yang berlokasi di lereng bukit, kami sangat kaget, karena harga seekor ikan goreng adalah Rp 450.000,– (empat ratus lima puluh ribu rupiah).
Pengusaha restaurant dan transportasi, tentunya wajar bila memanfaatkan peluang ini untuk mendapatkan keuntungan yang lumayan dari turis yang berdatangan, baik turis lokal, maupun turis dari mancanegara. Tetapi agaknya perlu segera ditatar, agar jangan semaunya mengeruk keuntungan yang tidak wajar, yang kelak akan jadi bumerang bagi Labuan Bajo, sebagai kota tujuan wisata.
Membandingkan dengan pelayanan di negara lain, bukan untuk mengecilkan negara kita, tetapi justru untuk membuka mata kita, untuk belajar mengambil keuntungan yang wajar. Pelayanan yang menyenangkan, akan menjadi daya tarik bagi semua orang, tidak hanya turis lokal, tetapi juga turis mancanegara, untuk kembali lagi dengan membawa anggota keluarga yang lain atau teman temannya. Sebaliknya pelayanan yang amburadul akan menimbulkan shock bagi tamu tamu dan mereka akan memastikan, tidak lagi akan menginjakan kakinya ditanah air kita.
Agaknya hal ini yang paling sering dilupakan,karena kita sudah terbiasa untuk terpana pada pembangunan fisik semata, sehingga pembangunan kearah peningkatkan pelayanan menjadi terlupakan atau di nomor dua kan atau bahkan mungkin juga dilupakan.
Ende, 14 Januari, 2015
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H