Mohon tunggu...
Tjhen Tha
Tjhen Tha Mohon Tunggu... Insinyur - Speed, smart and smile

\r\nIa coba menjelaskan bahwa kebiasaan dalam keluarga kita selalu menggunakan nick-name atau panggilan sayang, huruf (i) didepan nama Tjhentha bukanlah arti turunan produk Apple seperti iPhone, iPad atau iPod tapi itu adalah sebutan sayang untuk orang yang dicintai. jadi huruf (i) di depan nama itu bukanlah untuk maksud pembeda gender. Tjhentha itu sendiri berasal dari dua suku kata Tjhen Tha, karena dulu belum ada huruf C maka di tulis Tj dan aslinya adalah Chen Tha yang berarti Cin-Ta.\r\niCinta dalam artian makna orang yang dicintai dalam kondisi pasif (dicintai) karena ia masih dalam kandungan. Ketika ia sudah lahir, iCinta berubah menjadi Cinta yang berubah peran jadi aktif sebagai kata kerja atau kewajiban (mencinta). Kewajiban Cinta sama derajadnya seperti kewajiban sholat, haji, puasa, zakat dll. sebagaimana dituliskan dalam Qs 42:23.\r\n“Katakanlah hai Muhammad, tidak aku pinta upah atas dakwahku kepada kalian melainkan kecintaan kalian kepada keluargaku (Ahlulbait).”\r\nOrang tuaku menyampaikan pesan dan wasiatnya dalam namaku untuk membayarkan utang mereka kepada Rasulullah yang telah mengajarkan Islam kepada mereka.\r\nSemoga aku bisa membayar hutang-hutang kami kepada Rasulullah saw dengan men-Cintai Ahlulbaitnya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Arbain Walk 2018 Travel Note

9 November 2018   13:38 Diperbarui: 9 November 2018   15:44 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berbicara dengan Aimmah as"

Alhamdulillah pada rangkaian Arbain Walk 2018 tahun ini kafilah ziarah IJABI yang berangkat dari berbagai penjuru tanah air (Pangkal Pinang, Lampung, Padang, Samarinda, Balikpapan, Kendari, Gorontalo, Makasar, Kupang, Pati, Rembang, Jogja, Bandung dan Jakarta) menuju Iran dan Irak untuk berburu dan mengharap berkah kepada Aimah as (Imam Reza as, Imam Husein as, Imam Ali Hadi as, Imam Hasan Askari as, Imam Musa Alkadzim as, Imam Jawad as dan Imam Ali kw) dari keluarga suci Nabi saw yang tersebar di tanah Persia dan Arab.

Menjelang tengah malam tanggal 20 Oktober 2018, rombongan peziarah mendarat di IKIA-Tehran (Imam Khomeini International Airport). Sejalan dengan pergantian malam, rombongan mulai bergerak menuju perkuburan Behesthy Zahra untuk berziarah pada Imam Khomeini, bapak Revolusi Islam Iran. 

Kepadanya disampaikan ungkapan terimakasih yang dengan perjuangannya kita mulai mengenal ajaran Ahlulbait Rasulullah saw sampai ke pelosok belahan bumi. Beliau sebagai pengemban amanah Syaidah Fatimah az Zahra untuk mempersiapkan kedatangan pemimpin akhir zaman, Imam Mahdi al Muntadzar.

Perjalanan selanjutnya adalah menuju tempat mukim untuk beberapa hari kedepan. Kota Qom yang disebut oleh Imam Jakfar Sadiq sebagai Qaim yang berarti tempat awal bangkitnya Imam Mahdi as. Dikota ini bersemayam Sayyidah Fatimah Maksumah yang merupakan putri Imam Musa al Kazim as, yang dijadikan juga refleksi ziarah kepada Sayyidah Fatimah az Zahra putri Rasulullah saw yang syahid dalam duka dan makamnya disembunyikan Aimah as. 

Di kota ini juga Imam Mahdi al Muntadzar membangun masjidnya yang dinamai Masjid Jamkaran tempat para pengikutnya berkumpul, mengirimkan surat dan menyampaikan pesan kepada Imam Zamannya.

Dalam setiap tempat ziarah diajarkan adab dan perilaku yang perlu dijaga, diantaranya meminta izin, mengucapkan salam kepada Aimah as dan para Malaikat serta merendahkan suara dan langkah menuju pusara dengan rasa syukur kepada Allah SWT atas kesempatan yang diberikan. Salah satu hal utama adab dalam berziarah adalah berinteraksi dengan yang kita ziarahi dan sesungguhnya mereka mengetahui kedatangan kita.

Dalam Islam kita meyakini bahwa orang-orang yang Syahid di Jalan Allah SWT adalah Orang-orang yang Hidup di SisiNya.

Janganlah kamu mengira bahwa Orang-orang yang Gugur di Jalan Allah itu Mati; 

Bahkan mereka itu Hidup di Sisi Tuhannya dengan mendapat Rezeki. (QS 3:169)

Pada kesempatan ziarah Masjid Jamkaran, para peziarah melarung titipan surat-surat dari jamaah ditanah air untuk disampaikan kepada Imam Sohibuz Zaman. 

