Dengan kondisi seperti ini mungkin kita bisa mempertanyakan kepada pakde mengapa memilih pakar dari bidang produksi sebagai orang kepercayaannya di esdm.
Mungkin pertanyaan tersebut bisa dijelaskan begini, secara tradisi pada masa jaya lalu, sektor minyak yang paling besar yang dapat memberikan kontribusi langsung pada APBN mencapai Rp300Trilyun dan jika dihitung dengan pajak-pajak lainya bisa mencapai Rp800Trilyun. Bandingkan dengan batubara yang hanya Rp50Trilyun dan galian tambang lainnya Rp30Trilyun.
Namun dengan pemahaman kondisi pasar, perkembangan teknologi dan sumberdaya alam saat ini, maka para pakar geologislah yang menjadi key-point dan lebih relevan mendeskripsikan kekayaan sumberdaya alam kita untuk dieksploitasi.
Didalam ESDM sendiri Badan Geologi mestinya merupakan inti dan prime-mover yang menjadi pengerak unit-unit diluarnya yang didukung lembaga penelitiannya sebagai pendukung unit teknis melakukan kebijakan eksploitasi sumberdayanya, seperti minyak, panasbumi, batubara, mineral dll.
Perubahan pendekatan baru dari eksploitasi hasil tambang kedepan adalah memberikan added-value terhadap hasil tambang yang selama ini hanya dijual langsung berupa raw material, seperti sebagai berikut.
Minyak dan Gas Bumi,
Mulai 7 tahun kedepan negara-negara maju mulai beralih dari menggunakan BBM/BBG ke energi listrik untuk transportasinya.
Jadi kalau ada rencana pertamina membangun kilang di tahun 2025 di perkirakan akan usang, oleh karena sebaiknya dibangun kilang yang bisa menjadi petrochemical industri. Kedepan Gas bumi mungkin lebih banyak digunakan untuk pembangkit listrik untuk mendukung transportasi.
Batubara,
Selama ini kita banyak mengeksport batubara ke China, India dan Jawa, kedepan batubara tidak lagi dijual berupa bahan mentah namun dapat dilakukan pembankitan listrik mulut tambang dan disalurkan melalui Asean Electrical Interconection.
Indonesia dapat menjadi pionir penerapan teknologi transmisi baru yang lebih efisien HVDC (High Voltage DC) yang dapat menyalurkan energi listrik melalui kabel bawah laut untuk mengalahkan pipa-gas dan tongkang batubara. Teknologi ini menjalar dibawah tanah pada kota besar tanpa harus menggunakan SUTET.