Negara-negara kaya karena perdagangannya secara cerdas mulai menggunakan kekuatan uangnya (money power) untuk melakukan investasi untuk mengumpulkan Blue-Gold yang akan digunakan sebagai future trading mereka.
Negara seperti Singapore yang saat ini bertumpu kepada bahan bakar gas, mulai menanamkan modalnya membangun dan membawa pulang listrik dari panel surya di Australia. Mereka juga membeli listrik dari sungai Mekong di Laos dan merencanakan pembelian listrik panas bumi dari Sumatera Selatan.
Negara seperti Korea dan Singapore yang tidak mempunyai sumber gas bumi tapi mereka adalah leading market dalam penjualan gas bumi. Dari pulau Batam kita bisa melihat kilang minyak raksasa milik Singapore dengan kapasitas satu juta barrel perhari dan dari sanalah kita belanja kebutuhan migas harian kita.
Tentunya kita bisa belajar dari kesalahan masa lalu, pada saat itu kita menjual hasil gas bumi kita dari Natuna dan Grissik di Jambi ke Singapore namun tak lama setelah itu kita malah membeli kembali untuk kebutuhan gas kita.
Mungkin saat ini kita terjebak oleh euforia kilauan investasi asing untuk menjual listrik surya dan panas bumi ke negara tetangga akan tetapi kita perlu sedikit berkontemplasi apakah kita tidak akan berlari bersama negara-negara dunia untuk mencapai carbon neutral sebelum 2050.
Menyadari bahaya emisi karbon ini, menjadikannya produk yang dapat diperdagangkan antar negara dalam skema Carbon Credit. Indonesia baru saja mendapat bayaran dari Norwegia sebesar US$56jt dari 11 juta ton emisi CO2 yang berhasil direduksi dari sektor kehutanan dengan dasar perhitungan harga carbon saat ini US$5 perton CO2 ekuivalent.
Tentunya tidak cukup hanya slogan "Our Blue-Gold is not for Sale" tetapi kita juga bisa menawarkan alternatif listrik bersih yang juga termasuk Carbon Neutral ke negara-negara tetangga kita.
Sumberdaya alam kita diberkati dengan Black-Gold dan Brown-Gold, dengan mengkombinasikan keduanya secara pintar kita bisa menghasilkan listrik yang bersih dan bisa diperdagangkan.
Melintang dari Lampung sampai ke Riau banyak tambang batubara sebagai bahan baku Pembangkit PLTU untuk menghasilkan listrik dan disekitarnya juga banyak ladang minyak dan gas. Dengan teknologi CCUS (Carbon Capture Utilization Storage) emisi carbon dari PLTU ditangkap kemudian dialirkan ke ladang migas yang kemudian diinjeksikan sebagai EOR (enhance oil recovery) atau EGR (enhance gas recovery) untuk meningkatkan produksi migas. Jika beruntung nilai migas yang dihasilkan bisa melebihi biaya pembangkitan listrik itu sendiri.
Sebagai ilustrasi, ketika kita duduk direstoran menikmati kopi biasanya pihak restoran juga menyediakan free-wifi fasilitas tambahan agar kita bisa duduk nyaman sambil menjelajahi dunia maya.
Apakah pernah terpikir oleh kita mendapat pelayanan free-electric? Itu bisa saja terjadi ketika kita menggunakan teknologi CCUS untuk produksi migas dan membangkitkan listrik dari PLTU untuk memperoleh CO2nya.