Salah seorang jamaah dari Jawa Tengah berkesempatan berinfak diloket "donation & gift" dengan menyampaikan sedikit pesan hadiah ini dari dirinya dan Almarhum Ayahnya.

Satu malam kemudian, jamaah tersebut bermimpi bertemu almarhum Ayahnya yang dengan suka cita datang memeluknya dan mengusap-usap kepalanya. Sholawat!!!.

Destinasi selanjutnya adalah mengunjungi Mashhad, kota terbesar kedua di Iran. Perjalanan sejauh 900km dari Qom ditempuh dengan kereta api malam dengan fasilitas tempat tidur. Kami berangkat jam 4 sore dan diharapkan tiba pukul 6 pagi. 

Menarik dalam perjalanan ini, kereta terpaksa berhenti sekitar 15 menit ketika penumpang melakukan sholat magrib dan isya di suatu tempat tertentu. Kalau ditanah air kita menggaungkan "Akhlak diatas Fiqih", disini Fiqih mengalahkan perjalanan Kereta Api.

Untung saja tidak ada kebijakan di Iran yg mengharuskan pesawat udara untuk mendarat untuk menunggu penumpang melakukan sholat. Hanya saja pernah dikeluarkan peraturan pesawat udara tidak boleh diberangkatkan menjelang waktu subuh.

Mashhad dalam artian bahasa merupakan tempat syahid. Disinilah Imam Ali Reza as dimakamkan. Beliau diberi nama Reza atau Ridho dalam artian orang yang selalu disenangi kawan dan lawan. 

Komplek makam beliau merupakan pusat religi terbesar didunia dan dikunjungi peziarah hampir 27 juta orang setiap tahunnya. Kota Mashhad menjadi kota yang maju dan modern karena keberadaan makam beliau. Para peziarah merasa nyaman dan senang berziarah ke Imam Reza as.

Salah satu kelebihan kota Mashhad adalah Cincin yang indah dan tersohor. Batu Phirus dan Akik Syarafusam khas dari kota ini ditambah kerajinan perak pengikat yang indah. Sepulang berziarah para peziarah menikmati suguhan surga berbelanja berbagai hiasan batu Phirus. Rasa syukur dan terimakasih kami kepada Imam Reza as atas kesempatan berziarah dan keindahan kota Mashhad.

Perjalanan berikutnya adalah berpindah dari budaya Persia ke budaya Arab. Dua jam penerbangan dari Masshad ke Najjaf membawa kita ke dua cita rasa berbeda, "Iraqi tea or Irani tea", kekentalan teh yang berbeda dengan kemanisan yang berlebih.

Najaf-Karbala adalah perjalanan 80km "Arbain-Walk" sejatinya. Setiap langkah kaki yang kita lemparkan menjadi doa Bunda Fatimah az Zahra untuk peziarah putranya Al Husein. Para Malaikat suci mengaminkan doa para Aimah as, semoga para peziarah yang tertatih mencapai kebersihan diri atas cintanya kepada Al Husein.

Diantara puluhan juta peziarah Al Husein, seorang jamaah terpaku menatap nanar kemewahan kubah emas Al Husein, berbicara dalam hatinya, manalah mungkin aku menggapaimu ya Maulana kalau untuk melangkahpun tidak mungkin diantara jutaan orang pecintamu.

Dalam keterpukauannya, seseorang menepuk punggungnya menawarkannya apakah ia ingin menyampaikan salam pada Al Husein dan menyentuh makamnya? Sebelum sempat menjawab, orang tersebut telah membimbing untuk berbalik arah ke makam Abu Fadhl Abbas, begitulah adab yang harus dilakukan serunya. Seakan semua menjadi mudah menyeruak diantara 30 juta peziarah. 

Orang itu juga membimbing bacaan doa ziarah kepada Abu Fadhl Abbas dan Al Husein sebelum mempersilahkan menyentuh Zorih dinding makam. Dalam perjalanan pulang ditunjukkan maqam tangan kanan dan tangan kiri Fadhl Abbas yang putus ditebas. Jamaah itu juga dijamu dirumahnya dan ditunjukkan foto-foto kakeknya yang syahid dibunuh diktaktor Saddam.

Aimah as selalu hadir bersama kita ketika kita mengucapkan salam padanya, hanya saja apakah kita cukup peka menangkap pesan yang dikirim dan memahaminya.

Setelah prosesi Arbain Imam Husein, para peziarah melanjutkan perjalanan ke Samara dan Kadzimain. Samara adalah tempat lahir Imam Zaman dan maqam Ayahnya (Imam Hasan Askari as) dan Kakeknya (Imam Ali Hadi as). Pada masa pendudukan Amerika tempat ini menjadi sasaran serdadu Zionist untuk berburu Imam Mahdi as, mereka mencarinya sampai ke ruangan bawah tanah rumah Imam yang disebut "Sardab".

