Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengapa Membuka :"Aib" Sendiri di Medsos?

21 Januari 2015   21:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:40 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_365451" align="aligncenter" width="512" caption="surat pribadi"][/caption]

Hari ini saya dan istri libur di apartemen mungil kami di bilangan Kemayoran,setelah sebulan hilir mudik dari Jaya Pura ke Kupang, Maumere dan Ende, serta menelusuri hampir setiap pelosok tanah Jawa. Namun ternyata maksud hati mau berleha-leha dan bersantai ria duduk di depan laptop sambil menulis artikel ternyata tidak serta merta dapat saya nikmati. Karena ada banyak pekerjaan rumah yang menumpuk antara lain berkas surat surat yang campur aduk akibat kami pindah dari apartemen di Lagoon yang sudah kami jual.

Sambil menyeleksi dan menyobek surat surat kadaluwarsa tiba tiba mata saya tertuju pada dua lembar surat. Judulnya membuat hati saya kembali tergetar :”Surat Perintah Penangkapan Tjiptadinata Effendi” dan satu lagi:” Surat Perintah Membawa Tersangka”. Nama itu jelas nama saya dan isi surat perintah tersebut, sangat kental dengan pengalaman pahit yang pernah saya alami dalam hidup saya.

Memang sudah tidak ada lagi dendam dalam diri namun luka hati yang terlalu mendalam kendati sudah sembuh bila tergores kembali luka itu meradang. Saya memberanikan diri untuk membaca ulang surat perintah yang ditanda tangani oleh Direktur Tindak Pidana Drs.Sutarman

Apa Gunanya Membuka “Aib “diri?

Di dalam keluarga dan di antara kerabat dan sahabat sahabat dekat, saya dianggap orang aneh.Karena dianggap membuka “aib” sendiri di hadapan orangbanyak malahan tanpa rasa malu mempublishnya sehingga dibaca oleh ribuan orang. Misalnya bahwa saya pernah;


  • Jadi kuli
  • Pernah diusir dari bank
  • Pernah jual cincinkawin untuk biaya pengobatan anak
  • Pernah berhutang hanya untuk makan
  • Pernah jadi tukang jual kelapa

Apa yang saya cari atau apa sesungguhnya tujuan saya “menjual” aib sendiri? Cari popularitas diri? Menarik simpati pembaca? Jujur, jauh dari kesemuanya itu. Tujuan saya menampilkan :” aib” saya adalah agar orang lain dapat memetik hikmah dari kisah hidup kami.Bahwa hidup itu tidaklah selalu mulus,tetapi melalui perjalanan yang berlika liku. Terpuruk dalam penderitaan ,dilecehkan dan dikhianati berkali kali. Tapi akhirnya, saya bersyukur, sudah memenangi semua pertarungan tersebut. Saya berhasil mengalahkan diri sendiri.

Mengalahkan:


  • Kebencian
  • Dendam
  • Kesombongan
  • Rasa putus asa
    [caption id="attachment_365459" align="aligncenter" width="560" caption="di hotel inilah saya ditangkap di tengahmalam/tjiptadinata effendi"]
    14218268441758866455
    14218268441758866455
    [/caption]

Sebuah Refleksi Diri

Pada bulan Juli, tahun 2003, Jam 2.00 subuh pintu kamar nomer 402 di Hotel Kawanua -Manado, dimana saya dan istri menginap, digedor sekeras kerasnya. Saya terbangun. Tidak biasanya karyawan hotel membangunkan orang di tengah malam buta begini apalagi dengan memukul mukul pintu . Saya bertanya :” Siapa diluar?”

“Petugas.,.buka pintu!” jawaban kasar dan bernada perintah dari luar.
Karena tidak merasa bersalah apapun, saya buka pintu kamar dan secara serta merta beberapa orang petugas berpakaian preman masuk,sambil menodongkan senjatanya,persis seperti dalam film orang menangkap penjahat.Saya mencoba menghitung, ternyata ada 8 orang!

“Anda kami tangkap”,kata yang seorang.
“Lho salah saya apa?”
“Nanti di kantor anda bisa bertanya”
“Ini kan tengah malam,bagaimana kalau sebentar subuh?”
“Tidak bisa, anda mau ikut baik baik atau kami borgol”

Saya dan istri dibawa paksa tanpa surat apapun. Dari hotel kami di bawa ke pos penjagaan disana kami duduk sampai pagi tanpa makan dan minum. Kemudian kami diperintahkan naik mobil lagi .Saya diam,tidak bertanya apapun,karena saya tahu dengan sosok orang seperti apa saya berhadapan,jadi percuma saya bicara.

Naik pesawat sebagai Tahanan
Ternyata kami di bawa ke bandara. Kami dimintai uang untuk beli tiket ke Denpasar.Saya tetap menahan diri untuk tidak bertanya kenapa kami dibawa ke Denpasar.Dipesawat kami duduk di apit oleh orang orang yang menamakan dirinya petugas. Penjelasan yang diberikan kepada pramugari sangat menyakitkan hati :” Ini tahanan kami,” Bahkan ketika saya mau ke toilet untuk buang air kecil,saya berjalan sambil diapit kiri kanan oleh Petugas. Semua mata penumpang tertuju pada saya.

