Kesemerawutan ibukota Jakarta sudah menjadi pemandangan sehari-hari kehidupan saya sejak 12 tahun lalu. Arus urbanisasi yang semakin meningkat tiap tahun sangat terasa membuat Jakarta semakin sesak, dan tentu saja berdampak pada meningkatnya jumlah sampah. Hingga saat ini jumlah sampah Jakarta per harinya telah mencapai 7000 ton sesuai dengan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (2018). Bila hanya sebagian kecil yang terpilah dengan baik, dapat dibayangkan berapa banyak sampah yang harus dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA), belum termasuk berapa jumlah sampah yang dibuang sembarangan dan mengancam keseimbangan lingkungan kota.
Masalah ini tentu saja membuat kita mempertanyakan apakah kota ini masih akan layak untuk dihuni di masa depan. Namun, herannya saya tidak berpendapat demikian saat saya berkunjung ke kota besar kedua setelah Jakarta, Surabaya di akhir bulan Juni lalu. Kota ini membuat saya sebagai orang Jakarta iri dan terinspirasi
Bagaimana mereka bisa membuktikan perkembangannya yang pesat dapat diimbangi dengan kualitas lingkungan hidupnya - dari tata kota yang hijau dan ramah pejalan kaki, mudahnya menemukan tong sampah terpisah organik dan anorganik di tempat umum, banyaknya taman kota dan monumen perjuangan yang menjadi corak campuran sejarah dan modernitas di kota pahlawan, sampai ada inisiatif transportasi "Suroboyo Bus" yang sistem pembayarannya bisa menggunakan sampah botol plastik. Tidaklah heran apabila kota ini meraih empat penghargaan lingkungan tingkat nasional sekaligus di tahun 2017.
Pengelolaan sampah terpadu ini sangat menerapkan prinsip 3R (reduce reuse recycle), yang tujuan utamanya mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang di TPA. Beruntungnya kemarin saya berkesempatan "ngebolang" melihat salah satu praktik nyata fasilitas daur ulang terpadu di Surabaya, yaitu Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan. (Sebelumnya terima kasih kak Agnesia Walandouw dari komunitas Seasoldier Surabaya sekaligus leader WCD Jatim yang sudah merekomendasikan saya dan kak Andi L. Panarang (rekan ngebolang saya dari core team World Cleanup Day Indonesia) untuk berkunjung ke sini :)).
PDU ini mengelola sampah 2 RT di kelurahan Jambangan dengan kapasitas 20 Ton/hari. Tentu saja pengelolaan sampah ini dimulai dengan prinsip reduce atau pengurangan sampah dari sumbernya, yaitu melalui pemberdayaan bank sampah dan sentra kerajinan daur ulang di Jambangan. Warga di RT kelurahan Jambangan secara partisipatif melakukan pemilahan sampah yang dimulai dari dua jenis, yaitu organik dan anorganik. Sampah organik ditempatkan ke dalam ember khusus, sedangkan anorganik dimasukkan ke dalam kresek dan tempat sampah.
Terdapat dua unit pengolahan sampah di PDU Jambangan, yaitu: (1) Unit pengolahan sampah organik menjadi kompos, dan (2) Unit pemilahan sampah anorganik.
1. Pengolahan sampah organik menjadi kompos
Sampah organik yang diolah umumnya berasal dari sampah dapur, sisa makanan, dan daun-daun atau ranting kering. Fasilitas pengolah sampah organik yang terdapat pada PDU Jambangan adalah mesin pencacah, mesin pengayak, timbangan, dan unit pengolahan menggunakan dengan larva/belatung lalat hitam (Black Soldier Fly / BSF).