Bermula dari tradisi Ngaririung berkumpul dengan temen-temen lama saling berbagi cerita dan pengalaman. Lama-lama tradisi ini semakin memberatkan kalau dilakukan di cafe dan restoran membuat kantong bolong.
Akhirnya diputuskan untuk beralih ke tradisi leluhur yang lebih bersahaja, setiap ngaririung masing-masing membawa sendiri makanan untuk dimakan lesehan bersama.
Di negeri leluhur Sunda tradisi ini disebut Botram. Salah seorang temen mencelenk untuk melakukan botram di negeri orang, kebetulan dia akan mengunjungi anak-anaknya yang sedang sekolah disana.
Segeralah dilakukan perencanaan dan persiapan perjalanan paket murah meriah, walaupun ndak back-packer kita lebih kepada koper-packer karena harus diisi dengan perlengkapan masak, makanan kering nusantara dan mie instant kebanggaan bangsa.
Untuk perbekalan, ibu mertua tercinta mengirimkan kami dari Medan rendang (makanan terlezat sedunia), ikan teri nasi sambal lado yang dimasak dengan irisan tempe bersama kacang tanah dan ikan asin/pari.
Semua perbekalan disebar diberbagai koper antisipasi pemeriksaan di bandara. Untuk penginapan kita menggunakan R&B atau rental room milik penduduk.
Belakangan disadari tempatnya sangat jauh dikawasan pertanian/perternakan di ujung jalan buntu, dipuncak gunung, hanya satu jalan mobil dan ibu-ibu lebih memilih jalan kaki ketimbang melihat jurang dari dalam mobil. Semua itu terbayar mahal dengan keindahan country sidenya.
Mobil harus dibooking jauh-jauh hari, karena membutuhkan spek khusus, minibus dengan 9 seater dan kapasitas bagasi 9 koper. Perjalanan ini dimulai dan diakhiri dititik yang sama, "Rounded Eroupe in 6666 km", melewati 8 negara, 30 kota dan hampir 500km/hari.
Pertengahan 2016 kami mendarat di Frankfurt, tanpa drama kejadian mengkhawatirkanpun terjadi. Si Rendang masakan kebanggaan bangsa tertangkap petugas yang melakukan uji petik.
Investigasi dan perdebatan panjang berakhir sederhana, petugas melemparkannya ke dalam tong sampah. Ketika kami akan protes dia menawarkan pilihan mau didenda atau mengucapkan selamat tinggal kepada si rendang, tchussss.....
Sepertinya menu botram sedikit berubah karena hanya menyisakan ikan teri dan ikan pari medan, namun penaklukan tradisi negeri sunda dengan pemandangan rumput, danau dan salju Interlaken/Jungfrau sebagai kompensasinya.
Lepas imigrasi, kami menuju ketempat rental mobil untuk menyelesaikan perjanjian kontrak. Mereka menawarkan tambahan asuransi kecelakaan untuk mobil yang relatif costly.
Belakangan kami sadari ini menjadi pertaruhan yang berharga karena pintu mobil penyok kesenggol basement gedung parkir di Munchen yang sangat sempit.
Kota besar seperti Milan juga hampir tidak mempunyai gedung yang cukup tinggi untuk mobil 9 seater yang kami gunakan kecuali jenis mercy yang relatif lebih rendah.
Pihak rental mengantarkan kami ke mobil yang diparkir di basement dan serah terima kunci. Setelah semua koper dimasukkan dan petualanganpun segera dimulai.
Bismillah, mobil stir kanan dengan panjang ekstra berusaha keluar dari posisi parkir dan membutuhkan sekali manuver kebelakang. Posisi perseneling diputar ke segala arah tetapi tidak berhasil mencapai "Reverse".
Sepertinya satu lagi drama baru dimulai, karena mobil sudah membentang ditengah jalan. Bergantian kami mengambil posisi sebagai sopir untuk mendapat posisi "R" dari mobil manual ini.
Situasi ini memicu kepanikan karena harus kembali ke atas mengejar petugas rental yang tadi.
Mungkin inilah yang dimaksud dengan petualangan, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dan dihadapi, semua itu penuh kejutan dan chelenk......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H