Tak terkatakan betapa sakit dan hancurnya perasaan saya. Sambil berjalan saya melirik istri saya yang duduk terpisah dibangku bagian depan. Dalam seketika saya dapat menangkap wajah istri saya pucat dan matanya basah oleh air mata.


Mungkin karena masuk angin,saya agak lama di dalam toilet. Langsung pintu di gedor . Terpaksa saya buru buru berpakaian dan keluar. Lagi lagi seluruh mata penumpang memandangi saya dari atas kebawah..


Transit di Denpasar
Saya tidak tahu persis berapa jam kami terbang dari Manado ke Denpasar. Hanya tahu sewaktu ada pengumuman bahwa sesaat lagi pesawat akan landing di Bandara Ngurah Rai di Denpasar. Sewaktu pesawat sudah landing dan stationary sebagian penumpang turun. Saya dan istri serta petugas masih tetap di pesawat.Ternyata di Denpasar, kami cuma transit untuk selanjutnya dibawa ke Surabaya ke markas besarnya.

Di Surabaya
Di Bandara Juanda sudah menunggu 4 orang petugas lainnya. Saya dan istri diperintahkan naik ke mobil dinas. Dan mobil meluncur ke Kantor  yang berlokasi di jalan A.Yani. Saya minta istri saya untuk pergi dengan taksi dan beristirahat di Hotel daripada menyaksikan adegan demi adengan yang pasti akan sangat melukai hatinya. Menyaksikan orang yang dicintainya tanpa kesalahan apapun sudah diperlakukan sebagai tersangka.

Di sana sudah menunggu dua orang yang kelihatan crew dari salah satu pemancar TV. Saya dishooting,sejak dari saat masuk,hingga saya duduk dikursi sebagai tersangka. Di dada saya dipasang kertas yang bertuliskan :” Tersangka Pelanggar K.H.U.P….”
Hati dan perasaan saya bagaikan remuk. Penghinaan yang luar biasa dan amat sangat menyakitkan.

Seorang perwira muda ,dengan bangga membentak bentak saya dan menyebutkan bahwa ia berkuasa menahan saya selama 20 hari disana. Saya menjawab setiap pertanyaannya dengan :” Ya dan tidak atau tidak tahu”.

Di Hianati Sahabat Baik
Rupanya perwira ini menjadi sangat berang sehingga memukul meja sekeras kerasnya sambil membentak bentak.Ia membacakan urutan”kejahatan saya” dan kemudian menyebutkan nama si Pelapor.
Bagaikan mendengarkan petir disiang bolong, saya terpana dan terpaku.
Rupanya saya dihianati oleh seorang yang sudah berteman bertahun tahun,bahkan sudah saya anggap keluarga sendiri. Saya di fitnah. Suatu pukulan batin yang luar biasa saya rasakan karena sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang setiap kali ketemu selalu memeluk saya ternyata menghianati saya.

Puas membentak bentak, sang perwira mungkin kecapaian juga. Ia meninggalkan saya dalam keadaan kantuk ,lapar,kehausan dan kelelahan,dengan dikawal oleh anak buahnya,yang jauh lebih sopan dan santun .Saya bahkan diijinkan untuk menelpon pengacara saya,karena secara pribadi ,ia yakin,saya tidak bersalah.
Dua tahun yang menyakitkan Sudah menjadi rahasia umum,kalau kita sudah terlibat dalam perkara, terlepas benar salahnya kita, tidak hanya tenaga,waktu yang akan tersita,tetapi juga penderitaan lahir dan batin.

Kebenaran itu Akhirnya Terungkap

Hari hari selanjutnya ,menjadi hari hari yang menyakitkan, tidak hanya bagi saya ,tetapi juga bagi istri .Saya harus wajib lapor. Kemudian perkara naik ke pengadilan . Terus ke Pengadilan Tinggi dan akhirnya ke Mahkamah Agung

Dua tahun kemudian….

Tuhan Mahabesar, setelah lebih dari 2 tahun,yang menguras,tidak hanya keuangan kami,tetapi juga penderitaan batin,saya dinyatakan :” Tidak bersalah”.oleh Mahkamah Agung Yang pada waktu itu di Ketuai oleh Bapak Abdurachaman Saleh. Sangat ingin saya berkunjung untuk mengucapkan rasa terima kasih,tetapi saya kuatirkan justru akan merusakkan nama baik beliau. Makanya tidak pernah saya temui. Selain berdoa kepada Tuhan,agar semakin banyak orang orang jujur yang akan duduk di kursi kekuasaan.

Saya tidak bisa menahan jatuhnya air mata, walaupun saya bukan tipe manusia yang cengeng,Berita gembira ini kami tentunya kami syukuri,bukan hanya dalam keluarga,tetapi semua teman teman menelpon mengucapkan selamat,karena saya dinyatakan tidak bersalah.

Kejadiannya sudah lama berlalu. Tidak ada lagi dendam yang tersisa. Namun,sengaja saya posting ulang kembali kisah ini, agar orang bisa belajar, agar jangan pernah membiarkan diri terjebak untuk menghianati diri sendiri,apalagi sampai menghianati orang lain.

Kemayoran, 21 Januari ,2015

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun