Dalam keterpukauannya, seseorang menepuk punggungnya menawarkannya apakah ia ingin menyampaikan salam pada Al Husein dan menyentuh makamnya? Sebelum sempat menjawab, orang tersebut telah membimbing untuk berbalik arah ke makam Abu Fadhl Abbas, begitulah adab yang harus dilakukan serunya. Seakan semua menjadi mudah menyeruak diantara 30 juta peziarah.
Orang itu juga membimbing bacaan doa ziarah kepada Abu Fadhl Abbas dan Al Husein sebelum mempersilahkan menyentuh Zorih dinding makam. Dalam perjalanan pulang ditunjukkan maqam tangan kanan dan tangan kiri Fadhl Abbas yang putus ditebas. Jamaah itu juga dijamu dirumahnya dan ditunjukkan foto-foto kakeknya yang syahid dibunuh diktaktor Saddam.
Aimah as selalu hadir bersama kita ketika kita mengucapkan salam padanya, hanya saja apakah kita cukup peka menangkap pesan yang dikirim dan memahaminya.
Setelah prosesi Arbain Imam Husein, para peziarah melanjutkan perjalanan ke Samara dan Kadzimain. Samara adalah tempat lahir Imam Zaman dan maqam Ayahnya (Imam Hasan Askari as) dan Kakeknya (Imam Ali Hadi as). Pada masa pendudukan Amerika tempat ini menjadi sasaran serdadu Zionist untuk berburu Imam Mahdi as, mereka mencarinya sampai ke ruangan bawah tanah rumah Imam yang disebut "Sardab".
Kadzimain dalam artian bahasa yang menahan marahnya, adalah kota suci yang terletak di Bhagdad. Disini ada makam Imam Musa Al Kadzim as dan Imam Jawad as. Walaupun Imam Muza Al Kadzim lahir dan dimakamkan ditanah Arab, namun beliaulah yang menjadikan tonggak-tonggak kebangkitan Persia dalam naungan Panji Islam.
Allah swt telah memgingatkan kepada bangsa Arab, jika kamu ingkar maka Aku akan mendatangkan satu kaum yg Allah memcintai mereka dan mereka mencintai Allah. Mereka itulah bangsa Persia, demikian juga hadits Nabi saw yang mengatakan jika keimanan berada di bintang Tsuraya maka anak cucu Salman akan meraihnya.
Imam Musa al Kadzim as memgirimkan Imam Reza as ke Mashhad di tanah Persia dan bersamanya juga Fatimah Maksumah sa di Qom yang menjadikan kota yang ditinggalkanya sebagai pusat Ilmu pengetahuan. Seluruh anak-anak beliau tersebar di 37 lokasi ditanah persia dan orang Persia memanggil mereka sebagai Imam Zadeh yang sangat dihormati disaat hidup dan wafatnya.
Selepas sholat magrib dan isya kemudian berziarah kepada kedua Imam, kami berkumpul sambil menunggu teman-teman selesai berziarah. Tiba-tiba seorang Arab paruh baya datang membawa nampan besar penuh nasi dan gulai kacang. Nasi adalah menu istimewa bagi perut melayu yang tidak familiar dengan rasa roti arab. Satu persatu peziarah mulai mengerubungi nampan nasi dengan sedikit canggung untuk makan ditempat yang sama.
Dengan sedikit bercanda, dari kami mengatakan kalau saja lauknya berupa ayam atau daging pasti nampan itu sudah diserbu seperti serigala lapar, namun walaupun begitu secara bergantian akhirnya habis juga nasi yang disuguhkan.
Sambil menunggu antrian makan itu, seseorang datang ke kelompok kami dan menanyakan siapa yang menulis dibelakang baju seragam ini. Begitu indah dan mempesonanya, apakah ia boleh memotretnya pintanya.
"Thank you, people of Irak for your Hospitality"