Kadzimain dalam artian bahasa yang menahan marahnya, adalah kota suci yang terletak di Bhagdad. Disini ada makam Imam Musa Al Kadzim as dan Imam Jawad as. Walaupun Imam Muza Al Kadzim lahir dan dimakamkan ditanah Arab, namun beliaulah yang menjadikan tonggak-tonggak kebangkitan Persia dalam naungan Panji Islam.

Allah swt telah memgingatkan kepada bangsa Arab, jika kamu ingkar maka Aku akan mendatangkan satu kaum yg Allah memcintai mereka dan mereka mencintai Allah. Mereka itulah bangsa Persia, demikian juga hadits Nabi saw yang mengatakan jika keimanan berada di bintang Tsuraya maka anak cucu Salman akan meraihnya.

Imam Musa al Kadzim as memgirimkan Imam Reza as ke Mashhad di tanah Persia dan bersamanya juga Fatimah Maksumah sa di Qom yang menjadikan kota yang ditinggalkanya sebagai pusat Ilmu pengetahuan. Seluruh anak-anak beliau tersebar di 37 lokasi ditanah persia dan orang Persia memanggil mereka sebagai Imam Zadeh yang sangat dihormati disaat hidup dan wafatnya.

Selepas sholat magrib dan isya kemudian berziarah kepada kedua Imam, kami berkumpul sambil menunggu teman-teman selesai berziarah. Tiba-tiba seorang Arab paruh baya datang membawa nampan besar penuh nasi dan gulai kacang. Nasi adalah menu istimewa bagi perut melayu yang tidak familiar dengan rasa roti arab. Satu persatu peziarah mulai mengerubungi nampan nasi dengan sedikit canggung untuk makan ditempat yang sama. 

Dengan sedikit bercanda, dari kami mengatakan kalau saja lauknya berupa ayam atau daging pasti nampan itu sudah diserbu seperti serigala lapar, namun walaupun begitu secara bergantian akhirnya habis juga nasi yang disuguhkan.

Sambil menunggu antrian makan itu, seseorang datang ke kelompok kami dan menanyakan siapa yang menulis dibelakang baju seragam ini. Begitu indah dan mempesonanya, apakah ia boleh memotretnya pintanya.

"Thank you, people of Irak for your Hospitality"

"And dear fellow of pilgrim let's pray for Islamic unity"

Saya perkirakan mesti ia dari peziarah Irak yang terpesona dengan ungkapan kami, ternyata salah ia adalah termasuk peziarah Iran.

Komennya adalah pemilihan kata-kata ini sangat sejalan dengan pesan Arbain Imam Husein as, untuk menyatukan umat Islam dari berbagai golongan dan bangsa.

Tersadar akan pesan yang sama yang dibawa bangsa persia itu ketika Arbain Walk dibanding ketika mereka umroh dan haji. Pada saat Haji mereka membawa bendera Iran dan ketika Arbain Walk mereka membawa bendera Iran yang dipotong dan digabungkan dengan bendera Irak ; ISLAMIC UNITY.

Sebelum berjalan kembali ke bus yang akan mengantar kami ke Najaf, sesi foto bersama peziarah Iran dan dengan Bapak penyedia makanan yang mungkin telah dikirim Imam Kadzimain untuk rombongan kami, terimakasih Imam atas jamuan makan malamnya.

Perjalanan menuju parkiran bisa harus melalui beberapa persimpangan yang banyak dilalui kendaraan. Bergegas dalam barisan yang satu. Tiba-tiba langkah ini tertahan oleh deru mobil sedan biru jenis muscle car yang di sengaja membentang perjalanan kami, dan seorang pemuda arab urakan loncat dari dalamnya membuka bagasi belakang sambil berteriak khas... "..harakattt..." (...move...jalann....) sambil membagikan kotak makanan.

Hati ini yang tadinya hampir marah berubah menjadi senang.

Sambil melanjutkan perjalanan tampak dibelakang mulai banyak orang-orang berebut makanan dan ternyata kotak makanan tersebut berisi nasi dengan menu daging.

Sesaat kemudian diri tersadar dengan tetesan air mata, maafkan kami Imam atas candaan jamuan sebelumnya. Betapa kurangnya adab dan tiadanya rasa syukur kami, namun engkaulah Imam kami, pembimbing kami yang menahan marahnya (Kadzimain).

Rangkaian perjalanan ziarah Arbain Walk Ijabi, ditutup dengan ziarah ke Najaf dan Kuffah pada makam Imam Ali kw dan pusat pemerintahan beliau di masjid Kuffah dan Masjid Sahlah yang nantinya akan menjadi rumah dan pusat pemerintahan Imam Zaman as.

Semoga kebangkitan persia, persatuan Arab-Persia sebagai bukti kesiapan dan persatuan umat untuk menyongsong kedatangan Imam Zaman atjf.

#ArbainWalk2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun